24. Mengikutimu

3.9K 516 33
                                    

Update gais!! Siapa yang nunggu!? 🙌🙌

Warning rate (M) ya gais! Jangan lupa vote dan komentarnya ❤️



Aku mencoba untuk tenang. Meski aku tahu setelah ini sesuatu besar akan terjadi. Di dalam hati kecilku masih sedikit berharap kejadian itu tak akan terjadi meski kemungkinannya kecil. Karena mau bagaimana pun aku tak mungkin bisa protes atau menolaknya.

"Kamu yakin mau balik Sad? Kita baru duduk beberapa menit." Ravi tiba-tiba bicara. Pria itu mencoba menahan Sadwa untuk tetap di sini.

Wajah Sadwa yang tadi begitu dekat denganku perlahan menjauh seiring menoleh ke arah Ravi yang ada di belakangnya.

"Mau bagaimana lagi? Dia menjemputku."

Ravi mendengus malas. "Sejak kapan kamu mau menuruti ajakan seseorang? Aku pikir hanya Crys─"

"Gak usah menyebut nama itu," potong Sadwa.

"Ops, sorry."

Dahiku mengerut. Kalimat Ravi yang belum selesai membuatku begitu penasaran. Kenapa Sadwa menghentikan ucapan Ravi? Crys? Siapa? Siapa yang coba Sadwa sebut itu? Ck, dan kenapa aku begitu ingin tahu?

"Ayolah Sadwa. Kita belum bersenang-senang, kenapa kamu malah ingin pergi," rajuk salah satu wanita yang tadi duduk di paha Sadwa.

Wanita yang satunya ikut menyahuti. "Itu benar. Kenapa kamu harus ikut dengan wanita itu? Di lihat dari penampilannya saja─" wanita itu menatapku dari atas sampai bawah. "Dia jauh dari tipe ideal kamu."

Kerutan di dahiku semakin dalam. Apa maksudnya itu? Dia baru saja membandingkan aku dengannya? Yang benar saja. Tipe ideal Sadwa? Memang siapa juga yang mau jadi tipe idealnya.

"Itu benar. Bukannya kamu gak begitu suka dengan wanita norak seperti itu? Kenapa kamu harus pergi dengannya sementara di sini ada kami berdua yang cocok dengan tipe ideal kamu?" lanjut si wanita satunya.

"Gak aku sangka tipe idealnya seperti ini," desisku tanpa sadar.

Aku terdiam ketika mereka semua menatapku. Termasuk Sadwa. "Apa yang baru saja kamu katakan?"

Aku mengerjap. "Aku gak bilang apa-apa."

Sadwa mendengus. "Apa kamu pikir aku gak mendengarnya? Tipe ideal seperti ini? Apa maksudnya?"

Aku terkejut. Tidak menyangka kalau apa yang aku katakan tadi bisa didengar. Aku merasa kalau aku hanya sedang bergumam saja tadi.

"Itu─"

"Kamu iri karena kamu gak masuk tipe ideal Sadwa ya? Kasihan, kalau gak cantik seenggaknya gak usah sok memonopoli orang lain. Kamu pikir Sadwa mau sama kamu?" sindir wanita berambut blonde yang tadi duduk di paha Sadwa.

"Dia gak tahu kalau kita primadona di sini. Semua pria bahkan mengantre menginginkan duduk bersama," lanjut wanita satunya.

"Wajar saja dia gak tahu. Di lihat dari penampilannya saja dia seperti wanita norak dari Desa yang baru masuk ke kota."

"Memang kalau aku sudah lama berada di sini aku mau jadi kalian?" semburku, mendadak tak suka mendengar ejekan mereka. Memang sih aku tak ada bedanya dengan mereka. Tapi aku terpaksa, aku juga tak merugikan siapa pun apa lagi sampai menghina orang lain.

"Apa yang kalian banggakan sih? Bukannya kalian jualan jasa di sini? Sekali pun ada banyak pria yang menginginkan kalian. Mereka hanya melihat kalian berdua sebagai barang yang sedang dijual, bukan permata yang ingin di simpan."

Suara tepuk tangan tiba-tiba terdengar. "Wah, aku gak sangka kamu bisa bicara seperti itu, Ersa."

"Kamu─"

TerikatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang