10. Datang ke tempatku

4.2K 603 20
                                    

Haiiioooo update!! Siapa yang nungguin!?

Jangan lupa di support dengan vote dan komentar kalian ya sayangku❤️




Gelisah, cemas dan takut. Perasaan itu bercampur menjadi satu hal yang sedang aku rasakan sekarang. semua terjadi setelah Sadwa dengan tegas memintaku untuk kembali memikirkan keputusan yang sudah aku berikan. Dia tidak mau menerima itu. Malah memberikan aku waktu lagi untuk memikirkannya. Apa yang sebenarnya ingin dia dengar? Apa dia sengaja mengulur waktu karena tak mau bertemu denganku? Apa dia sudah muak denganku makanya dia menyuruhku untuk memikirkan ini lagi?

Aku menggeleng gusar. Itu tidak boleh terjadi. Aku tidak boleh kehilangan pekerjaan ini. Bagaimana lagi aku mendapatkan uang banyak kalau bukan dengan cara ini? Kalau aku kembali mencari orang lain untuk menjadi simpanan. Belum tentu mereka mau.

"Mbak Ersa."

Aku mengerjap. Mendongak menatap Rumana yang sudah berdiri di depan pintu kamar yang setengah terbuka.

"Mbak lagi apa? Dari tadi aku panggil gak nyahut-nyahut," lanjutnya.

Aku meringis. Benarkah Rumana memanggilku? Kenapa aku sama sekali tidak mendengarnya? Apa karena aku terlalu sibuk dengan pikiranku sampai panggilan adikku itu tak terdengar.

"Ada apa Rum?"

"Di panggil Nenek Mbak."

"Oh, iya tunggu."

Aku turun dari atas tempat tidur. Buru-buru bergegas ke tempat di mana nenek sedang duduk menungguku.

"Ada apa Nek?" tanyaku. Duduk di samping wanita yang begitu aku cintai.

Nenek tersenyum. "Kamu sudah makan?"

Aku mengangguk. "Sudah Nek. Kenapa? Nenek belum makan? Mau aku belikan makan?"

Nenek menggeleng. "Ndak Nak. Nenek sudah makan kok. Nenek cuma mencemaskan kamu saja. Kamu sibuk sekali belakangan ini. Pasti lelah ya."

Aku tersenyum kecil lalu mengusap tangan nenek yang sudah keriput. "Lelah juga sudah biasa. Namanya juga kerja pasti lelah Nek. Tapi Nenek tenang saja. Aku kan anak kuat. Lelah mah cuma hal kecil buatku."

Tangan Nenek terulur lalu menggenggam satu tanganku. Tangan keriput dan hangat itu mengelus lembut telapak tanganku.

"Kamu pasti sudah sangat bekerja keras selama ini, maaf Nenek gak bisa banyak membantu. Malah membebani kamu."

Aku berdecak. "Apasih Nek. Jangan bilang begitu. Nenek sama sekali gak membebani aku. Justru Nenek kebanggan aku. Tanpa Nenek, mungkin aku sama Rumana gak punya tempat tinggal."

"Iya. Nenek jangan bilang begitu. Nenek bukan beban. Nenek adalah kesayangan kami," tukas Rumana ikut sebal mendengar ucapan Nenek.

Nenek tersenyum geli. "Nenek bersyukur bisa membuat tempat tinggal untuk kalian berdua. Gak terasa, sekarang kalian sudah dewasa. Padahal dulu kamu masih sangat muda. Begitu juga dengan Rumana, masih sangat kecil sekali. Nenek benar-benar bersyukur punya cucu seperti kalian. Berkat kalian Nenek gak sendirian di rumah."

"Selama masih ada kami. Kami janji Nenek gak akan pernah sendiri," ujarku semangat.

"Ya, itu benar!" Rumana ikut menimpali. Dia pun tak kalah semangatnya dariku.

Nenek tertawa. Tawa senang dari wajah keriputnya membuat aku mau tak mau ikut tersenyum bahagia.

"Terima kasih. Nenek senang sekali mendengarnya. Semoga sampai Nenek gak ada pun, kalian akan tetap kompak dan saling tolong menolong berdua."

TerikatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang