Memori Berbekas

18 4 0
                                    

Tertata rapih buku-buku dirak sesuai dengan genrenya. Kala melihat buku-buku didepannya membuat suasana hatinya tenang. Teringat bagaimana dirinya sangat cinta dengan buku, setiap harinya ia habisnya untuk baca buku dan juga menulis cerita.

Cerita dari berbagai genre, yang paling ia sukai adalah menulis genre fiksi sejarah. Masih banyak sejarah diindonesia belum terungkap, membuatnya sangat berambisi mencari sejarah itu.

Tapi kenapa naskah yang ia kirim bergenre fiksi sejarah kembali, belum ada hilal untuk diterbitkan. Ya ia tahu, ini hanya cerita fiksi tapi kan masih ada unsur sejarahnya. Javanica menyendu mengingat bagaimana nasib naskahnya.

Dan sebenarnya karna itu juga, Javanica berpikir masa menjadi penulis akan usai. Tidak ada yang mau menunggu karyanya kembali, lihatlah buku novel yang sudah terbit 5 bulan yang lalu saja masih tersedia ditoko bukunya ini. Padahal karya bukunya sebelumnya selalu best seller, mungkin inilah akhir karirnya sebagai seorang penulis.

Sampai pandangan Javanica jatuh kearah map berwarna coklat tergeletak diantara meja yang dipenuhi banyak buku. Javanica meraih map tersebut lalu menelitinya, map apa ini?

Suara kertas bergesekan mengalun membisikkan ruangan sepi ini. Suaranya tak mengganggu pemilik ruangan tersebut ya karna itu ulah pemiliknya.

Javanica sedang melihat isi map coklat yang ia temukan beberapa menit yang lalu, melihatnya dengan teliti bahkan sampai mengerutkan dahinya.

"Apa ini? Kenapa ini ada ditokoku? Tunggu dulu." Javanica menemukan nama pemilik map tersebut.

Ponselnya bergetar membuat Javanica teralihkan pandangannya pada map yang ia pegang itu.

"Kebetulan macam apa ini." gumam Javanica.

Hari sudah malam, Javanica berdiri dipinggir jalan dengan membawa map coklat digenggamannya. Sesekali Javanica melihat jalanan yang sepi hanya beberapa kendaraan yang lewat. Ditambah dibawah sana ada sungai yang bising dengan air dari sungai tersebut.

"Kenapa dia ingin bertemu disini? Ini sudah larut malam. Tunggu kenapa aku menurutinya, bodoh kau Ana."

"Apa dia sedang bercanda, Wahh sungguh menyebalkan sekali."

Disisi lain Satya sedang berteriak kesal kala mobilnya mogok ditengah jalan, padahal sebentar lagi ia sampai.

"Aish bagainana ini? Pasti dia sedang menungguku."

Suara klakson membuat Satya tersentak kaget lalu melihat mobil yang melewatinya mengendarainya dengan kecepatan tinggi membuat Satya menggelengkan kepalanya heran ada ya orang yang tak takut mati.

Sampai Satya terdiam membeku, dirinya baru ingat mobil siapa yang baru melewatinya, tunggu itu kearah menuju dirinya bertemu dengan seseorang. Pikiran buruknya mulai menyerangnya tanpa menunggu lama Satya mengambil ponselnya yang ada didasboard mobilnya dan setelah itu mengunci mobilnya sebelum berlari menuju kearah dimana mobil yang ia kenali pergi.

Satya yang baru sembuh dari sakitnya pun tentu saja dirinya tak bisa berlari dengan sekuat tenaga sesekali kakinya terasa ngilu. Tapi mau bagaimana lagi? Dirinya harus sampai tepat waktu.

Dalam perjalanan menuju ketempat ia menemui seseorang sesekali Satya menelpon seseorang tersebut. Tapi anehnya kenapa tidak diangkat?

Jiwa MonasritaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang