08 || Meminta Nomor dengan Slay

560 68 66
                                    

Jisoo Kim

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jisoo Kim

Tiada yang terlalu spesial hari ini. Sama seperti pagi lainnya di keseharian seorang Jisoo Kim pada hari Minggu, aku hanya sedang bermalas-malasan di kamar. Aku bangun beberapa waktu yang lalu, namun sampai sekarang juga aku belum beranjak ke mana-mana. Dengan posisi terduduk termenung di atas kasur, rambutku yang dicat coklat acak-acakan seperti singa: aku terlihat seperti keajaiban dunia saat ini.

Di tengah sesi bermalas-malasanku, aku mendengar bunyi notifikasi dari benda pipih segi empat yang terletak pada nakas di sebelahku. Bunyinya tidak pernah diubah sejak aku ponsel itu kubeli dengan uang tabunganku tiga tahun yang lalu, tepat saat pertama kali ponsel itu dirilis. Aku masih ingat aku sangat menginginkannya saat itu sehingga aku merelakan uang tabunganku yang seharusnya untuk konsol nintendo. Aku tidak pernah menyesal membeli ponsel itu.

Aku meraih dan menyalakan layarnya untuk melihat pesan masuk dari Dina yang mengajakku ke taman. Mau fotokopi sesuatu, katanya.

Aku sempat menolak, tetapi kicep saat dijanjikan es kopi. Aku tidak bisa menolak minuman kafein itu. Setelah mengetik Siap! Saya ke sana sekarang seperti abang ojol, aku pun langsung beranjak dari kasur, dan menata diriku agar siap untuk menghadapi dunia luar yang penuh petualangan.

"Jisoo. Pagi buta begini mau ke mana?" panggil ayah ketus. Aku sudah terbiasa. Itu sudah seperti selamat pagi khas Sang Kepala Sekolah untuk anak perempuannya.

"Keluar sama Dina. Aku duluan, pa."

Dan setelahnya, aku pun menjemput Dina di rumahnya. Sesampainya aku di sana, kami tidak langsung berangkat ke taman. Orang tua Dina memintaku untuk masuk sebentar, mama Dina sedang belajar bikin kue.

Sekarang, tepat di hadapanku ada kue lapis gosong yang aku tidak tega melihatnya. Dan gawatnya, aku disuruh untuk memakan kue itu. Mana potongan untukku itu besar sekali.

Tapi, ya, aku sebagai manusia biasa..... bisa apa? Siapa yang berani melawan orang tua Dina? Bukan aku. Bisa mati kalau begitu.

Dengan senyum optimis, aku memasukkan kue itu ke dalam mulutku. Aku menghabiskan kuenya dalam sekali nafas, dan aku mengatakan ini ke tante:

"Tante, kuenya enak banget. Jisoo suka, loh. Bagian krispi di permukaan kuenya ngasih sensasi pahit-pahit gitu. Menurut Jisoo itu bikin rasa kuenya jadi unik," ujarku ala-ala food blogger.

"Wah, benarkah Jisoo? Kamu orang pertama yang memuji kue tante, tau!" Tante bilang itu sambil huwuww melihatku. Dia membuka dan menutup tangannya seperti pecinta Jeysen, dan mengatakan, "Jisoo bisa aja deh, aaaa. Tapi kalau Jisoo memang suka nanti tante bikin lebih banyak buat Jisoo seorang aja yaaaw-"

"Engga tante! Jangan repot-repot. Jisoo udah cukup kuenya."

"Beneran, nak Jisoo? Ini resep baru tante, loh! Jisoo tak mau coba? Jangan-jangan Jisoo bohong ya, kalau kuenya enak tapi sebenarnya bukan?" Bapak Dina menimbrung.

𝐓𝐡𝐞𝐢𝐫 𝐒𝐭𝐨𝐫𝐢𝐞𝐬 || 𝐂𝐡𝐚𝐞𝐬𝐨𝐨Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang