Hujan Kelam

1 0 0
                                    

"Ibra udah berangkat, Tan? " Tanya Ana pada Ratna sembari menyantap sarapan yang tantenya sudah siapkan.

"Iya udah tadi pagi banget, dia tadi nitip berkas buat kamu. Katanya suruh ngasih ke Akbar atau siapa lah tadi, tante lupa." Ucap Ratna.

"Ohhh iya, makasih tan."

"Ana langsung berangkat ya... " Pamitnya kemudian menyusul Ratna yang sedang mencuci bekas sarapan untuk bersalaman.

"Iya, hati hati ya jangan pulang kemaleman."

"Iya, Assalamualaikum."

Sepanjang perjalanan Ana terus memberikan umpatan pada Ibra. Padahal sudah diberi tahu semalam bahwa ia enggan bertemu Akbar, tapi ini? Dia menyuruhnya untuk memberikan kerjaannya pada Akbar?

"Emang dasar Ibra kampret!!" Umpatnya kesal.

Sesampainya di kafe, seperti biasa Ana mengganti pakaian dan melakukan pekerjaannya. Hari ini pengunjung sangat padat, baru pukul 09.00 saja dia belum bisa mengistirahatkan kakinya. Mondar mandir membawakan pesanan dan membereskan meja yang kosong, entah dia harus bersyukur atau merasa kesal karena tenaganya terkuras habis habisan.

Tanpa Ana sadari dari luar ada seorang yang memperhatikan setiap gerak geriknya. Dari mulai dia keluar rumah hingga bekerja, orang itu masih memperhatikannya dari kejauhan.

Pukul 12.30 pengunjung sudah mulai berkurang membuat Ana bisa sedikit bernafas mengistirahatkan kakinya. Lalu ia teringat tugas yang diberikan Ibra, lagi dan lagi dia menggerutu kesal.
Mau tidak mau akhirnya Ana memberanikan diri menghubungi Akbar melalui pesan teks.

Me:
Halo, kak... Selamat siang....

"Aishhh enggak enggak, resmi banget sii kaya operator pulsa." Ucapnya setelah memperhatikan ketikannya, dia kembali menghapus dan membenahi pesannya beberapa kali melakukan hal tersebut sampai dirasa cocok untuk dikirim pada Akbar.

"Ya... Gini aja." Ucapnya setelah menyelesaikan pesan yang akan ia kirim

Me:
Kak Akbar, ini Ana. Ibra nitipin berkas buat kaka bisa ketemu di tempat aku kerja aku?

Degup jantung Ana kembali berdetak diatas normal setelah memencet icon kirim dan pesannya benar terkirim pada Akbar. Padahal hanya pesan singkat yang tidak intim tapi dia tidak bisa mengendalikan dirinya sendiri.
Tak lama ponselnya berbunyi, Akbar membalas pesannya.

Ka Akbar:
Nanti malem, jam 8 aku kesitu. Sekarang lagi ada urusan.

"Yahhh ngelembur ini mah, harusnya pulang jam lima malah harus nunggu ka Akbar sampe Malem." Ucapnya setelah membaca balasan Akbar.

"Kalo bukan karena Ibra, ogah banget ih." Gerutu Ana.

Setelah selesai shifting Ana duduk santai di atap kafe yang memang disediakan ruang untuk pelanggan. Namun karena jarang ada pelanggan yang naik ke atas jadi ia gunakan ruangan ini sebagai tempat istirahatnya.

Ia menikmati ice coffe late dengan pemandangan kota yang damai, sinar jingga yang menembus cakrawala menambah ketenangan dalam setiap mata yang memandang.

Ponselnya bergetar beberapa kali, ia melihat nama Tantenya dilayar.
Ah iya! Dia baru ingat belum memberi tahu tantenya bahwa ia pulang larut hari ini.
Tak lama Ia langsung menelfon Ratna.

"Halo tan" Ucapnya saat sudah tersambung.

"Kok belum pulang, Na?"

"iya maaf ya... Tandi ga ke angkat ya. Hari ini Ana pulang telat ya tan, kayanya maleman baru sampe rumah, soalnya mau ada perlu sama kak Akbar."

RayanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang