Suara detak jam memenuhi keheningan didalam ruangan, membiarkan waktu berlalu begitu saja tanpa melakukan apapun kecuali membaca sebuah buku novel.
Berada dikursi kedudukannya dengan bersender nyaman, pandangannya yang dilapisi oleh kacamatanya sangat fokus membaca buku tersebut sesekali menyeruput secangkir teh hangat.
Suara deringan mengganggu aktivitasnya membuatnya melirik kearah ponselnya, ia berdecak kesal. Bagaimana tidak? Orang yang menelponnya sudah kesekian kalinya, dirinya sangat malas untuk angkat telpon.
Mau tidak mau ia angkat telponnya lalu ia tekan loudspeaker, setelah itu ia taruh kembali ke atas meja kerjanya.
"Vanica maaf, aku baru bisa menghubungimu." ucap seseorang yang menelponnya.
Javanica hanya berdehem, pandangannya masih fokus membaca buku novel yang ia pegang.
"Jadi, maksudmu Satya sudah mengatakan kamu adalah cinta pertamanya"
"Ya begitulah Ayunda dan oh iya Ayunda aku sedang membaca bukumu."
"Bukuku."
"Kisahmu begitu menyedihkan Ayunda."
"Hmm memang menyedihkan."
"Aku tidak menyangka kalau kamu sama Nando dan Satya saudara tiri. Kenapa rasanya dunia begitu sempit ya? Saling terhubung."
"Ya memang kenapa dunia begitu sempit dan singkat. Aku kehilangan adikku lalu tidak menyangka aku masih punya saudara lain. Aku ingin berdamai tapi sulit Vanica, ya sudah Vanica sudah dulu ya. Aku lagi sibuk tanda tangani bukuku."
Javanica menutup buku yang ia baca lalu meraih ponselnya untuk memutuskan telponnya setelah itu pandangannya kearah depan yang ternyata ada Satya yang sedari tadi duduk diam memandangi Javanica dengan wajah polosnya.
Javanica menghela nafas lalu menaruh buku tersebut diatas mejanya setelah itu membuka kacamatanya. Javanica terkekeh sendiri, lalu memandangi Satya dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Kamu pandai berbohong." ujar Javanica dengan mengubah raut wajahnya datar.
Satya tertegun melihat perubahan raut wajah Javanica.
"Mana mungkin aku cinta pertamaku, sedangkan aku baru bertemu denganmu." ucap Javanica dengan tegas menatap tajam kearah Satya lalu bangkit berdiri.
"Itu hal yang mustahil." Javanica menaruh ponsel milik Andrian yang ia simpan selama ini. Masih dengan layar letak ia taruh kehadapan Satya.
Satya melihat ponsel tersebut dengan gerak gerik mencurigakan.
"Kamu ingin apa? Jangan merasa kasihan sama aku seperti kamu kasihan pada Ayunda. Kita berdua memang sama-sama kehilangan orang yang kita sayangi. Tapi bukan berarti kamu bisa seenaknya masuk kekehidupan aku. Kamu bisa masuk kekehidupan Ayunda karna kamu kakak tirinya Ayunda. Sedangkan aku mana bisa? Menjadikan aku cinta pertamamu lalu sekarang kamu mau mengejarku begitukah?"
Satya menghela nafas lalu menggelengkan kepalanya dengan mendongakkan kepalanya untuk melihat Javanica yang berdiri disampingnya.
"Aku berkata jujur, dan aku tau konsekuensinya. Kamu tidak akan mudah percaya dengan apa yang kuceritakan. Tapi yang jelas, aku bicara sejujur-jujurnya sama kamu."
Javanica tersenyum tipis lalu berjalan kembali kekursinya lalu ia duduk disana dengan pandangan yang terus menatap Satya.
"Ayolah Satya, jangan melanjutkan kebohongan ini. Aku tidak akan bisa membuka hati aku untukmu, dan sudah aku perjelaskan semalam. Kalau aku tidak mau berurusan sama pria yang banyak musuhnya. Sedari dulu kamu nakal, itu alasan kenapa aku selalu bersikap menghindarimu dan menolakmu berkali-kali."
KAMU SEDANG MEMBACA
Jiwa Monasrita
Novela Juvenil"Kata mereka aku adalah seseorang yang jumawa, padahal memang begini adanya aku terlahir dengan jiwa monasrita." kata Anaphalis Javanica. Anaphalis Javanica adalah seseorang yang dingin tak tersentuh, tak suka berkomunikasi lebih lama dengan orang l...