Bab 11 Mereka yang Mengenal

2.2K 173 15
                                    

"Selamat Pagi." Sapaan selamat pagi dari papa mengawali hari ini. Belum sepenuhnya mata Zea terbuka tapi suara papa sudah menjadi pengingat kala matahari sudah menampakkan wujudnya. Kecupan singkat Zea terima dari sang ayah yang sudah siap dengan kemeja putih dan dasi serta celana bahan bewarna hitam. Papa ku sangat tampan bukan?

"Kemarin sudah janji sama papa, adek tidak lupa bukan?" alis papa terangkat satu.

"Engga, papa." gumam Zea masih mengantuk.

"Papa Zea yang tampan Zea sudah bangun nih." Zea membuka matanya lebar-lebar menunjukkan pada papanya yang menatapnya dengan raut curiga.

"Mandi, dibantu mbak."

"Mbak udah pulang?" papanya mengangguk.

"Mandi, papa tunggu dibawah."

Papa pergi berlalu setelah mengecup kening Azeera singkat.

Papa pergi berlalu setelah mengecup kening Azeera singkat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Azeera!" seruan seseorang yang menyebutkan namanya membuat Zea terhenti

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Azeera!" seruan seseorang yang menyebutkan namanya membuat Zea terhenti. Kepalanya menoleh ke belakang. Menemukan sesosok pria paruh baya yang ia kenali.

"Om Wira." seseorang yang Zea panggil Om Wira tersebut mendekat dengan senyum terpatri di wajah tampan nya diikuti beberapa pria yang berpakaian layaknya uncle Miko.

Om? Sedikit cerita. Beberapa kali kami sempat bertemu. Papa, Om Wira dan Om Janu yang sengaja bertemu di rumah sakit saat Zea mengunjungi papa. Dan saat itu, para paman ini meminta untuk memanggil Om. Padahal sudah nyaman pakai paman.

"Ketemu lagi." kekeh Om Wira. Aku ikut tersenyum.

"Om? Disini?" tanya Zea heran.

"Anak om berulah, Zee tidak lupakan Om punya anak cowok." Zea mengangguk setelah mengingat-ingat.

"Lagi?" Om Wira yang paham akan pertanyaan seorang gadis kecil didepan nya hanya tertawa lucu dan gemas.

"Iya. Om dipanggil guru lagi karena anak om." ucap Om Wira setelah tertawa.

"Seumuran Zea?" Om Wira menggeleng.

"Diatas Zee, kelas sebelas."

"Oh..." Zea mengangguk paham. Sebentar Zea melupakan jika sekolah ini memiliki banyak gedung. Gedung SMP dan gedung SMA yang berselahan, nyaris bersatu. Hanya terpisah jembatan kaca yang sengaja dibuat untuk menyebrang gedung ke gedung lain.

A Piece Of ZEA'S MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang