"Anaphalis Javanica artinya bunga edelweis. Bunga yang terkenal dalam keabadiannya, bisa bertahan hidup lama namun bunga edelweis termasuk bunga yang langka hanya ada didaerah penggunungan itu juga tidak setiap gunung ada bunga edelweis. Sangat spesial sekali bunga edelweis, untuk mencarinya pun harus berjuang mendaki gunung."
Javanica hanya diam mendengar celotehan Andrian yang menurutnya membosankan. Sampai Javanica menguap menahan kantuknya.
"Itu artinya untuk mendapatkan kakak harus berjuang." ujar Andrian tersenyum lebar membuat mata bulan sabitnya terlihat.
"Rian, jangan pernah berjuang untuk mendapatkanku. Aku tak minat untuk pacaran apalagi sebentar lagi ujian itu membuatku harus mati-matian belajar untuk mendapatkan nilai memuaskan. Terima kasih kamu sudah jujur telah menyukaiku." ucap Javanica sembari menepuk bahu Andrian lalu berlalu pergi meninggalkan Andrian didepan gerbang sekolah yang sudah terlihat sepi.
Andrian menghela nafas terasa menyakitkan mendengar penolakan Javanica, namun Andrian tipe orang yang semangat untuk mendapatkan apa yang ia mau. Jadi dirinya tak akan pernah menyerah.
Andrian berlari kearah motornya yang terparkir tak jauh, menaikinya dan bergegas mengejar Javanica. Sebelum benar-benar keluar dari area sekolahan, Andrian yang terkenal dengan ramahnya. Berpamitan dengan security disekolahannya ini dan beberapa orang juga.
Mengendarai motornya dengan pelan, tersenyum melihat Javanica mau menerimanya untuk mengantarnya kerumahnya. Senyumannya tak pernah hilang, merasa sangat bahagia. Akhirnya Javanica mau menerima tawarannya untuk mengantarkannya.
"Didepan Rian." ujar Javanica sembari menunjukkan kearah rumah yang tampak sederhana namun terlihat bersih dan nyaman.
Andrian baru mengetahui rumah Javanica.
"Terima kasih sudah mengantarkan ku."
"Iya sama-sama kak, kalau kakak mau. Aku mau aja mengantar jemput kakak setiap hari."
Javanica hanya tersenyum tipis lalu mulai membalikkan badannya melangkah kan kakinya untuk memasuki area rumahnya.
"Astaga basa basi kek, nawarin aku masuk gitu. Aish bener-bener kak Vani, cuek sekali tapi aku suka." gumam Andrian lalu tersenyum lebar dan mulai menyalakan motornya kembali untuk segera pergi untuk pulang kerumahnya. Karna ini sudah sangat sore sekali, pasti mama mencariku pikirnya.
Beberapa menit kemudian, Javanica keluar kembali dari rumahnya dengan membawa sebotol air dingin. Melihat Andrian yang sudah tidak ada didepan rumahnya.
"Dia sudah pergi, cepat sekali. Padahal mau menawarkan minuman ini." gumamnya sembari mengangkat bahunya.
"Kakak." panggil seorang balita berjalan pelan menghampiri Javanica dengan membawa sebuah mainan ditangannya.
"Adek kenapa keluar." ucap Javanica sembari mengangkat tubuh adiknya yang gembul.
"Kakak jajan."
Javanica terkekeh, "mau jajan nanti ya, pas ayah pulang."
"Jajan!" pekiknya sembari memberontak membuat Javanica mati-matian menahan tubuh gembulnya sang adik untuk tidak terjatuh.
"Kakak tidak punya uang dek, bahkan hari ini kakak tidak dikasih uang jajan sama mama. Nanti kalau ayah pulang kita minta uang jajan hm." Javanica menggoyangkan tubuh sang adik kekanan kiri berharap sang adik tenang.
"Mama kemana lagi, meninggalkan adek sendirian dirumah." gumamnya sembari melihat kedepan rumahnya.
"Lucunya." Javanica mencium pipi gembul sang adik. Gemas sekali sama adiknya ini, jujur Javanica sangat tidak menyukai anak kecil tapi untuk sang adik itu pengecualian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jiwa Monasrita
Teen Fiction"Kata mereka aku adalah seseorang yang jumawa, padahal memang begini adanya aku terlahir dengan jiwa monasrita." kata Anaphalis Javanica. Anaphalis Javanica adalah seseorang yang dingin tak tersentuh, tak suka berkomunikasi lebih lama dengan orang l...