10. Senja seindah Alan

2.1K 180 13
                                    

"seorang perempuan setidaknya harus pintar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"seorang perempuan setidaknya harus pintar. Karena nantinya akan menjadi Ibu. Sedangkan Ibu adalah madrasah pertama untuk anak-anaknya."

— Maulana Malik Ibrahim








★★★








Orang bilang, Alan itu gila organisasi. Padahal dia hanya mencintai. Mencintai apa yang dia senangi. Meski orang tua dan kakak-kakaknya sering mengomelinya gara-gara pulang malam, Alan tidak pernah berhenti mengikuti organisasi. Awalnya dia memang tidak mendapatkan dukungan. Sebab mengikuti organisasi cukup merogoh koceknya. Tetapi, Alan selalu berusaha meyakinkan kedua orang tuanya dengan kalimat, "Aku cuman melakukan apa yang aku suka, Bah. Selagi yang aku suka nggak ngerugiin orang lain, nggak ngerugiin diri sendiri, dan nggak dilarang agama. Nggak ada salahnya kan?"

Kian lama Abah dan Umi akhirnya luluh. Mereka tidak lagi marah ketika Alan pulang malam, karena mereka tahu yang Alan lakukan baik. Lantaran semenjak Alan mengikuti IPI banyak perubahan dalam diri laki-laki itu. Cara berpikirnya semakin dewasa, akhlaknya semakin baik dalam menghormati dan menghargai orang lain, dan waktunya yang dipenuhi dengan kegiatan-kegiatan positif. Dari mulai sering ikut kajian islami, pengajian keliling, sampai santunan anak yatim.

Banyak perempuan yang memandangnya penuh dengan kekaguman. Termasuk Naima. Perempuan itu diam-diam memperhatikan Alan yang sedang mengatur persiapan acara Isro mi'raj. Tetapi, laki-laki itu tidak tahu. Dia malah sibuk mengobrol dengan Tika. Obrolan panas yang hampir membuat otaknya meledak.

"Ini kenapa pengisi pidato sama Qiroahnya dicoret?" tanya Alan. Tika mengembuskan napas kasar.

"Nadia yang bakal tampil qiro tadi tiba-tiba bilang katanya hari ini haid, jadi besok nggak bisa qiro. Terus Arum dia udah sakit 2 hari. Aku tanyain ke temen-temennya katanya masih di rumah sakit. Jadi otomatis nggak bisa pidato besok."

Baru saja masalah perlengkapan selesai, kini malah berganti pengisi acaranya yang tidak bisa. Alan menarik napasnya dalam-dalam lantas membuangnya perlahan. Kepalanya terasa nyut-nyutan melihat coretan-coretan di lembar rentetan acara.

"Ini waktunya udah mepet banget, Tik. Kalo Qiro saya bisa usahakan cari gantinya, anak-anak ekskul qiroah pasti ada yang mau bantu. Tapi kalo pidato nggak mungkin sehari bisa kalo harus tanpa liat teks," jelas Alan. Tika mengembuskan napas panjang, meski Tika wakil ketua tapi dia cukup kelelahan. Perempuan itu sudah berusaha mengecek para siswa yang bertugas sebagai pengisi acara, tiga hari lalu Arum dan Nadia menyanggupi dan keduanya juga sudah latihan. Alan tidak mungkin menyalahkan Arum yang sakit atau Nadia yang haid, karena kedua hal tersebut sudah takdir.

"Ya udah pidatonya baca teks aja, nggak usah dihafal, Lan," saran Tika. Alan terdiam sejenak sampai akhirnya dia menganggukkan kepala.

"Ya udah teksnya mana? Nanti saya usahakan buat penggantinya."

Tasbih Pengantar Jodoh ( Terbit ) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang