"Bagaimana mungkin saya nggak jatuh cinta sama kamu, Fa? Kamu perempuan pertama yang berhasil membuat Umi saya selalu tersenyum. Andai saya bisa memiliki kamu, mungkin saya akan menjadi laki-laki yang paling beruntung."— Maulana Malik Ibrahim
★★★
Alan bergeming. Kakinya melemas, tatapannya kabur. Tetapi, dia adalah Maulana Malik Ibrahim. Pemuda yang dikenal tegas dan anti menangis di khalayak ramai. Pramuka telah membentuknya menjadi pribadi yang tangguh, tidak cengeng, tidak lemah. Hingga pada akhirnya dengan sisa-sisa tenaga yang dimiliki, dia berjalan menuruni mimbar. Melangkah mendekati dua sahabat karibnya yang menundukkan kepala.
Alan berdiri di antara Zidan dan Padil. Sepasang matanya menatap dua insan di hadapannya dengan nyalang. Tangannya mencengkram bahu dua laki-laki itu.
"Kesalahan apa yang gue perbuat sampe lo berdua ngelakuin semua ini ke gue? BILANG!" suara beratnya menggema ke seluruh penjuru ruangan. Membuat orang-orang yang menyaksikan hanya bisa bergidik lantaran mendengar suara bentakan itu. Tidak ada yang pernah melihat Alan marah. Biasanya Pemuda itu selalu sabar, selalu bisa mengontrol emosinya. Tetapi, petang ini, bentakan yang biasanya ia koarkan pada adik-adik kelas yang bandel melanggar aturan di Pramuka— dia ucapkan pada dua sahabatnya.
Tidak ada jawaban. Alan hanya mampu merasakan getaran di bahu Padil, pemuda itu menangis tanpa suara.
"JAWAB GUE!" bentak Alan.
Padil menggelengkan kepalanya. Tubuh Pemuda itu melorot dan berakhir terduduk di lantai. Dia mengatupkan kedua tangannya di depan wajah, punggungnya menunduk bersujud memohon ampun kepada Alan.
"Lo nggak pernah nyakitin hati gue, lo temen yang baik. Gue yang salah! Gue brengsek! Gue jahat! Maafin gue, Lan ...." Alan menarik napasnya panjang mendengar penuturan Padil. Pikirannya masih belum bisa menerima kalau Padil — temannya sedari kecil, melakukan tindakan yang dilarang agama. Alan masih tidak habis pikir Padil bisa memvideokan adegan haram dan dengan bangga menyebarkannya. Padahal Padil yang dia kenal adalah Padil yang selalu menjalankan perintah agama dan menjauhi larangan agama. Meski Padil terlahir bukan dari keluarga yang harmonis.
"Gue cuman iri sama lo. Lo bisa dapetin semuanya. Jabatan, kekuasaan, jadi idaman di sekolah, keluarga cemara, bahkan lo bisa dapetin Cewek kayak apa pun yang lo mau." Padil menurunkan tangannya. Kepalanya mendongak, menatap sepasang mata Alan dengan iringan senyum miring. "Sedangkan gue nggak dapet apa pun. Gue nggak punya keluarga cemara kayak lo, gue nggak pernah dilirik guru padahal sama aktifnya kayak lo, gue nggak pernah dianggap ada di Pramuka. Dan lagi-lagi lo yang dipercaya. Lo yang jadi ketua panitia pelantikan Bantara, lo yang dipercaya ngegantiin tugas pradana. Semuanya lo yang ngelakuin!"
Alan menggelengkan kepalanya. Perlahan dia menekuk lututnya, menyejajarkan tinggi dengan Padil yang duduk.
"Lo salah paham, Dil," lirih Alan. Namun, sahabat karib Alan itu justru tertawa renyah."Iya, gue salah. Harusnya gue nggak perlu jadi bayang-bayang lo. Selama ini gue nggak pernah dilihat, gue selalu berdiri di belakang lo. Iya, lo nggak nyadar, nggak ngerasa, tapi gue ngerasain itu, Lan!" Padil menarik napasnya panjang. Tangan kanannya mengusap wajahnya dengan kasar. Seakan dia sangat membenci matanya mengeluarkan air.
"Lo lupa siapa lawan yang jadi kandidat OSIS? Gue! Kalo lo nggak pindah ke MAN, gue yang bakal jadi ketua OSIS. Lo lupa siapa yang ngajak ikut Pramuka? Gue! Tapi di sana lo yang punya jabatan. Sedangkan gue apa? Bayang-bayang lo! Lo lupa siapa yang ngajak gabung ke IPI? Gue! Tapi apa? Gara-gara lo masuk, gue dilupain. Tiap ada kumpul-kumpul lo yang selalu ditanyain. Gue punya hati, Lan!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Tasbih Pengantar Jodoh ( Terbit )
Teen FictionTELAH TERBIT DI CV FIRAZ MEDIA PUBLISHER Maulana Malik Ibrahim. Dia kira, dia yang paling terluka. Ternyata selama ini dia yang membuat hati seorang perempuan terluka. Dia kira, dia sudah cukup menghargai perasaan perempuan. Tetapi ternyata, dia ti...