Cerita IX

409 53 6
                                    

Doyoung sedang berada di rumah lama milik orang tua nya. Setelah mengunjungi makam ibu nya, Doyoung mampir ke rumah lamanya untuk melihat kondisi rumah peninggalan yang diwariskan padanya.

Rumah yang sedari kecil ia tempati bersama sang ibu kini tidak terawat. Banyak rumput yang menjulang ke atas, cat tembok yang sudah terkelupas dan langit-langit rumah yang sudah menganga.

Ayah Doyoung sudah meninggal sebelum dirinya lahir. Sang ibu kala itu bertekad membesarkan Doyoung seorang diri dan saking cintanya dengan almarhum sang suami, ibu Kim tidak ada niatan untuk menikah kembali walaupun Doyoung sudah menyuruhnya.

Karena mereka hanya tinggal berdua, banyak kenangan manis yang mereka lewatkan bersama.

"Kayanya harus direnovasi deh" ujar Doyoung matanya menelurusi sudut sudut bangunan.

.

.

Pertengkaran antara Haruto dan Doyoung sudah lewat beberapa minggu namun hingga saat ini keduanya belum ada itikad baik untuk memperbaiki. Tidak ada komunikasi sama sekali diantara mereka.

Sebenarnya Doyoung gak mau masalahnya berlarut lama, dia ingin hubungannya dengan Haruto tetap harmonis dan berjalan sampai ke jenjang yang lebih serius.

"Apa aku harus ke kantornya ya?" tanya Doyoung pada dirinya sendiri.

Tanpa takut identitasnya terbongkar, ia menyambar jaket serta kunci mobil lalu pergi seorang diri ke kantor Haruto. Jalanan lenggang membuat Doyoung sampai lebih cepat.

"Permisi" sapa Doyoung dengan atribut seperti biasa masker dan topi.

"Selamat siang, ada yang bisa saya bantu?".

"Saya ingin bertemu dengan tuan Haruto" biar lebih sopan Doyoung menggunakan bahasa formal.

"Apa sebelumnya sudah buat janji?" tanya si resepsionis.

"Belum" salahkan Doyoung jika ia lupa kalau Haruto seorang CEO.

"Mohon maaf tuan, sebaiknya buat janji dulu jika ingin bertemu beliau".

"Tapi kalau boleh tahu, apakah saat ini tuan Haruto ada?".

"Ada tapi beliau sedang keluar saat ini untuk makan siang".

"Baik, terima kasih".

"Sama-sama".

Doyoung bergegas keluar dari gedung menuju parkiran. Pikirannya mengira-ira tempat makan siang yang biasa Haruto datangi. Seketika dirinya teringat salah satu restoran saat mereka janjian dulu. Doyoung langsung menyalakan mesinnya dan melesat pergi dari area perkantoran. Ia tahu harus pergi kemana.

Saat sampai ditempat tujuan, Doyoung tidak langsung keluar. Ia berdiam diri seperti sedang mengawasi seseorang dari dalam mobil.

Dua pulu menit.

Tiga puluh lima menit.

Tangannya terus mengenggam stir mobil dengan erat seraya berkata "semoga perkiraanku salah".

Lima puluh menit kemudian, keluarlah sosok pria berbadan tinggi dengan setelan jas yang rapi keluar bersama seorang pria yang tinggi nya hampir sama. Doyoung akui, pria yang saat ini sedang berjalan dengan pujaan hatinya memiliki wajah yang sempurna. Tangan kanan Haruto berada dipinggang pria disampingnya seperti sedang menuntun jalan.

Iya, lagi-lagi Doyoung harus menyaksikan Haruto jalan dengan pria yang sama saat di cafe dan di restoran mewah. Melihat pemandangan tak mengenakkan didepan mata, badan Doyoung langsung melemas.

Terdengar suara isakan tangis didalam mobil. Rasa sakit, kecewa, marah bercampur jadi satu. Doyoung harus menepis pikiran-pikiran positifnya bahwa Haruto tidak berselingkuh tapi fakta yang terjadi kini tidak demikian.

HARUSKAH !!! (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang