9. Pikirkan baik-baik

4K 609 36
                                    

Update 🙌🙌🙌

Siapa yang nungguin? Jangan lupa vote sama komentarnya ya❤️



Percikan api yang sudah menyebar karena hal kecil semakin lama semakin membesar karena terus diberi bensin sedikit demi sedikit. Gambaran itu yang sedang terjadi antara aku dan Sadwa. Kemarahan yang harusnya aku tenangkan malah semakin aku bakar dengan kalimat-kalimat yang membuatnya marah demi membela diri. Semakin lama kemarahan Sadwa semakin besar sampai tidak bisa dikendalikan. Dan yang menjadi sasaran dari kemarahannya adalah aku sendiri. Wanita yang memancing emosinya.

Ciuman kasar Sadwa membuat aku tak kuasa menahan rasa sakit di belakang kepala. Cengkeram kuat tangannya di rambutku membuat aku beberapa kali mengeluarkan rintihan sakit di sela-sela ciuman yang sedang di lakukan pria itu. Ini memang bukan ciuman pertamaku. Tapi ini─ciuman paling menyakitkan yang pernah aku rasakan.

"Sekarang kamu bisa merasakannya? Ini aku. Jangan pernah memancing kemarahanku. Ini satu dari banyak hal yang bisa aku lakukan kepada kamu saat aku marah." Sadwa menggeram. Siluet benci itu masih terlihat jelas di sepasang matanya. "Kenapa diam? Kamu takut? Baru tahu kalau aku orang kasar seperti ini?"

Aku masih tidak merespons semua kalimat yang keluar dari mulutnya. Tubuhku seakan kaku. Karena untuk pertama kalinya ada orang yang memperlakukan aku seburuk ini. Jauh lebih buruk dari ucapan mengerikan yang keluar dari keluarga besar orang tuaku.

"Kamu mengabaikanku?"

Pertanyaan itu kembali terdengar. Nadanya dingin penuh kebencian. Entah apa yang sudah aku lakukan sebenarnya sampai bisa membuat Sadwa segila ini. Padahal ini pertemuan pertama kami. Ini pertemuan setelah aku menandatangi kontrak panjang dengan pria ini. Pria yang baru beberapa hari aku kenal dari aplikasi hijau.

"Kamu masih gak mau bicara?" tanyanya lagi yang masih tak aku respons. "Kamu masih mau diam?"

Aku memejamkan mataku ketika suara keras dari tangan Sadwa yang memukul dasboard mobil. Tubuhku gemetaran. Aku memang pernah ada di situasi yang menakutkan. Dan sekarang aku kembali merasakan perasaan mengerikan ini. Dan tanpa aku sadari, tiba-tiba saja air mataku jatuh. Aku menangis, menangis begitu deras tapi tak ada suara keras yang keluar selain rintihan kecil yang menyakitkan.

"Kenapa malah menangis." Sadwa semakin murka. Aku bahkan tak berani melihat wajahnya. Aku takut. Takut sekali sampai tak bisa mengontrol isak tangisku.

"Ck sial!"

Sadwa tidak mengatakan apa pun lagi setelah umpatan terakhir itu keluar. Hening...tidak ada yang berusara di antara kami berdua. Tak ada suara apa pun yang tedengar selain suara lirih yang masih keluar dari mulutku karena isak tangis yang mati-matian ingin aku hentikan.

Aku kesal. Tidak tahu kenapa aku harusnya tak bertingkah seperti ini. Aku memaki diriku sendiri yang lembek dan cengeng. Aku tak seharusnya menangis seperti ini. Harusnya aku tetap diam di tengah kemarahan Sadwa. Aku tidak harus menunjukan kelemahanku meski itu memancing trauma masa lalu yang pernah aku rasakan.

"Kamu bisa berhenti kalau kamu mau," ucap Sadwa tiba-tiba. "Aku gak mau memaksa seseorang. Kamu punya kesempatan. Kontrak itu bisa kamu batalkan. kamu gak perlu menjadi simpananku."

Aku diam. Harusnya aku senang kan? Karena Sadwa yang meminta. Aku tak perlu memikirkan ganti rugi dari kontrak yang sudah aku tanda-tangani karena ingin memutuskan kontrak sepihak. Aneh, tapi aku tidak senang. Aku malah takut, takut kalau Sadwa memutuskan kontrak itu. Sadwa baru saja mengirimkan uang DP dari yang seharusnya aku dapatkan. Kalau kontrak itu di batalkan. bagaimana dengan uang yang sudah masuk? Bukannya aku harus mengembalikannya? Dan setelah itu? Aku akan menjadi orang yang sibuk mencari pekerjaan demi mendapatkan banyak uang untuk biaya pengobatan Nenek.

TerikatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang