10 || Kaum Pelangi

115 21 0
                                    

LGBT, singkatan dari Lesbian, Gay, Bisexual dan Transgender (biasanya disebut kaum pelangi) adalah spektrum identitas seksual dan gender. Di lingkungan sekolah, siswa LGBT sering menghadapi berbagai tantangan dan diskriminasi dari lingkungan yang cenderung konservatif dalam menghadapi fenomena sosial yang terus berkembang ini.

Siswa LGBT di lingkungan sekolah sering kali mengalami bullying dan pelecehan verbal atau fisik dari teman-teman mereka. Kurangnya pendidikan dan kesadaran tentang isu-isu LGBT di sekolah sering memperburuk masalah ini, karena siswa dan guru cenderung tidak memiliki pengetahuan atau keterampilan untuk menangani dan mencegah diskriminasi dengan efektif.

Tekanan sosial dan ekspektasi untuk sesuai dengan norma-norma hetero  juga bisa membuat siswa LGBT merasa perlu menyembunyikan identitas mereka. Hal ini bisa menyebabkan stress dan kecemasan yang berkepanjangan, yang berdampak buruk pada kesehatan mental dan pikiran.

. . .

Ini adalah pada hari Kamis seusai ujian sekolah. Aku, Astrid, dan Tanesya duduk di sebuah toko es krim yang berada tidak jauh dari SMA Maratha. Di tengah suara dan tawa para pelanggan lain, aku sibuk dengan ponselnya yang tidak pernah lepas dari tanganku. Sementara itu, Tanesya mengerjakan tugas remedialnya, dan Astrid-

"Tadi gue lihat sesuatu yang menarik banget di toilet. Sumpah aja, gue lihat Gio sama Rion ciuman di toilet!!"

-Astrid, orang yang paling heboh di tongkrongan kami berkata dengan snacks favoritnya di tangannya, biskuit rasa matcha. Dia memakan itu setiap hari seolah tidak ada jenis makanan lain di dunia.

Setelah memukul meja, dia menunjuk ke atas langit-langit dengan telunjuknya. Dengan suara selantang cewek danton, dia mengatakan, "Bukan cuman Yamaho, tapi kaum pelangi pun semakin di depan!"

Keributan yang Astrid perbuat: gebrakan meja dan suaranya yang nyaring dan jelek membuat aku dan Tanesya serentak melayangkan tatapan tajam kepadanya. Astrid masih belum mau berhenti sampai Tanesya berdiri dan memukul kepalanya sampai maju, dan memaksanya untuk duduk.

"Duduk sekarang atau pantat lu gue hilangin, biar gak usah duduk sekalian," ancam Tanesya sambil memukul kepala Astrid untuk yang kedua kalinya sebelum kembali duduk. Astrid benar-benar diperlakukan secara tidak manusiawi saat ini, tapi apa boleh buat? Dia berlagak seperti monyet di dalam hutan sedari tadi. Dia pantas mendapatkannya.

Astrid berdecak, namun menuruti Tanesya. Dia tidak ingin kepalanya benjol lagi karena pukulan Tanesya. Dia meletakkan kakinya di atas kursi, duduknya seperti sedang di warung kopi. Hanya aku dan Tanesya yang duduknya seperti orang berpendidikan di antara kami bertiga.

Astrid melanjutkan penuturannya dengan volume suara yang lebih wajar kali ini. "Lo berdua tau, kan, kaum pelangi tuh apaan? Mereka itu kayak kaum penyuka sesama jenis."

"Gio sama Rion, mereka tadi ciuman di toilet. Mereka sama-sama cowok, jadi mereka digolongkan sebagai kaum pelangi," terang Astrid. Dia kemudian memasukkan tiga biskuit sekaligus ke dalam mulutnya yang besar. "Kesimpulannya, kaum pelangi udah terdeteksi ada di sekolah kita."

"Entahlah, tapi kenapa mereka gak bisa normal aja?" Aku mematikan ponselku. Nadaku terdengar datar, tapi dalam hati aku tertarik dengan hal baru ini. "Kayak cewek di sekolah ini gak cukup aja sampai mau hubungan sesama jenis begitu."

"Entah, sih. Aneh aja mereka," ujar Tanesya. "Aku dengar itu juga penyakit, dan menular. Ngeri banget gak, tuh."

"Lo salah, Tan," sanggah Astrid. "LGBT tuh udah dicap bukan penyakit mental, asal lo tau. Gak ada terapi apa pun di dunia ini yang bisa nyembuhin gejala itu."

"Tapi tetap aja, kadang mereka suka kayak maksa gitu gak, sih? Mereka juga jahat, kayak Rion sama Gio. Mereka terkenal berandal di sekolah kita."

"Engga valid kalau dinilai kayak gitu," sanggah Astrid. Dia mendadak serius membicarakan hal ini. "Gak perduli apa statusnya, semua orang bisa berperan sebagai penjahat. Kita engga bisa hanya ngecap mereka jahat hanya karna kita engga setuju sama apa jalan hidup mereka. Selama itu engga benar-benar merugikan kita."

Selama percakapan mereka, aku hanya diam, tetapi aku merasa benar apa yang dikatakan Astrid. Aku mendengar banyak hal tentang penyuka sesama jenis seperti ini, dan mereka sering kali dianggap sebelah mata hanya karena identitas diri dan seksualitas mereka. Jika dipikir-pikir, ini tidak adil. Kaum LGBT tidak benar-benar melakukan kesalahan apa pun sehingga harus menerima konsekuensi sosial yang sebegitu buruknya. Mereka juga manusia biasa yang mempunyai identitas dan ketertarikan seksual yang berbeda dengan apa yang dianggap normal dalam masyarakat.

Namun, memikirkan semua hal ini membuat Kak Jisoo dan Kak Dina muncul di pikiranku. "Tapi aku kayaknya tau deh, ada orang yang LGBT juga di sekolah kita. Mereka ini cewek," ujarku spontan, dan aku kaget dengan apa yang aku keluarkan barusan. Hal itu seharusnya hanya disimpan di dalam kepalaku!

Kini, karena aku telah mengatakan itu, aku tidak bisa menghentikan kedua temanku yang menjadi penasaran, terutama Astrid. Dia langsung bereaksi.

"Sumpah, lo? siapa?"

"Kakak kelas kita," jawabku sesingkat mungkin.

"Namanya?"

"Gak tau, sih. Aku ga kenal sama mereka."

Di sisi lain, Tanesya mulai mengelus-elus lengannya. "Geli, aa...."

Astrid terkekeh. "Berarti lo geli sama gue juga, Tan?" Dia duduk mendekat ke arah Tanesya, dan merangkulnya dari belakang.

Tubuh Tanesya menjadi kaku seketika, dia menelan ludahnya. "A-Apa maksud lu?"

"Aku suka Chaeyoung."

Saat ini, bukan hanya Tanesya yang membelalakkan matanya, aku pun sama. Aku bahkan sampai melempar botol minum yang ada di depanku ke wajah Astrid.

Tapi Astrid menghindar. "Gak kenaa!"

Aku hendak melempar barang lagi, namun berhenti saat menyadari kami tidak sedang sendirian di restoran ini. Semua mata tertuju ke arah kami, mayoritas menatap sinis dan heran.

Kami bertiga meributkan suasana di toko eksrim ini. Orang di dalam toko tidak banyak, jadi apa yang kami bicarakan kemungkinan besar terdengar oleh semua orang.

"Bisa-bisanya keras begitu ngomongnya. Kedengaran orang gimana, Trid?!" seruku, menatap heran kepadanya.

"Lo gak geli, gue suka lo?"

Tanesya yang menatap geli padanya. "Aneh lu, Astrid!"

"Kalau aku sama Chaeyoung pacaran, dia bakalan jadi bottom. Aku top-nya, haha!"

Dahiku semakin berkerut mendengar segala penuturan Astrid. Hanya membayangkannya membuatku: "Jijik tau, gak."

"Chaeyoung, kita pacaran, ya!"

"Engga, ah. Aku masih suka cowok," jawabku apa adanya. Aku kembali bermain dengan ponselku tanpa menghiraukan mereka lagi.

Astrid menyeringai. "Gak menutup kemungkinan lo suka cewek."

"Gak ada tuh."

"Pokoknya kita pacaran."

Tanesya menampar Astrid. "Jangan maksa orang buat ide bodohmu."

𝐓𝐡𝐞𝐢𝐫 𝐒𝐭𝐨𝐫𝐢𝐞𝐬 || 𝐂𝐡𝐚𝐞𝐬𝐨𝐨Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang