Part 18: Sebuah Jawaban

672 73 27
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

"Laki-laki yang baik bukanlah dia yang dengan gampangnya mengucap kata cinta dan mengajak pada hal yang dilarang agama. Tapi, laki-laki yang baik dan benar imannya adalah dia yang berani mendatangi rumahmu, meminta kamu pada orang tuanya, dan siap membimbing kamu menuju ridho-Nya. Yang paling penting, dia mau menerima apapun kelebihan dan kekurangan yang ada pada diri kamu."

-Pembantu Halal-

🕊️

Toko tempatnya bekerja itu terasa sepi sejak Zuhur tadi. Biasanya jam segini, beberapa orang masih berlalu lalang mencari bunga untuk diberikan kepada keluarga ataupun orang istimewa. Namun, hari ini Naura merasa lebih banyak duduk daripada bergerak. Buket pesanan pelanggan pun sudah diantar oleh pegawai yang lain karena dia harus membantu bu Sintya membawa bunga-bunga yang baru tiba.

Perempuan berkaos panjang warna navy itu kembali menghela napas  dengan tangan kiri menopang dagu. Mungkin karena bosan, ia berpikir untuk berkeliling melihat bunga-bunga yang baru datang di toko itu.

"Permisi. Boleh pesan mawar merahnya?"

Suara itu sukses mengalihkan perhatiannya. Ketika membalikkan badan, keterkejutannya seketika muncul ke permukaan. Ia tidak percaya bisa bertemu dengan sosok itu lagi.

"Dokter Yudha," panggilnya.

Sosok itu juga sedikit terkejut melihat dirinya. Terlihat dari kedua alis tebalnya yang terangkat bersamaan.
"Naura. Eh, maaf, ya. Saya kira kamu pegawai di sini," ujarnya merasa tidak enak karena mengira Naura adalah pekerja di toko bunga itu.

"Kenapa minta maaf, Dok? Saya memang kerja di sini." Naura memberi konfirmasi.

"Oh, ya? Kok bisa kebetulan gini, ya?" kata Yudha diakhiri tawa kecilnya.

Naura mengangguk cepat. "Biasanya, kebetulan itu cuma terjadi sekali, Dok. Kalau keseringan terjadi itu namanya takdir."

"Apa takdir kita sama?" tebak Yudha dengan senyumnya. Senyum yang membuat Naura nyaris tidak berkedip.

"Eum. Tadi Dokter mau beli mawar merah 'kan? Biar saya siapkan, ya. Dokter tunggu di dalam saja," kata Naura sebenarnya sedang mengalihkan pembicaraan. Ia tidak mau menafsirkan apapun dari ucapan Yudha tadi.

Yudha tersenyum melihat tingkah Naura. Ia pun mengikuti langkah perempuan itu ke dalam. Sembari menunggu Naura selesai menyiapkan pesanannya, Yudha diam-diam mengeluarkan ponsel dan mengambil foto seorang perempuan yang sedang sibuk dengan bunga di kedua tangannya.

Sebelum ketahuan sedang melakukan paparazi, Yudha lekas memasukkan benda itu lagi. Ia berpura-pura bersenandung kecil agar perempuan itu tidak curiga.

"Ini, Dok, bunganya." Naura menyodorkan bunga itu pada Yudha.

"Terima kasih, Ra. Semuanya berapa?"

"Tidak usah, Dok," balas Naura membuat kening Yudha mengerut heran.

"Kenapa tidak usah?"

"Anggap saja, bunga itu sebagai ucapan terima kasih saya karena waktu itu Dokter sudah memberi saya baju dan juga saran. Coba kalau Dokter enggak ngasih tau saya, mungkin sekarang saya masih punya hutang sholat sedangkan saya tidak mengetahuinya."

"Saya ikhlas memberikan baju itu."

"Saya juga ikhlas memberikan bunga itu, Dok," timpal Naura mengulang ucapan Yudha tadi.

Yudha terdiam sebentar. "Kalau begitu, saya boleh pesan satu lagi? Tapi kamu yang pilihkan untuk saya. Terserah yang mana."

Tanpa berpikir panjang, perempuan itu mengangguk dan mengambil setangkai bunga tulip warna putih. "Sepertinya ini bagus, Dok. Pelanggan banyak yang pesan bunga ini untuk pasangannya."

Pembantu Halal [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang