Katakanlah patah hati itu menyakitkan. Tapi jujur lebih menyakitkan lagi kita patah hati pada apa yang tak pernah kita miliki. Kita patah karena ekspektasi yang kita ciptakan sendiri.
Ibarat kata kita menanam mawar tapi selalu tertusuk durinya.Satu minggu telah berlalu, tapi kejadian di kafe itu masih membekas diingatan Ana, dan kekacauan hatinya tidak bisa disembuhkan begitu saja. Sangat disayangkan, hari ini dia harus terpaksa ikut reoni SMK demi sahabatnya Resa.
"Udah siap?" tanya Ibra, Ana mengangguk dengan mulut yang masih menggigit roti bakar yang tadi pagi disiapkan oleh Ibra dan tangannya sibuk memasang sepatu putih yang akan dia kenakan.
"kita langsung ke SMK lo kan?" tanya Ibra dan Ana mengangguk mengiyakan.
Mereka berdua berangkat menuju sekolah lama Ana, sepanjang perjalanan Ana memikirkan tentang bagaimana dia menghadapi teman teman SMK nya. Jujur saja masa SMK ana terlalu kelam, jika bukan karena dipaksa Resa, Ana tidak akan pernah mau berhubungan dengan orang orang dimasa lalunya.
Tidak mau terburu buru, kali ini Ibra mengendarai motornya dengan sangat pelan, mereka berdua sama sama diam menikmati suasana jalanan kota.
Tak lama motor Ibra menepi, dari depan gerbang terlihat suasana sekolah yang masih sama, ramai dan memilukan. Ana menatap hampa pada bangunan yang beberapa tahun lalu menjadi saksi bisu kisah cintanya.
"Gak mau turun?" tanya Ibra.
"Eh- iya." kata Ana lalu turun dari motor.
"Nanti pulang jam berapa?" tanya Ibra sambil membantu Ana membuka helmnya.
"Ha? Oh jam tiga sore mungkin. Acaranya sampai jam lima, tapi niatnya gua mau balik duluan." jawab Ana.
"Oke, nanti kabarin aja gua jemput." kata Ibra, dan Ana mengangguk.
***
Kaki Ana berjalan memasuki gedung penuh kenangan itu, matanya menatap sekeliling begitu banyak kenangan terlintas dikepalanya. Ana berjalan menyusuri koridor menuju perpustakaan, dia akan menunggu Resa disana. Tempat ternyaman bagi Ana."Rayana!!" teriak seseorang menghentikan langkahnya. Ana membalikkan badan, menoleh pada sumber suara yang tak asing ditelinganya.
"Jihan?" kata Ana mengucap ragu pada sosok dihadapannya.
"Gilaaaa akhirnya gua ketemu lagi sama lo!!" ucap gadis itu histeris sambil memeluk Ana dengan erat. Ana tersenyum hangat mengetahui bahwa dia masih ada dalam ingatan sahabatnya.
"Mau keperpus lo, ya?" tanya Jihan, Ana mengangguk mengiyakan.
"Yaudah, gua ikut deh."
Mereka berdua berjalan beriringan, sembari membicarakan hal hal gila yang terjadi beberapa tahun lalu.
"Hustt, disini gak boleh berisik Han." ucap Ana untuk meredakan tawa Jihan saat sudah sampai diperpustakaan.
"Masih sama ya, Na." kata Jihan sambil berkeliling memutari rak rak buku yang terlihat usang. Lagi dan lagi Ana hanya mengangguk.
Ana mengambil salah satu buku yang sering ia pinjam dulu. Lagi dan lagi bibirnya tersenyum pilu, kenangan itu benar benar menyayat hatinya lagi. Ternyata belum sembuh, luka yang ia kira sudah hilang ternyata hanya tertutup beberapa hal baru yang ia terima.
"Na, lo nggak papa?" tanya Jihan saat menyadari perubahan wajah Ana yang sendu.
"Gak papa, i'm fine." ucap Ana.
"Em... Gua kira lo nggak akan dateng, Gua inget jelas gimana masalalu lo disini. Bukan cuma soal bully yang lo terima, tapi masa SMK bener bener hampir ngerusak masa depan lo." kata Jihan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rayana
Teen FictionRayana, Kisah cinta dalam diam seorang gadis yang penuh luka. Tentang Rayana dan Takdirnya. Jika mereka mengatakan cara mencintai paling indah adalah dengan mencintai dalam diam, rasanya Ana sudah khatam dengan rasa sakitnya mencinta. Akankah kisah...