"Na!! Ayo! Katanya mau cari makan!" Ucap Ibra sembari merapikan jaket denim yang ia kenakan, suaranya terdengar jelas oleh Ana yang berada didalam kamar.
Sontak Ana beranjak dari tempat tidurnya, kemudian menyambar sweeter hitam yang ia gantung di belakang pintu. Berbalik menghadap kaca, merapikan rambutnya sebentar lalu siap untuk keluar.
"Makan dimana kita hari ini?!! " Seru Ana dengan ceria.
"Gua ada restoran terenak yang pernah gua datengin. Nanti kita makan disana aja." Jawab Ibra.
"Oke, siap bos kuhhh."
Ibra berjalan lebih dulu menyambar kunci motor diatas nakas, diikuti Ana dibelakangnya.
"Siap?!!!"
"Let's go!!!" Seru keduanya sebelum motor hitam itu meninggalkan rumah.
Rasanya hari ini mood Ana benar benar bagus, selain cincin bundanya yang kembali berada di genggamannya dia juga mensyukuri banyak hal salah satunya adalah sahabat yang begitu baim pada dirinya.
Lampu jalanan terlihat sangat menenangkan, suasana kota saat malam memang benar tak pernah mengecewakan.
Ana bahagia, lengkungan bibir itu tercetak jelas bahkan Ibra juga melihatnya dari kaca spion motornya.
"Gua harap tawa lo gak akan pernah hilang. " Batin Ibra dengan tulus.
30 menit mereka sudah sampai di restoran yang klasik, menyuguhkan tampilan serta beberapa aksesoris antik. Lampu yang temaram semakin menambah kesyahduan suasana dan orang orang penikmat angin malam.
"Ayok! " Ajak Ibra setelah memarkirkan motornya.
Ternyata cukup ramai, mereka memilih untuk duduk di meja pojok paling ujung. Selain untuk mendapat suasana paling nyaman, Ibra juga memahami bahwa Ana adalah manusia yang malas berinteraksi dengan manusia lainnya alias si introvert yang malas bertemu orang.
Ibra memesan menu, sementara Ana asik memotret beberapa hal yang menurutnya menarik, seperti lukisan dinding, vas bunga, atau lampu luar yang terlihat dari jendela.
"Na," Panggil Ibra.
"Bagus gak tempatnya? " tanya Ibra. Padahal tanpa Ana menjawabpun Ibra sudah melihat seberapa tertariknya Ana pada tempat ini.
"Bagus bagus, gua suka." Jawab Ana dengan pandangan yang masih mengedar.
"Gua sempet bilang kan ke lo kalau gua ada proyek bareng sama bang Akbar, "
Ana mengangguk, menunggu Ibra melanjutkan ucapannya.
"Rencananya kita mau buka kafe gitu. Udah milih tempat si, tinggal renovasi dikit. Nanti kalo udah selesai lo gua ajak ke Grand opening kafenya."
"Wahhh ternyata ya lo diem diem gerak juga. Kirain pengangguran doang. Heheeee"
"Enak aja!! Gini gini gua juga mau bikin bangga orang tua! "
"Gua yakin nyokap bokap lo bangga sama lo. " Ucap Ana.
Senyum lebar Ibra memgembang begitu saja, "Thanks ya... "
Tak lama pesanan mereka datang, keduanya menikmati makanan dengan sesekali bertukar candaan.
Tawa Ibra perlahan menghilang, matanya fokus pada objek bergerombol di meja depan."Kenapa? " Tanya Ana lalu menoleh, mengikuti arah pandang Ibra.
"Oh... Cuekin aja." Kata Ana lalu kembali menikmati makanannya.
"Gak usah diliat!" Ucap Ana saat Ibra kembali memperhatikan satu keluarga yang terlihat bahagia. Didepan sana terlihat Harus, ayah Ana bersama keluarga barunya bersama sosok yang ia dambakan dalam diam
KAMU SEDANG MEMBACA
Rayana
Teen FictionRayana, Kisah cinta dalam diam seorang gadis yang penuh luka. Tentang Rayana dan Takdirnya. Jika mereka mengatakan cara mencintai paling indah adalah dengan mencintai dalam diam, rasanya Ana sudah khatam dengan rasa sakitnya mencinta. Akankah kisah...