Tired of being a Brother

1.1K 166 17
                                    

Hamal mengusap mukanya lelah.

Dia tatap tiga ranjang rumah sakit yang berjejer rapi di hadapannya. Di masing-masing ranjang terdapat ketiga adiknya yang di setiap lengan adiknya terdapat sebuah infus.

Nafasnya berhembus pelan.

Akhirnya, jagoan di keluarga mereka tumbang juga.

Mungkin sang jagoan terlampau lelah karena selama tiga hari ini hidup dalam bayang-bayang kecemasan.

Dua orang yang tumbuh dan berkembang bersamanya di dalam rahim sang Mimi, satu persatu tumbang pada hari yang sama. Menjadikan Staria, jagoan milik keluarganya harus menahan rasa cemas dan sedihnya sendirian.

Hingga pada saat Staria mendapatkan kabar bahwa Starla telah siuman dari komanya dan Stella yang panasnya berangsur-angsur menurun, Staria mendaratkan pelan kepalanya lelah di bahu Hamal. Melepaskan semuanya yang dia pendam sendirian selama tiga hari ini di bahu Hamal dan berakhir pada sang jagoan yang turut berada di antara kedua saudara kembarnya.

Hamal tersenyum pelan, tidak habis pikir sekaligus lucu.

Hamal sudah terbiasa melihat Staria dan Starla sakit dalam waktu yang bersamaan. Tapi tidak pernah melihat Stella juga turut serta ikut dalam agenda ayo kita sakit sama-sama dan buat heboh orang rumah bersama kedua kembarannya.

Mungkin ini yang dikatakan sebagai ikatan saudara kembar?

"Abang"

Hamal menoleh mendapati Adara kini berjalan menghampirinya, "ga istirahat lagi?" tanya Adara

"Belum Pi" jawab Hamal sembari mendesah pelan, "roller coaster banget hidup aku tiga hari ini, ujung-ujungnya mereka bertiga sakit barengan" keluhnya

"Mungkin ini bisa jadi salah satu cara untuk memperkuat telepati mereka sebagai anak kembar Bang"

"Emang ada yang prosesnya dramatis banget kayak mereka bertiga ini?"

"Ya ada, tuh buktinya adek-adek kamu"

Lagi-lagi Hamal tersenyum.

Benar.

Emang setiap kehidupan pasti ada saja drama-drama yang tidak terduga seperti yang dialami oleh keluarganya.

"Mimi udah pulang Pi?"

"Udah, baru aja di jemput sama Pak Agus" jawab Adara, "kasihan Mimi kamu, tiga hari ini kayaknya kurang istirahat dan banyak pikiran" ucap Adara lagi, "juga banyak kebanyakan nangis karena cemas dengan keadaan Arla tapi disaat bersamaan Mimi kamu ga bisa ninggalin Stella, meskipun sebentar aja"

"Harusnya Mimi ga usah khawatir" ucap Hamal, "kan ada Hamal yang jagain Arla dan Aria di sini"

"Iya Bang, tapi kan tetap aja namanya seorang Ibu ga bisa berhenti buat khawatirin anaknya" jawab Adara

Hamal mengangguk menyetujui ucapan Adara.

Memang mau seberapa sering pun Hamal mengatakan kepada Miminya untuk tidak perlu khawatir, namun yang namanya Ibu tidak akan mungkin untuk tidak mengkhawatirkan kondisi anaknya.

"Terima kasih banyak ya Nak" ucap Adara, "di saat genting kayak gini baik Pipi maupun Kakak kamu malah lagi ada kerjaan di luar kota, kamu jadi terpaksa menghandle semuanya sendirian"

"Sudah jadi tugasnya Hamal kan Pi sebagai anak laki-laki tertua kedua setelah Kak Tara untuk bisa gantiin posisi genting kayak gini?" jawab Hamal yang disetujui oleh Adara

"Hamal baru lima belas menit bimbingan dengan dosen pembimbing Hamal sewaktu dikabarin Arla kecelakaan itu" cerita Hamal, "untung aja bapaknya baik dan ngizinin Hamal untuk bisa ke rumah sakit saat lagi bimbingan"

[α] A Lost Sister | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang