Part 2: Meet (Again)

985 94 51
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

"Waktu dan semua hal yang telah berlalu, jangan menjadikan hidupmu tertahan untuk terus berada di titik itu. Hidup ini berputar, dan pastikan kau memberikan yang terbaik di setiap putarannya."

-Naura Himmatul Kaafi-

🕊️

"Assalamu'alaikum," sapanya ketika sampai di depan pagar bambu. Ia tersenyum mengamati taman kecil yang ia buat di sekitar rumah budenya. Tanpa menunggu jawaban dari penghuni di dalam, ia segera melangkah masuk setelah menepikan sepeda di halaman belakang.

"Ibu?" Ia memanggil bidadari surganya, namun tidak ada jawaban. Ia kembali memanggil nama lain, namun tetap saja suasana di bangunan sederhana itu masih senyap.

"Kemana mereka?" pikirnya bingung. Tidak biasanya, setiap kamar yang ada di rumah itu kosong. Di jam seperti ini, pasti mereka tengah istirahat atau membuat makan siang. Sebelum rasa penasarannya makin tinggi, ia segera mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang.

"Halo, ibu dimana? Kok rumahnya nggak dikunci?"

"Maaf, Nak. Tadi Ibu buru-buru,  nenekmu kambuh lagi," beri tahu seseorang di seberang.

Wanita itu menutup mulutnya karena terkejut dengan kabar yang baru saja didengar. Padahal, hari ini ia dan keluarga ibunya sudah berencana untuk membawa sang nenek yang hampir tiga hari di rawat di sana.

"Aku akan segera ke sana, Bu."

Setelah menutup panggilan, wanita yang masih memakai kaos lengan panjang itu segera berlari ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Tanpa mengisi perutnya yang masih kosong, ia lantas mengambil tas kecil dan bergegas keluar mencari tukang ojek.

Menghabiskan waktu setengah jam dari rumah ke rumah sakit, wanita itu berhasil sampai gerbang rumah sakit dengan selamat. Selepas membayar ongkos, ia langsung masuk menuju ruangan neneknya. Sebelum itu, ia sempat membeli makanan di kantin rumah sakit untuk ibunya.

"Ibu," panggilnya setelah mengenali punggung di depannya. Ia langsung meletakkan plastik yang dibawa di atas nakas.

"Naura," balas ibunya langsung mengusap sisa air di pelupuk mata.

Naura langsung memeluk sang ibu demi menenangkan perasaannya. "Bagaimana keadaan nenek?"

Wanita kepala tiga itu menggeleng seraya melihat ke arah samping, tempat sang nenek tengah istirahat. Naura pun melihat ke arah yang sama.

"Nenekmu baru selesai diperiksa, Nak. Sekarang tinggal menunggu hasil pemeriksaannya. Semoga nenekmu baik-baik saja, ya."

"Aamiin," sambung Naura mengelus pundak sang ibu.

Sebenarnya, ia tidak bisa menahan air matanya melihat kondisi sang nenek yang semakin hari semakin melemah, tapi ia harus kuat. Naura tidak mau, kesedihan ibunya akan bertambah jika ia juga bersedih. Sekarang, ia hanya perlu sabar dan menguatkan orang-orang di sekitarnya.

"Pakde mana, Bu?" Ia mencari pria yang menjaga neneknya dari kemarin.

"Dia keluar sebentar, Nak."

"Dengan Bu Marwa?" panggil seseorang dari balik pintu dengan stetoskop tergantung di lehernya. Kedua ibu dan anak itu menoleh bersamaan.

"Iya, Bu Dokter. Saya sendiri. Ada apa, ya, Bu?" Wanita yang berdiri di samping Naura menyahut.

"Bisa bicara sebentar?" tanya dokter itu. Marwa mengangguk. "Temui saya di ruangan, ya."

Pembantu Halal [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang