بسم الله الرحمن الرحيم
"Meskipun saya menyukainya, tapi jika orang lain adalah jodohnya, rasa cinta saya bisa apa?"
-Arkaritma Prayudha-
🕊️
Fajar di ufuk timur belum benar-benar menampakkan diri ketika dua manusia itu tengah sibuk memasukkan barang-barang ke dalam bagasi. Hari ini, Alby dan Naura akan kembali ke Jakarta karena mereka tidak bisa meninggalkan pekerjaan mereka di sana. Terutama Alby. Dia sudah hampir tiga hari meminta dokter Juan untuk menggantikannya sementara ia menemani istrinya di desa.
"Ibu enggak mau ikut ke rumah?" tanya Alby pada mertuanya. Sejak kemarin, ia sudah berusaha membujuk Marwa agar ikut bersama mereka, tapi Marwa selalu menolaknya dengan halus.
"Ibu harus mengurus sawah peninggalan nenekmu, Nak. Lagi pula, ibu di sana mau ngapain? Pekerjaan ibu ada di sini," ujarnya setiap kali mendapat penawaran dari Alby.
"Ibu titip putri Ibu, ya, Nak. Ibu tidak mau dia kenapa-kenapa," pinta Marwa begitu tulus sampai-sampai ia menggenggam tangan menantunya.
"Bu, kok ngomongnya gitu? Naura enggak akan kenapa-kenapa. Aku bisa jaga diri. Seharusnya Naura yang bilang begitu sama Ibu." Naura menimpali. Perempuan itu langsung memeluk ibunya erat.
"Kalau ada apa-apa, langsung telpon Naura, ya, Bu. Pokoknya Ibu enggak boleh capek-capek." Naura melerai pelukannya dan menatap sang ibu dengan lekat.
"Iya, Nak. Ibu enggak akan bekerja terlalu keras. Kamu jaga diri, ya, Sayang."
Naura mengangguk. Kini pandangannya teralihkan pada seseorang yang berdiri di samping ibunya. "Mbak Yul, titip Ibu, ya. Pokoknya apapun yang Ibu lakuin, kabari aku."
Sosok yang dipanggil Yuli itu tersenyum. Dia adalah satu-satunya sepupu yang belum menikah. Maka dari itu, Naura meminta Yuli untuk tinggal bersama ibunya agar sang ibu tidak kesepian.
"Tenang aja, Ra. Mana mungkin aku biarin Ibu kenapa-kenapa," balasnya meyakinkan.
"Terima kasih, ya."
"Sama-sama. Kamu baik-baik di sana. Turuti apa kata suamimu. Jangan nakal-nakal." Yuli memberi nasehat.
"Iya."
Setelah menghabiskan waktu hampir sepuluh menit untuk berpamitan, kedua pasangan itu pun benar-benar pergi setelah mengucap salam.
***
Jarak antara desa tempat tinggal Naura dengan tempat tinggal Alby terbilang cukup jauh. Butuh waktu hampir empat jam untuk mereka sampai di rumah Alby. Akibatnya, Naura yang tidak bisa menahan kantuk akhirnya tertidur pulas.
Mereka baru tiba di halaman rumah sekitar pukul sepuluh pagi. Begitu sampai, mereka langsung disambut oleh bi Nur yang memang sudah menunggu mereka sejak tadi.
"Alhamdulilah, Den Alby sudah pu-"
"Bi, ssstt ...." Alby langsung menempelkan telunjuknya ke mulut agar suara bi Nur tidak menganggu tidur istrinya. Beruntung, wanita itu langsung paham dan spontan menempelkan telunjuknya juga. Sama seperti Alby.
"Alhamdulilah, Den Alby sudah sampai," ulang bi Nur dengan berbisik.
"Barangnya Naura ada di bagasi, Bi. Minta tolong dibawakan ke kamar saya, ya," pinta Alby yang juga ikut berbisik.
Wanita paruh abad itu langsung mengangguk dan berjalan ke belakang. Dibantu pak Rudi, semua barang milik Naura berhasil dibawa masuk. Tinggal pemiliknya yang masih belum membuka matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pembantu Halal [TERBIT]
SpiritualAlby yang suka ketenangan, dan Naura yang selalu membawa keramaian. Bagaimana jika mereka disatukan? Bagi Naura, Alby hanyalah laki-laki dingin, tegaan, dan hanya sering berbicara dengan ikan hiasnya. Sedangkan dimata Alby, Naura hanya wanita yang s...