Bab 36 Saat kau telah Mengerti

2.8K 259 68
                                    

Azeera menenggelamkan wajahnya di dada mamanya. Demamnya belum turun dari kemarin, hingga mamanya datang untuk menjenguknya. Sani sempak panik, saat Zea terus saja meracau dalam tidurnya entah menangis ataupun memanggil papa dan mamanya.

"Masih pusing, sayang?" tanya mama pada Zea.

Zea bergumam kecil menjawab pertanyaan mama. "Kenapa Zea jadi gampang sakit, nak? Mama sedih kalo adek sakit sakit terus." Mama mengelus rambut Zea yang lebat.

Zea tidak manjawab, hanya diam di pelukan mamanya. "Makan dulu ya, dek?" Zea menggeleng pelan.

"Dulu kalo adek sakit papa sama mama selalu ada sama adek." lirih Zea sendu.

Iriana terdiam. "Sekarang adek sendiri." lanjut Zea.

"Mama selalu sama adek, mama akan ada buat adek. Adek gak boleh bilang begitu, nak." ujar Iriana.

"Kenapa harus adek yang seperti ini, Ma?" Zea mendongak dengan lelehan air mata, menuntut jawaban dari mamanya.

"Sayang-" Suara Iriana tercekat.

"Bahkan papa gak dateng waktu adek sakit." Zea memandang mamanya dalam.

"Mama pun gak akan datang kalau tante Sani gak kasih tau mama, kan?"

"Maafin mama, Nak." Iriana mengeratkan pelukan nya.

"Zea rindu sekali sama mama, sama papa." gumam Zea.

Iriana mengusap pipi basah putrinya. "Adek mau liburan? Kita ajak semuanya, papa, tante Tari, kakak kakak juga, Om Roy juga. Mau?" Zea menggeleng tanpa pikir.

Iriana tersenyum sendu, ia tahu maksud putrinya yang rindu dirinya dan mantan suaminya itu. Tapi ia tidak mungkin bisa berlibur dengan mantan suaminya, ia masih menghargai perasaan pasangan masing masing.

"Mau liburan sama mama, aja?" Zea menggeleng lagi.

"Memangnya menusia itu harus menikah ya, Ma?" tanya Zea keluar dari konteks yang tengah Iriana katakan.

"Umm, iya---karena manusia diciptakan berpasangan." jawab Iriana secara singkat agar putrinya lebih mudah untuk mencerna.

"Kalo manusia di ciptakan berpasangan kenapa mama pisah sama papa?" Iriana memejamkan mata.

"Sayang dengerin mama, kita bisa bahagia dengan pasangan yang tepat! Tapi kita tidak akan tahu siapa pasangan yang tepat untuk kita, ada kalanya pasangan membawa kesedihan dan karena itu pasangan memilih berpisah untuk mencari kebahagian." papar Iriana.

"Lalu anaknya?" Iriana terlihat berpikir.

"Katanya kebahagian anak ada di kedua orang tuanya, tapi...Zea kehilangan keduanya---berarti Zea gak akan bahagia ya, Ma?" kesimpulan polos Zea membuat Iriana mengeluarkan air mata. Mengusap pelan air matanya, Iriana mengecup pucuk kepala putrinya.

Iriana menggeleng, membawa wajahnya sejejar dengan putrinya, Iriana menyentuh bahu putrinya. "Anak mama harus bahagia, anak mama adalah anak yang cerdas. Mama minta maaf, mama gagal kasih kebahagian buat adek tapi mama yakin adek akan jadi orang yang sukses dimasa depan, mama yakin itu. Mama akan selalu doa-in adek, biar jadi anak hebat." Iriana menghapus air mata putrinya.

"Adek harus kuat, harus kuat untuk sembuh, harus kuat menghadapi dunia. Walaupun mama gak akan bisa selalu disamping adek tapi mama selalu di hati adek. Dan mama gak akan pernah putus doa untuk anak mama ini, Oke?" Zea mengangguk pelan, lalu menglingkarkan tangannya dileher mamanya.

Keduanya menangis lirih di luasnya kamar milik Zea. Tanpa tahu sepasang mata menikmati momen haru sepasang ibu dan anak tersebut. Roy mengusap matanya yang sedikit berair. Lalu tersenyum simpul. Ia melangkah memasuki kamar  anak tirinya dengan sebuah nampan bubur dan air putih.

A Piece Of ZEA'S MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang