18. Kami akan berlibur

3.3K 567 28
                                    

Update! Nungguin? 🙌🙌

Jangan lupa vote sama komentarnya biar aku semangat buat updatenya ya.

Btw bab baru sudah update juga di Karyakarsa ya. Selamat membaca❤️



Duduk bersama dengan pria yang memberikan aku uang bersama dengan Ibu kandungnya sendiri. Rasanya menegangkan. Apa lagi dia tidak tahu kalau sedari tadi aku bersama Ibunya. Rasanya aku sudah melanggar sesuatu. Tapi ini tidak disengaja, aku tidak tahu kalau akan bertemu Bunda Sadwa yang berakhir harus menemaninya di sini. Aku ingin menolak juga merasa serba salah karena ini juga Bundanya.

Tapi Sadwa sudah jelas tidak ingin tahu. Bagaimana cara aku menjelaskan kepada pria itu kalau pertemuan ini tak disengaja. Melihat sepasang matanya yang sedari mengintimidasiku membuatku beberapa kali meneguk ludah takut.

"Bunda permisi ke toilet dulu ya. Kalian mengobrol saja dulu."

Aku menahan napas. Menatap kepergian Bunda dengan raut cemas. Astaga, kenapa Bunda harus pergi?

"Jelaskan, kenapa kamu bisa ada di sini dengan Bundaku?"

Aku melirik menatap Sadwa takut-takut. Tuhkan, pria itu pasti akan menanyakannya. "Anu─aku gak sengaja ketemu Bunda kamu pas pulang dari Apartemen tadi."

Satu alis Sadwa naik. "Kamu yakin? Bukan kamu yang menghubunginya kan?"

Aku menatapnya tidak percaya. "Mana ada. Aku punya nomor Bunda kamu saja gak."

"Itu benar," ujar Sadwa. "Oke, kamu gak sengaja bertemu dengan Bunda. Dan memaksa Bunda untuk berbelanja kemari?" tuduhnya lagi semakin tak masuk akal.

Aku memejamkan mataku dalam-dalam. Aku tahu aku hanya wanita simpanan. Tapi aku tidak pernah berpikir akan memanfaatkan orang lain di tengah pekerjaan ini.

"Aku gak sehina itu. Aku tahu aku bekerja sama kamu. Tapi aku gak akan melibatkan orang lain di masalah kamu dan aku."

Sadwa mengedikkan bahu. "Yakan siapa tahu. Bayaran dariku kurang dan kamu memanfaatkan Bundaku yang berhati malaikat itu."

Aku mengepalkan tanganku kuat-kuat. "Aku gak pernah memanfaatkan siapa pun. Apa lagi Bunda kamu. Kalau bisa aku juga gak mau pertemuan ini terjadi."

"Cih, gak usah sok polos."

"Aku gak─hah." Aku membuang napasku. Mencoba menahan diri untuk tak menggebu-gebu mendengar tuduhan tak berdasar Sadwa. "Kalau begitu kenapa kamu gak jelaskan saja sama Bunda yang sebenarnya?"

Satu alis Sadwa naik. "Soal apa?"

"Soal hubungan aku sama kamu. Bunda mau ajak aku kemari karena dia berpikir kalau aku ini kekasih kamu seperti yang kamu kenalkan di rumah waktu itu. jadi, kenapa gak kamu jelaskan saja sekarang kalau aku ini bukan kekasih kamu? Karena dengan begitu Bunda gak akan mau dekat-dekat denganku lagi."

Sadwa menatapku tak percaya. "Apa kamu gila?"

"Aku gak gila. Aku Cuma mau buktikan ke kamu kalau aku gak pernah memanfaatkan Bunda kamu."

Sadwa terlihat tak senang mendengar ucapanku barusan. Pria itu menatapku semakin tajam seolah aku sudah berhasil memancing kemarahannya.

"Kalian sedang ngobrolin apa?"

Aku berjengit. Dengan cepat mengalihkan tatapanku dari Sadwa ke arah Bunda yang sudah duduk kembali di kursinya.

"Sudah selesai Bun?" tanyaku, basa-basi.

Bunda mengangguk. "Hm, untung gak mengantre," katanya. "Kalian ngobrol apa tadi? Serius sekali kayaknya."

Aku meringis. Sementara Sadwa hanya diam membisu di tempatnya. Aku mendadak ingin mengatakan yang sebenarnya kepada Bunda. Rasanya aku tak bisa kalau terus-terusan dituduh yang tidak-tidak oleh Sadwa. Cukup menjadi simpanannya saja, aku tidak mau berurusan dengan keluarga pria ini.

TerikatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang