03 || Restoran Seafood

708 93 45
                                    

Akhirnya, tiba di hari Minggu yang dibicarakan Chaeyoung dan Lalisa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Akhirnya, tiba di hari Minggu yang dibicarakan Chaeyoung dan Lalisa. Chaeyoung berhasil meminta izin kepada orang tuanya untuk pergi bersama Lalisa, dan mereka mengizinkannya, setelah Chaeyoung berbohong kalau Lalisa adalah teman sekelasnya yang mengajak Chaeyoung untuk belajar bersama. Memang bukan ide yang bagus untuk berbohong kepada orang tua, tetapi Chaeyoung harus melakukan itu. Jika tidak, dia tidak akan pernah diizinkan ke mana pun. Orang tuanya akan menyuruhnya untuk tetap belajar, mereka tidak ingin prestasi Chaeyoung menurun sedikit pun.

"Senang banget akhirnya kita bisa jalan bareng begini," kata Lalisa, senyum tidak pernah meninggalkannya wajahnya. 

Mereka sudah berada di dalam mal. Lalisa dan Chaeyoung sedang berjalan berdua, mencari restoran yang sesuai untuk agenda makan siang mereka. Sudah sejak 15 menit yang lalu mereka keliling mal dengan berjalan kaki, dan perut Chaeyoung mulai berbunyi seperti terompet kurang angin sekarang.

15 menit penuh penderitaan..............

"Benar, 'kan, Chaeyoung? Dan kamu pasti sudah dengar ceritaku soal aku yang pernah memenangkan balapan malam sama geng kakak kelas itu. Aku sebenarnya keren banget gak, sih?"

................ adalah mendengar Lalisa yang narsistik akut membicarakan tentang dirinya, mobilnya, dan uang orang tua yang dihabiskannya. Gadis yang berpakaian serba kuning itu tidak pernah berhenti mengoceh bahkan dari sejak mereka berada di dalam mobil mewahnya yang dia pamerkan. Semua pengguna jalan harus mengetahui bahwa dia punya lambo kuning, hadiah ulang tahunnya. Oleh karena itu, knalpot mobilnya sangat ribut di jalan, sebelas duabelas dengan mulut pemiliknya.

"Aku kaya, aku bisa punya apa pun di dunia ini. Uang bisa membeli segalanya, bahkan pacar," katanya. "Siapa pun di dunia ini akan tunduk pada uang."

Orang ini merasa tidak ada yang salah dengan dirinya. Padahal, dia adalah orang dengan kebutuhan yang sangat besar untuk validasi dari orang lain. Dalam lubuk yang terdalam, orang ini tahu bahwa dia bukanlah apa-apa, tetapi dia tidak ingin mengakuinya. Dia membuat suatu kepercayaan palsu pada dirinya, bahwa dia lebih baik dari siapa pun.

"Jadi, kita makan di mana? Kamu sudah pilih tempatnya, belum?"

Pertanyaan dari Lalisa membuat langkah Chaeyoung berhenti. Seperti terik matahari yang mendadak menampakkan dirinya dari balik awan, rasa dongkol seketika ada dalam dirinya. Chaeyoung mendengus tawa, bersarkas, "Kukira dari tadi Kak Lisa ngoceh panjang lebar itu karna udah nentuin resto-nya. Kita lagi jalan untuk ke resto itu, 'kan?"

Lalisa tersenyum cengengesan, dia menyimpan ponsel ke dalam tas designner-nya yang ternama. Dia memiliki senyum seringan kapas, terlihat tiada dosa sedikit pun. "Aku lupa nentuin restoran untuk kita. Sorry yaa."

Jika bukan karena orang tuanya, Chaeyoung akan pulang sekarang. Yang diketahui orang tuanya adalah dia sedang belajar, jadi dia harus pulang sesuai waktu yang sudah dijanjikan. Chaeyoung akan ketahuan berbohong jika pulang lebih awal.

Chaeyoung berjalan duluan, dan dia memastikan Lalisa untuk mendengarkan celetukannya. "Bitch."

"Hah?! Apa yang kamu bilang barusan?"

"Ikut aku kalau masih mau makan siang bareng!" teriak Chaeyoung, dan Lalisa mau tidak mau menurutinya.

Chaeyoung akhirnya membawa mereka untuk makan di suatu restoran seafood yang biasanya dikunjungi keluarganya. Restoran tersebut memiliki desain interior yang elegan dengan pencahayaan hangat dan dekorasi bertema laut, seperti hiasan dinding berbentuk ikan dan jaring nelayan. Meja-meja tertata rapi dengan taplak putih bersih, dan terdapat akuarium besar yang memamerkan berbagai jenis ikan segar. Aroma harum seafood panggang dan bumbu rempah-rempah menyambutnya lebih cepat daripada pelayan-pelayan di restoran itu, perut Chaeyoung semakin lapar rasanya. Tanpa keraguan sedikit pun, Chaeyoung melangkah masuk ke restoran tersebut, dan memilih tempat duduk. 

"Kita duduk di sini saja-"

Chaeyoung baru saja ingin menghampiri tempat duduk itu di saat Lalisa malah berjalan ke arah lain. Lalisa menyapa seseorang di meja seberang sana. Sosok itu, bagai bintang yang tak terduga muncul di siang hari, adalah orang yang sama sekali tidak disangka akan dilihat oleh Chaeyoung hari ini.

"Kak Jisoo!" seru Lalisa, dia berdiri di depan meja Jisoo sekarang.  "Sendirian aja makan di sini?"

Seketika itu juga, raut wajah Chaeyoung semakin keruh melihat sosok itu. Meskipun mereka saling berjauhan, tetapi ada suatu perasaan yang mengganjal di saat Chaeyoung berada di satu lingkup dengan orang yang tidak dia suka di sana. Jisoo bukan orang yang ingin Chaeyoung temui lagi, apalagi setelah kejadian itu di toilet sekolah. Pada saat-saat seperti ini Chaeyoung sungguh berharap dia punya kekuatan menghilang agar dia bisa melakukannya.

Lalisa berbincang dengan Jisoo di sana. Perempuan berbaju kuning itu benar-benar melupakan bahwa dia seharusnya duduk makan bersama Chaeyoung sekarang.

"Menyebalkan." Chaeyoung menghampiri meja Jisoo.

"Eh, Chaeyoung." sapa Lalisa, menyadari Chaeyoung sudah berada di sebelahnya. "Kita duduk di sini aja, yuk, bareng Kak Jisoo?"

Chaeyoung memaksakan senyum, amarah sungguh menguasai dirinya sekarang. Dengan terang-terangan, dia mengatakan, "Aku lapar, dan aku gak mau duduk sama orang ini. Kalian udah selesai ngomong? Kalau belum biar aku mesan sendiri aja."

"Hehe, maaf. Tadi Kami keasikan ngobrol. Jangan galak begitu, dong, mukanya," ucap Lalisa, raut khawatir terpatri di wajahnya. 

Seketika, Jisoo mendengus tawa, itu merebut perhatian mereka berdua. Dia punya seringai di wajahnya di bawah cahaya remang itu, dan restoran yang bernuansa gelap ini membuat seluruh lekuk wajahnya terukir jelas oleh bayangan. Dia tampak seperti antagonis yang menawan, didukung oleh cara duduknya yang terkesan berani. 

Chaeyoung memutar matanya. "Ada yang lucu?" tanya Chaeyoung. 

Jisoo mengabaikannya. Jisoo hanya mempertahankan kontak matanya pada Lalisa. "Pacarmu lucu juga ya, Lisa, kalau lagi kelaperan begini. Bawa makan, sana, sebelum ngamuk beneran."

Rahang Chaeyoung mengeras, dia sedang menahan dirinya untuk tidak berteriak. Sekarang, dia sudah tidak memperdulikan siapa pun selain dirinya. Nafsu makannya menghilang setelah interaksi singkat mereka, dan dia memutuskan untuk keluar dari restoran itu. Sebelum Chaeyoung pergi, dia memastikan Lalisa dan Jisoo dapat mendengar celetukannya. "Ogah pacaran sama manusia kayak dia. Dia bahkan ga se-level sama aku."

Dan setelahnya, dia bisa mendengar Lalisa menyusulnya serta tawa Jisoo di belakang sana. 

𝐓𝐡𝐞𝐢𝐫 𝐒𝐭𝐨𝐫𝐢𝐞𝐬 || 𝐂𝐡𝐚𝐞𝐬𝐨𝐨Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang