Sebuah bunga mawar yang telah layu berada diatas meja kaca yang dihiasi berbagai macam hidangan makanan yang tampak begitu lezat. Pandangannya jatuh kearah bunga yang sudah layu tersebut dengan mengangkat satu alisnya bertanya, ada apa? Mengapa?
Pemilik bunga mawar layu tersebut berdehem, "Aku tidak menyukai bunga mawar, terlalu cepat layu dan warna merah bukan warna kesukaanku."
"Ya terus, apa kau tega membuang bunga secantik ini?" Tanya Aliandra.
Javanica sipemilik bunga mawar layu meraih bunganya lalu ia ulurkan kehadapan Aliandra yang tampak kebingungan. Sejujurnya Aliandra malu melihat Javanica tanpa ekspresi menyodorkan bunga mawar layu itu kepada dirinya. Bagaimana bisa seorang perempuan memberikan bunga kepada laki-laki?
Aliandra meraih bunga tersebut dengan masih kebingungan dan menahan malu ditatap banyak orang yang berkunjung direstoran ini.
"Dulu kamu menyatakan suka padaku tapi yang aku tau itu hanyalah rasa bersalahmu kepadaku. Sama halnya dengan bunga mawar berusaha tampak segar akan layu juga. Ini sebagai tanda orang yang menyimpan rahasia sebaik mungkin akan terbongkar juga."
"Maksudmu?"
"Selama ini aku diam bukan berarti tidak tau, Li. Kamu menjadikan aku sebagai pelakunya padahal kamu yang pelakunya."
Aliandra menghembuskan nafasnya dengan lelah lalu menaruh bunga mawar layu tersebut disamping cangkir coffenya.
"Vanica aku tidak ingin bertengkar kembali padamu."
Javanica terkekeh kecil lalu mendentingkan sendoknya kesisi cangkir tehnya membuat Aliandra ingin bersembunyi saja kala pandangan orang mulai terfokus kearah mejanya.
"Bertengkar, kamu yang memulainya Li. Aku juga lelah terus bertengkar sama kamu. Apalagi kamu berpura-pura bodoh dan berpura-pura tidak tau apa-apa padahal inti dari semua masalah pertengkaran ini karnamu."
"Vanica pelankan suaramu." bisik Aliandra ketika nada bicara Javanica meninggi.
"Kenapa malu?" tanya Javanica dengan tersenyum miring.
"Satu fakta yang mungkin akan terbongkar rahasia yang kau sembunyikan selama ini adalah kau pelakunya."
Aliandra menghela nafas lalu memijit pelipisnya kala pening menghampirinya mendengar ocehan Javanica yang terdengar menyudutkannya.
"Pelaku apa sih Vanica?" tanya Aliandra berusaha sabar menghadapi Javanica yang mulai memancing emosinya.
"Dinda."
Aliandra tertegun mendengar nama yang tak asing keluar dari bibir Javanica.
"Aku melihat semuanya, tampaknya Waw bukan begitu Ali!!"
Aliandra hanya mampu terdiam tanpa berani menatap Javanica, pandangannya terfokus pada bunga mawar layu tersebut.
"Selama ini aku berusaha mengerti kamu, selama ini aku berusaha melindungi reputasimu, selama ini aku menjagamu. Tapi apa? Selama ini kamu menyalahkan aku, seolah aku adalah perempuan yang paling jahat. Aku dipermalukan tapi aku diam saja dan bodohnya aku, menerima kamu setelah apa yang kamu buat padaku Li."
Decitan suara kursi membuat Aliandra terlonjak kaget apalagi melihat Javanica menghampirinya.
"Kita bicara ditempat tertutup." bisik Javanica sebelum berjalan dahulu kearah pintu luar restauran tersebut diikuti Aliandra.
"Kita akhiri semuanya Li." ucap Javanica setelah berada ditempat tertutup dari kerumunan banyak orang. Javanica memilih berbicara dengan Aliandra didalam mobilnya.
"Aku bisa disebut sebagai saksi saat itu, aku melihat semuanya apa yang kamu buat Li terhadap Dinda."
Aliandra terdiam dengan pandangan kosong melihat tempat parkiran yang sunyi, pikirannya bercabang kemasa lalunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jiwa Monasrita
Dla nastolatków"Kata mereka aku adalah seseorang yang jumawa, padahal memang begini adanya aku terlahir dengan jiwa monasrita." kata Anaphalis Javanica. Anaphalis Javanica adalah seseorang yang dingin tak tersentuh, tak suka berkomunikasi lebih lama dengan orang l...