Tiupan angin yang disertai lebatnya hujan turun membuat suasana kota seketika sepi. Namun tidak berlaku bagi pengguna jalan, masih ada beberapa kendaraan berlalu lalang diderasnya hujan.
Dan ada seorang perempuan memakai jas hujan untuk melindungi pakaiannya dari air hujan. Perempuan itu berjalan dengan santai nya sembari mendengarkan musik diearphonenya.
Tidak mempedulikan sepasang sepatu putihnya terkena genangan air yang membuat sepatunya kotor. Bahkan rambut hitam sebahunya sedikit terkena air hujan membuat rambutnya terlihat repek.
Wajahnya tanpa ekspresi namun cantiknya masih terlihat jelas. Kulit nya yang putih bersih terlihat sangat jelas ketika dirinya membuka jas hujan yang ia kenakan.
"Maaf aku terlambat" katanya sembari membuka sebuah pintu minimarket lalu mulai berjalan kearah samping.
Tatapannya kosong saat menatap pantulan dirinya sendiri disebuah cermin besar terpajang disamping dekat lemari. Pandangannya ia alihkan kearah jas hujannya yang masih basah, menghela nafas lalu meraih jas hujan itu. Tanpa mengeringnya ia taruh kearah lemari lokernya, ia taruh paling bawah setelah itu menutupnya.
"Hidup seperti ini yang kuinginkan, tidak ada yang tau siapa aku dinegri ini." gumamnya sembari merapihkan pakaian seragamnya.
Perempuan itu adalah Anaphalis Javanica, rambutnya kembali seperti semula Hitam berkilau hanya saja Javanica masih mempertahankan rambutnya hanya sebatas bahunya, dirinya berada dinegri orang. Negri yang terkenal dengan sebutan negri gisaeng. Menurut Javanica negara ini adalah negara yang pantas untuk Javanica kenali. Tidak ada yang mengenali dirinya, dan dirinya bisa menggapai impiannya yang sempat terhenti ditengah jalan. Menjadi seorang penulis, kali ini bukan penulis novel melainkan penulis naskah drama.
Ada beberapa naskah dramanya yang sudah dijadikan drama ataupun film dinegara ini, Javanica sangat senang karyanya bisa disukai dinegara ini. Walaupun nama penulisnya bukan nama aslinya melainkan nama panggungnya. Javanica tetap menjadi penulis misterius tanpa menyebar luaskan wajahnya melainkan namanya saja yang terkenal.
Menatap dirinya berada didalam minimarket, mendisplay barang yang kosong dengan tenangnya. Pekerjaan ini sudah lama Javanica lakukan sedari diindonesia sebelum dirinya menjadi penulis.
Bekerja diminimarket, ini adalah pekerjaan tetap Javanica di negara korea ini. Penulis hanya pekerjaan samping, tidak setiap waktu dirinya menulis daripada tidak melakukan apapun Javanica memilih bekerja diminimarket ini.
Sebenarnya uangnya masih cukup bahkan tanpa bekerja diminimarket ini, uangnya cukup. Karna sekali dirinya menerima projek drama untuk menjadi penulisnya, dirinya diupah dengan gaji yang bisa 5 bulan gaji diindonesia.
Javanica mengusap keringat dipelipisnya lalu mulai mengangkat kardus yang bekas ia gunakan kedalam gudang. Disini pun Javanica tak mengenali siapapun tidak ada teman sama sekali. Bekerja diminimarket pun hanya dirinya dan satu pria yang sikapnya sama dengannya. Pendiam, jadi jarang Javanica berkomunikasi dengan pria asli korea itu.
Dari pagi sama sore dikorea sedang dilanda hujan yang tak ada hentikan, omset ditempat kerja Javanica pun hanya mendapatkan sedikit karna sepinya pengunjung. Javanica keluar dari minimarket tempat ia bekerja, waktu kerjanya sudah berakhir itu artinya dirinya bisa pulang dan beristirahat.
Javanica mendongakkan kepalanya melihat betapa derasnya hujan, ia ulurkan tangannya kedepan membiarkan air hujan membasahi telapak tangannya. Setidaknya hidupnya ini mengalir dengan tenang, walaupun dirinya sendirian.
Javanica mulai memakai jas hujannya lalu mulai melangkahkan kakinya meninggalkan tempat kerjanya ini. Berlari kecil menerjang hujan deras lalu berhenti tepat dihalte bus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jiwa Monasrita
Teen Fiction"Kata mereka aku adalah seseorang yang jumawa, padahal memang begini adanya aku terlahir dengan jiwa monasrita." kata Anaphalis Javanica. Anaphalis Javanica adalah seseorang yang dingin tak tersentuh, tak suka berkomunikasi lebih lama dengan orang l...