49. Gak akan memaksa (21+)

4.8K 385 13
                                    

Update gais!

Di Karyakarsa juga bab baru untuk S2 sudah update ya! Yang mau baca cepat bisa langsung ke sana aja ❤️❤️

Happy reading 😚


Perubahan Sadwa setelah obrolan di rumahnya hari itu benar-benar signifikan. Dia tidak seperti dulu yang akan menghubungiku di saat dia sedang butuh. Bahkan ketika tak ada tujuan sekalipun, Sadwa sesekali menyempatkan diri untuk menghubungiku. Rasanya aneh, aku bahkan tak tahu harus mengekspresikan semua perhatian yang pria itu berikan dengan cara apa dan bagaimana?

Meskipun sekarang sikapnya seperti kekasih sungguhan. Tetap saja, Sadwa yang memintaku untuk melakukan kencan ini selama satu bulan. Lantas setelah satu bulan akhirnya akan bagaimana? Berakhir begitu saja?

Aku menggelengkan kepalaku. Harusnya aku tak perlu memikirkan itu. aku hanya perlu melakukannya sampai waktu itu tiba. Bukannya ini mudah daripada harus membayar utangku yang entah seberapa banyak kepada pria itu.

Tapi─tetap saja ini tidak mudah. Apa lagi aku sadar kalau hal ini suatu saat nanti akan menjebakku. Tidak, lebih tepatnya mungkin aku memang sudah terjebak? Dari awal bertemu dengan Sadwa, aku menahan diri untuk tak melewati batas. Beberapa kali menyadarkan diri kalau ini hanya pekerjaan saja. Harusnya sekarang pun begitu. Tapi ini rasanya beda, apa lagi perhatian yang Sadwa berikan. Terasa tulus dan nyata.

"Mbak!"

Aku tersadar. Dengan cepat mendongak melihat Rumana yang sedang memandangku dengan tatapan bingung.

"Apa? Rum?"

Rumana memutarkan kedua bola matanya malas. "Mbak kenapa sekarang jadi sering melamun sih?"

Kedua alisku mengerut. "Hah? Maksud kamu?"

Rumana menghela napas beratnya. "Iya, Mbak Ersa aku perhatikan sering melamun. Tadi saja aku panggil gak langsung noleh, padahal suaraku keras banget. Lagi mikirin apa sih Mbak?"

Aku terkesiap. Benarkah begitu? Aku tidak mendengar Rumana memanggilku selain sekali suara kerasnya tadi. Aku bahkan tak sadar Rumana sudah berdiri di depanku.

"Mbak gak mikir apa-apa kok."

"Bohong," tuduh Rumana. "Kenapa sih Mbak? Mbak gak mau cerita sama aku karena aku masih kecil?"

"Apa sih Rum, benar gak ada apa-apa kok."

Rumana menarik napas panjang. "Aku tahu selama ini Mbak selalu menahan diri. Tapi sekarang Nenek sudah gak ada, Mbak. Mbak cuma punya aku, jadi kalau ada apa-apa jangan dipendam lagi. Mbak bisa cerita sama Rumana. Ya meskipun mungkin Rumana gak bisa banyak membantu sih."

Aku menatap anak itu lama. Sejak kapan anak ini pandai berbicara. Dulu dia tidak begitu ingin tahu tentangku. Apa karena nenek sudah tak ada dia akhirnya berubah?

"Mbak gak apa-apa Rum. Cuma tadi lagi bingung saja."

"Bingung kenapa?"

"Apa lagi kalau bukan soal Sadwa─" aku menghentikan ucapanku. Melotot setelah sadar apa yang baru saja aku katakan.

Aku melirik ke arah Rumana yang memberi senyum penuh arti. Astaga, kenapa aku harus keceplosan segala sih.

"Ah, ternyata Mbak Ersa lagi ngelamunin soal Mas Sadwa," godanya.

"Ih, apa sih Rum. Bukan kok."

"Bukan gimana, tadi Mbak yang ngaku sendiri kok."

Aku meringis. Wajahku mendadak panas. Malu sekali rasanya, meski Rumana adikku tetap saja aku tak pernah menceritakan tentang pria kepadanya. Aku bahkan tak pernah berpacaran sebelumnya. Pernah sih, tapi itu dulu sekali. Bahkan sebelum aku bertemu dengan Rumana.

TerikatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang