RAYANA

6 0 0
                                    

Drtttt drtttt drtttt

Getaran ponsel yang kesekian kalinya membangunkan dia dari tidur, Matanya mengerjap menyesuaikan cahaya disekitarnya. Dia melihat jam dilayar ponsel dan masih pukul 02.00 dini hari.

"Iya, kenapa mah?" tanya Ibra menjawab panggilan dari sang Ibu.

"Ana, Bra. Dia gak pulang kerumah." jawab Ibunya disebrang dengan cemas.

"Gimana Ibra? Mamah takut terjadi apa apa sama Ana." sambungnya.

"Oke oke, mamah tenang dulu. Mamah udah coba nelvon Ana?" tanya Ibra.

"Udah tapi nggak ada jawaban." sahut Maya. Ibra jadi teringat kemaren sore pun panggilannya tak dijawab oleh Ana.

"Gimana, Ibra? Mama takut, Mama gagal jagain Ana. Apa kata tante Laras nanti di atas sana Bra? Mamah harus gimana?" kata Maya.

"Tenang Mah, Ibra yakin Ana bisa jaga diri. Dia udah cukup dewasa kok mah buat nanganin semuanya." jawabnya berusaha menenangkan Ibunya.

"Gak bisa Ibra! Kamu bisa ngomong gitu karena kamu gak tau gimana Ana, kamu gak kenal dia." ucap Maya sedikit kesal dengan putranya.

"Mamah khawatir sama Ana, Ibra." sambungnya, terdengar isakan lirih dari sana.

Ibra memijat pelipisnya pelan, jauh didalam dirinya dia juga menghawatirkan Ana. Gadis lugu yang pendiam, bagaimana kalau terjadi sesuatu padanya?

Ibra segwra menepis pemikiran buruk dari kepalanya, "Oke, mamah tenang ya. Pagi ini Ibra balim buat cari Ana." kata Ibra.

"Mamah tidur ya sekarang, Ibra janji Pagi ini Ibra balik." sambungnya.

Tak lama sambungan pun terputus, Ibra segera menghubungi Ana setelahnya tapi sama saja, hasilnya nihil tak ada jawaban sama sekali dari Ana. Bahkan oesan singkatnyapun tidak dibalas.

"Ah lo kemana sihh!!" kesal Ibra.

Pukul 06.00 Ibra pamit pulang dengan sang Ayah, dan langsung menuju rumah Ana setelah mendapat alamat dari Ayahnya. Iya, tadi padi Ibra menceritakan kabar tentang Ana kepada Ayahnya. Dan Ayahnya meminta Ibra untuk melihat ke kediaman Ana sebelumnya. Motor Ibra melaju kencang menerobos kemacetan begitu saja. Kini dia benar benar mengkhawatirkan Ana.

***

Motornya terhenti direpan rumah sederhana bercat putih, dia melihat sekeliling rumah yang amat sepi, memastikan kembali alamatnya lalu memberanikan diri untuk masuk kedalam.

Bisa dikatakan Rumah Ana seperti terisolasi dari dunia luar, tempatnya diperumahan kecil yang hanya ada beberapa rumah saja, dua diantaranya tidak berpenghuni. Disekitarnya masih banyak taman taman kecil yang cukup luas.

Ibra beberapa kali mengetuk pintu, tapi tak ada jawaban sama sekali. Sampai akhirnya dia memilih masuk sedniri karena kebetulan pintunya pun tidak terkunci.
Sampai didalam, Ibra mendapati kesan yang amat damai. Suasana yang tentram dan tenang. Rumah usang yang rasanya masih sangat hidup.

Langkah kaki Ibra menuju ruangan kedua disebelah dapur, yang ia yakini adalah kamar Ana. Dipintunya tertulis nama Rayana dengan gambar payung dibelakangnya. Ibra tersenyum kecil, lalu dengan pelan membuka pintunya.

Ibra bernafas lega saat melihat Ana tengah tertidur diatas ranjang kecil miliknya. Perlahan kakinya mulai masuk lebih dalam mengamati ruangan kecil yang menjadi tempat ternyaman untuk Ana.

Ruangan bernuansa lawas itu terlihat cukup rapi, ada rak buku, lemari baju, meja belajar dan tentunya kamar mandi didalam.

"Emang bener, temen dia cuma buku doang." ucapnya lirih sambil mengamati puluhan buku yang berjejer rapi disebelah lemari baju.
Matanya kembali mengedar, pandangannya menajam saat melihat satu botol obat yang terletak diatas nakas dan ia yakini adalah semacam obat tidur. Kemudian dia dikagetkan dengan adanya tiga puntung rokok didekat jendela.

RayanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang