09 || Anak Bungsu Keluarga Park

575 65 8
                                    

Jika menjadi anak bungsu di sebuah keluarga adalah hal yang menyenangkan, maka hal itu tidak berlaku untuk Chaeyoung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jika menjadi anak bungsu di sebuah keluarga adalah hal yang menyenangkan, maka hal itu tidak berlaku untuk Chaeyoung. Hal seperti dimanjakan dengan materi dan lepas dari tanggung jawab tidak pernah dialaminya. Tidak akan mudah bagi seorang anak di saat orang tua menuntutnya untuk menjadi apa yang mereka mau.

Saat ini, Chaeyoung sedang berdiri kaku di hadapan ibunya, Bu Irene. Sang Ibu mempunyai rapor semester anaknya di tangannya, matanya yang tajam sangat jeli dalam melihat angka-angka yang tertera di dalamnya. Ini adalah rutinitas bulanan Chaeyoung dan ibunya. Ibunya adalah tipikal orang tua yang mengharapkan kata 'sempurna' ada pada anaknya. Dia tidak akan membiarkan ada cacat pada anaknya, walau hanya sedikit. 

Meski sudah terbiasa, berada di situasi seperti ini selalu berhasil membuat Chaeyoung gemetar. Rasa cemas akan apa yang terjadi selanjutnya membuat Chaeyoung mengupas kuku tangannya di bawah, dan Irene sangat jeli untuk langsung menyadari itu. Tanpa berkata apa pun, Irene langsung memukul tangan anaknya dengan rotan yang selalu dia pegang. Hantaman pertama dari Irene membuat Chaeyoung tersentak, dan dia memperkuat pukulannya kemudian. 

Chaeyoung meringis, menahan sakit.

"Jangan main kuku seperti itu, nanti jadi jelek," ujar Irene dengan suara yang ketus.

Chaeyoung hanya diam, menuruti segala penuturan ibunya. Dia dan Irene hanya berdua di ruang tamu nan luas itu. Di sebelah tempat Chaeyoung berdiri, ada jam yang sebesar badannya, dan jarum jam itu tiada hentinya berputar, itu membuat Chaeyoung merasakan sesak di dadanya. Chaeyoung hanya ingin situasi ini cepat berakhir sekarang.

Setelah beberapa lama, Irene akhirnya bersuara. Ini membuat anaknya lega, karena sejujurnya, lebih mengerikan saat ibunya tidak berkata apa pun. Anak itu tidak akan tahu apa yang ada di pikiran ibunya jika dia terus diam.

"Mama lihat nilaimu kurang. Kemana nilai biologimu? Kenapa hanya 92 di sini?" Irene tampak marah saat mengucapkan itu. "Bukannya mama sudah bilang sebelumnya? Nilaimu harus sempurna!"

Mendengar bentakan itu membuat Chaeyoung meringis, dan tanpa sadar, dia mengambil sedikit langkah untuk mundur.

Faktanya, Chaeyoung Park yang terkenal dengan prestasinya yang bejibun, harta keluarganya yang berlimpah, dan kecantikannya yang memukau... ternyata tidak se-sempurna itu. Sempurna yang orang-orang katakan itu datang dari tuntutan yang diberikan padanya.

Jika diberi pilihan, Chaeyoung tidak ingin hidup yang seperti ini. Dia rela menjadi Chaeyoung Park yang biasa saja, asalkan tidak terus diatur seumur hidupnya.

"Ke-Kemarin itu karena nilai presentasi, ma. Satu kelompok kami dapat... 90. Nilai itu hasil akumulasi dari nilai-nilai di luar ujian," terangnya, berharap dengan penjelasan itu Irene akan meringankan hukumannya kali ini.

Namun, usahanya tidak berhasil. Seperti biasa. Bahkan huruf A yang penuh di rapornya tidak pernah menyelamatkannya. Satu kesalahan saja cukup untuk membuat semua usaha yang telah dia lakukan hancur.

"Alasan. Besok tidak ada makanan untukmu, biar tahu rasa. Selama ini kamu sudah terlalu manja jadi anak," kata Irene sambil beranjak dari tempatnya. Tidak ada keramahan sedikit pun dari gesturnya. Lantas, dia menggunakan ujung rotan untuk menaikkan dagu Chaeyoung. Dia dapat melihat air mata yang menggenang di mata anaknya, namun dia tidak peduli. "Kalau Mama lihat nilai seperti ini lagi lain kali, Mama tidak akan segan untuk kasih hukuman lebih. Ingat itu."

Irene lantas pergi, meninggalkan Chaeyoung sendirian di ruang tamu itu. Chaeyoung hanya berdiri di sana, menatap buku rapor yang dilempar ke lantai dan menghela napas. Beratnya beban ekspektasi tidak pernah meninggalkannya. Setiap kata dari Irene adalah pengingat bahwa kesempurnaan adalah tuntutan, bukan pilihan. Meskipun dia sudah berusaha keras, sepertinya itu tidak pernah cukup. Hatinya terasa semakin tertekan setiap kali dia mendengar kata-kata Irene yang tajam dan tidak ada habisnya.

Chaeyoung selalu dituntut untuk menjadi versi yang diinginkan ibunya. Dia hidup dalam bayang-bayang ekspektasi yang tak pernah berhenti menghantuinya. Seperti boneka, setiap langkahnya diatur, setiap geraknya diawasi, semuanya harus sesuai dengan keinginan Irene.

Irene benci saat sesuatu tak berjalan sesuai keinginannya, dan Chaeyoung sering kali terkena imbasnya. Ketegangan di rumah itu selalu menyelimuti, seperti awan mendung yang tak pernah pergi.

Chaeyoung memiliki seorang kakak perempuan, Alice Park, yang sekarang adalah seorang pengacara dan tinggal jauh dari rumah. Sebelumnya, Alice bernasib sama sepertinya. Alice sering kali mengajak Chaeyoung untuk tinggal bersamanya, namun Chaeyoung selalu menolak. Meskipun orang tuanya keras terhadapnya, dia tidak bisa begitu saja meninggalkan mereka. Dia menyayangi mereka.

𝐓𝐡𝐞𝐢𝐫 𝐒𝐭𝐨𝐫𝐢𝐞𝐬 || 𝐂𝐡𝐚𝐞𝐬𝐨𝐨Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang