Kini Ana telah kembali kerumah Ibra. Walau suasana hatinya sedang tidak baik, tapi Ana tidak boleh egois dia harus memperbaiki semuanya. Meminta maaf atas kehawatiran yg dirasakan Ratna, Ibu Ibra.
Malam ini mereka sudah berkumpul dimeja makan, menyantap hidangan lezat yang sudah disiapkan Ratna untuk memyambut kepulangan Ana.
"Gimana? Suka nggak?" tanya Ratna pada Ana.
Ana mengangguk antusias, bibirnya membuat seulas senyum hingga matanya menghilang. Dia menyantap makanannya dengan lahap.
"Makasih, Tan" ucap Ana dengan mulut yang masih penuh. Ratna tetsenyum melihat Ana yang sudah ia anghap sebagai putrinya sendiri.
Melihat tingkah Ana, Ibra mengusap pucuk kepala Ana dengan kasar. "Makan yang banyak." katanya, sementara Ana mendengus kesal karena rambutnya yang menjadi berantakan.
"Ibra... Jangan diganggu dong Ana nya." suara Bayu, Ayah Ibra berhasil membuat Ana menyengir lebar sebab merasa dibela disana.
"Ck. Ayah gak seru ih" kata Ibra lalu melanjutkan makannya.
Acara makan telah selesai. Ibra dan Bayu memilih berbincang didepan tv sambil menikmati cemilan dan teh hangat, sementara Ana membantu Ratna membereskan meja makan.
"Biar tante aja, Na... Kamu nyusul om Bayu sama Ibra aja gih, sana!" ucap Ratna sambill memgambil alih mangkuk yang dibawa Ana.
"Ga papa, tan... Sekali kali aku bantuin tante didapur. Hehehee..." ucapnya kembali mengambil mangkuk dari tangan Ratna dan mencucinya bersama beberapa piring kotor.
Ratna memandangi Ana dari samping, memperhatikan setiap gerak gerik Ana. Ratna tersenyum haru dan bangga mengingat bagaimana perjalan hidup Ana yang tidak mudah, apalagi saat pemakaman ibunya Ana sama sekali tidak mwnangis, entah air matanya yang sudah kering sejak dirumah sakit atau memang hatinya merasa mati saking dalamnya luka yang ia nikmati sendiri. Tapi Ratna bersyukur gadis itu bisa melalui semuanya dengan baik.
"Jangan liatin aku terus, tan... Aku jadi grogi nih..." Kata Ana yang tidak enak dipandangi Tantenya.
"Kamu cantik, Na. Makannya tante gak bosen liatin kamu." ucap Ratna menggoda.
"Ah tante bisa aja, heheee. Kalo aku cantik pasti cepet punya pacar tan. Buktinya sampe sekarang aku masih jomblo, berarti aku gak secantik itu. Heheeee" jawab Ana bercanda. Entah sejak kapan dia menjadi sedekat ini dengan Ratna, dulu rasanya cangung apalagi melihat keharmonisan keluarga ini, Ana sering minder dan tidak enak karena mengganggu kehangatan mereka. Tapi berkat kasih sayang dan perhatian yang mereka berikan Ana menjadi lebih mudah menerima semuanya, Ana merasa diterima dengan baik disini.
"Ah masa sih? Ck, cowo diluar matanya burem semua kali, Na." ucapan Ratna sukses membuat Ana tertawa lepas.
Mereka berdua tertawa dengan candaan candaan ringan, Ana merasa bebannha terlepas begitu saja.
***
"Mamah bahagia banget sama anak cewenya." kata Ibra yang mendengar gelak tawa sang Ibu yang begitu keras.
Tanpa menoleh Bayu hanya mengangguk sambil menikmati cemilan ditangannya.
"srruuppp.... Ah... Enaknya... Emang tangan mamah kamu banyak sihirnya, Bra." kata Bayu setelah menikmati teh hangat buatan sang Istri.
"Halahhh cuma teh biasa doang. Lebay amat." ucap Ibra.
"Kamu nggak tau, didalam teh ini ada kasih sayang dan cinta mamah buat papah. Makannya rasanya nikmat."
"kalo punya kamu biasa aja berarti punyamu gak dikasih cinta dan kasih sayang sama mamah." sahut Bayu.
Ibra mematap cangkir teh didepan sang Ayah, membandingkan dengan cangkir miliknya.
"Sruuupp... Ah...." Ibra meminum teh milik ayahnya.
"Kok punya papah diminum sih? Kan punya kamu yang itu" kata Bayu sambil menujuk cangkir teh disebelahnya.
"Mau bandingin doang..." Kata Ibra
"Sruupp... Ahhh..." Ibra kembali meminum teh Ayahnya, kemudian meletakkan kembali setelah secangkir teh itu tandas dihabiskan Ibra sendiri.
"Sama aja kok rasanya." kata Ibra dengan wajah tak bersalah.
"Ibra!!" sentak sang Ayah kesal.
Terjadilah berdebatan kecil yang kembali menghidupkan suasana rumah.
Momen seperti inilah yang akan dirindukan saat mereka berjauhan, karena kejadian kejadian kecil lah yang semakin mempererat ikatan kekeluargaan dan memupuk tali kasih serta cinta untuk penghuninya.
Dering ponsel Ibra terdengar membuat putra dan ayahnya itu menghentikan berdebatan kecilnya.
"Cieeee cewenya nelpon..." ledek sang Ayah.
"Ck. Bukan!!" kata Ibra sembari berjalan ke kamarnya mengambil ponsel.
"Cieee punya cewe... Cie..." lagi dan lagi Bayu semakin menggoda putra semata wayangnya yang kini telah tumbuh menjadi laki laki dewasa.
"Papah!!"
Ratna dan Ana tersenyum melihat tingkah kedua laki laki itu, memang sifat Ibra sangat mirip dengan sang Ayah yang dingin diluar namun sangat hangat didalam.
Awal bertemu dengan Ibra, Ana juga merasakannya. Ada begitu banyak sekat diantara keduanya apalagi dengan pribadi Ana yang pendiam, keduanya jarang berinteraksi satu sama lain. Hanya mengobrol seperlunya, namun dengan bantuan Ratna dan Bayu, Ibra mulai membuka diri begitupun Ana sehingga mereka bisa menjadi sahabat seperti sekarang.
"Aku langsung ke kamar ya Tante." ucap Ana. Setelah mendapat anggukan dari Ratna, Ana melangkah dengan cepat menuju kamarnya. Sementara Ratna berjalan menghampiri suaminya.
***
"Pah..." panggil Ratna. Dia menyenderkan kepalanya pada dada bidang sang suami.
"Hm..." sahut Bayu tanpa mengalihkan pandangannya dari tv.
"Pah, soal Ana. Aku dapet kabar dari bi Sri kalo tadi Heri kerumahnya. Aku takut Pah, apa kita perlu konsulin Ana ke dokter lagi? Aku takut kesehatan mental Ana akan kembali terganggu." ucap Ratna khawatir.
"Tadi? Kok Ibra ga bilang apa apa sama kita?" tanya Bayu. Ratna hanya mengangkat bahu karena tidak tahu.
Bayu melihat ke kamar Ana yang sudah tertutup rapat, "Papah lihat Ana baik baik saja, Ibra juga tidak memberi tahu apapun. Kalaupun ada masalah Ibra pasti bilang kok Mah. Mamah gak usah khawatir sekarang selain Mamah sama Papah, Ibra juga jagain Ana."
" Tapi pah, saat papah masuk rumah sakit Ana gak pulang. Makanya waktu itu aku telvon Ibra buat nyari Ana. Dan kata Ibra..."
Ratna kemudian menjelaskan apa yang dikatakan Ibra sebelumnya padanya tentang keadaan Ana yang Ibra lihat sampai Ratna harus mengungkap masalalu Ana kembali.
"Sehari setelah itu, Bi Sri pembantu dirumah Ana juga bilang hal yang sama, Pah." Ratna kembali dipenuhi rasa khawatir. Dia amat menyayangi Ana, Dia merasa bertanggungbjawab penuh atas apa yang dititipkan mendiang sahabat baiknya.
"Selama ini kesehatan mental Ana cukup baik, tidak ada hal hal yang mencurigakan atau hal aneh yang Ana lakukan. Selama tidak ada perubahan yang terlalu kentara, kita anggap semuanya baik baik saja. Kita juga harus jaga perasaan Ana, jangan buat dia sungkan dengan ketakutan dan kekhawatiran kita pada Ana."
"Kita harus percaya sama Rayana, Mah." kata Bayu berusaha menangkan Istrinya.
Mendengar penjelasan Bayu, Ratna hanya mengangguk mengiyakan. Yang dikatakan suaminya itu benar, dia harus mulai percaya bahwa Rayana bisa menangani semuanya. Dia harus meyakinkan dirinya bahwa semua akan baik baik saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rayana
Teen FictionRayana, Kisah cinta dalam diam seorang gadis yang penuh luka. Tentang Rayana dan Takdirnya. Jika mereka mengatakan cara mencintai paling indah adalah dengan mencintai dalam diam, rasanya Ana sudah khatam dengan rasa sakitnya mencinta. Akankah kisah...