Bab 4 sengaja menutupi demi kebaikan

3.5K 215 8
                                    

Aku menghela nafas ringan mengisi kekosongan didalam ruangan yang kutempati, "Kenapa mama gak bilang - bilang Zee

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku menghela nafas ringan mengisi kekosongan didalam ruangan yang kutempati, "Kenapa mama gak bilang - bilang Zee." ucapku merajuk.

"Maaf sayang, mama juga dadakan loh." ucap mama diseberang sana.

"Papa juga diam waktu Zee tanya mama dimana." ucapku mengadu. Sedangkan papa mengangkat sebelah alisnya saat mendengar dirinya disebut.

"Mama yang minta, supaya mama aja yang ngomong ke adek. Trus papa chat mama katanya adek nyariin, baru ini mama telfon." aku mengangguk lesu tanda mengerti.

"Zea mau ikut padahal." ucapku sendu.

"Kangen Uti sama Kakung." lanjutku.

"Nanti ya, kapan kapan mama ajak kesini lagi. Mama disini juga kerja, nak. Paling mampir sebentar ke rumah uti." suara mama mengalun diikuti beberapa suara orang lain yang terdengar samar menyapa mama.

"Mama, kasih tau uti kalo adek rindu." papa mendengkus geli mendengar ucapanku.

"Haha...iya sayang. Nanti mama bilang uti kalau princess mama ini rindu uti-nya." mama tertawa diseberang sana.

"Huum, mama baik-baik disana. Cepat pulang juga." ujarku pada mama.

"Iya, dek. Adek juga dengerin apa kata papa, jangan bikin papa repot, okay? Mama bakal cepet pulang nanti." aku mengangguk walaupun mama tak tahu.

"Mama tutup ya, mama ada pasien." sambung mama.

"Iya, Ma."

"See you, sayang."

"See you to, Mama."

Klik

Aku berdiri menghampiri papa yang duduk dengan beberapa berkas didepannya. Memberikan handphone papa kembali setelah meminjamnya untuk berbincang dengan mama. Papa menerimanya dan menarihnya dimeja. "Udah?"

Aku mengangguk." Huum."

"Sini!" Papa mendudukkanku di pangkuannya. Merapikan helaian rambutku yang keluar dari ikatan yang dibuat papa sebelum berangkat ke kantor.

"Adek tolong ambil sisir di laci depan, biar papa benahi rambutnya." titah papa yang langsung ku lakukan. Aku memberikan sisir yang dimaksud papa.

"Mau di ikat lagi rambutnya? Atau mau dikepang aja." tanya papa yang tengah menyisir rambutku.

"Dikuncir aja, Pa." jawabku sembari membolak balikkan kertas yang berserakan dimeja papa.

"Papa gak capek urus rumah sakit trus urus ini juga?" tanyaku menunjuk berkas.

"Capek, tapi kan itu buat adek juga. Papa kerja supaya dapat uang biar adek bisa beli apapun yang adek mau." ujar papa, mulai mengikat rambutku.

"Zee kalo besar juga mau kerja kaya papa." ucapku girang.

A Piece Of ZEA'S MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang