16.

1.1K 68 2
                                    

Tidak semua yang tersembunyi adalah hal buruk, karena mungkin dengan kau tidak tau dapat meminimalisir rasa sedih yang akan kau rasakan.

~deka.




Hari-hari terlewati dengan begitu cepat, bahkan tanpa afgan sadari seminggu telah terlewati sejak ia keluar dari rumah sakit kala itu, hatinya masih dihantui rasa bersalah yang mendalam karena tak bisa menepati janjinya.

Kini ia duduk seorang diri menatap kolam ikan yang penuh dengan ikan berbagai warna yang bisa dilihat dari air yang begitu jernih bagai kaca, meskipun pandangannya menatap kolam namun pikirannya melayang tak tentu arah menimbulkan banyak pikiran negatif hinggap dikepalanya.

"apa yang sedang kau pikirkan baby?" suara dari deka mengalihkan atensi afgan kearah abangnya yang paling hangat.

"abang apakah menurutmu salah jika ada orang yang mengingkari janjinya karena ada orang lain yang melarangnya?"

Pertanyaan dari afgan langsung dipahami deka, ia tau jika adiknya merasa bersalah karena anak itu selalu jujur dan tak pernah mengingkari janji yang selalu ia pegang erat namun kemarin untuk pertama kalinya afgan melanggar janjinya.

"memang salah jika melanggar janji karena disengaja namun melanggar janji juga baik jika hal itu dapat membuatmu terhindar dari bahaya, larangan dari seseorang mungkin memang memiliki tujuan agar tak terjadi sesuatu yang berbahaya karena orang itu tentu memiliki alasan yang kuat."

Penjelasan dari deka membuat afgan kebingungan dalam mencerna meskipun begitu ia bisa memahami maksud dari apa yang disampaikan abangnya dengan mudah, tapi alasan kuat apa yang membuat keluarganya harus membuatnya menghindari paman jk?

"bukankah lebih baik jika orang yang melarang juga menjelaskan alasannya? Kurasa itu jauh lebih baik dibandingkan harus membuat orang lain ingkar janji tanpa penjelasan lanjut." ucap afgan memandang abangnya yang juga menatapnya lembut.

Deka mengalihkan perhatiannya kearah ikan yang berenang bebas didalam kolam, sebelum kembali menatap afgan yang tak juga melepaskan pandangan dari dirinya.

"kau tau? Ada beberapa hal yang lebih baik tidak diketahui dibandingkan kau mencari tau dan berakhir menyesal dikemudian hari, berpura-pura juga bukanlah hal yang mudah." jelas deka sebelum bangkit meninggalkan afgan yang terdiam dalam pikirannya seorang diri.

Pandangan afgan teralihkan kembali kearah ikan-ikan yang berenang bebas mengelilingi setiap sisi kolam tanpa takut sedikitpun, kepalanya kembali memutar kata yang diucapkan abangnya tadi.

"apa yang sebenarnya kalian sembunyikan dariku? Akan lebih mengecewakan jika aku tau dari orang lain dibandingkan keluargaku." suara lirih penuh rasa kesedihan didalamnya lancar terucap dari bibir afgan.

Meremas rambutnya pelan sambil mendongak menatap langit biru yang begitu cerah, namun senyumnya tak secerah mentari yang memancarkan sinar hangat untuk dirasakannya.

"mengapa aku merasa bodoh karena tak mengetahui apapun, bagaimana kondisiku atau bahkan aku juga dulu tak mengenali adikku."

Tangan besar seseorang menangkup tangan kecil afgan menguraikan genggaman kuat jemari afgan dari rambutnya sebelum membawa tangan mungil itu untuk dikecup punggung tangannya.

"tangan mungil ini tak boleh membuat kekerasan pada anggota tubuhnya yang lain." ucap sang papa sambil mengelus lembut punggung tangan afgan dengan ibu jarinya.

"papa? Sejak kapan papa ada disini?" rasa terkejut tak bisa terelakkan dari afgan ketika menatap manik mata sang papa yang juga balik menatapnya.

"sejak kau berbincang dengan abangmu deka." jawab candra dengan santai kemudian mendudukkan dirinya disamping tubuh afgan sebelum membawa tubuh putranya keatas pangkuannya dan memeluk tubuhnya erat.

"papa kenapa aku tak boleh tau alasan papa menyuruhku mengingkari janjiku?" tanya afgan memandang mata sang papa dari bawah dagu pria itu.

Candra menatap putra mungilnya dengan senyum tipis sebelum mengecup singkat pelipis afgan dan berucap. "kau masih terlalu kecil untuk mengetahui urusan orang dewasa."

Jawaban dari sang papa membuat afgan cemberut kesal, padahal umurnya akan menginjak usia 16 tahun pada lima bulan kedepan.

"aku sudah besar papa." afgan dengan kesal menjawab sang papa yang tertawa mendengar suara penuh kekesalan dari afgan.

"bagi papa kau selalu menjadi bayi dimata papa dan tak akan dewasa." jawab candra kemudian membalik tubuh afgan untuk digendong masuk kedalam rumah karena cuaca semakin panas.

Afgan hanya bisa merengut kesal mendengar jawaban sang papa yang menyebutnya bayi, padahal sudah jelas bahwa ia sudah besar bahkan ketampanannya melebihi sang papa.

Ngomong-ngomong soal tampan ia baru saja mengingat pikirannya dulu yang belum sempat ia sampaikan kepada sang papa karena sudah terlanjur lupa.

"papa~" panggilan dengan suara mendayu dari afgan membuat candra menatap penuh selidik pada putranya yang pasti akan meminta sesuatu darinya.

"hmm.. Apa yang bayi besar papa ini inginkan?"

Meskipun kesal dipanggil bayi besar namun senyum afgan tetap merekah indah mengetahui sang papa yang sudah hafal kebiasaannya yang akan meminta sesuatu ketika sudah mengeluarkan sisi manja dan suara imutnya.

"aku mau operasi plastik boleh?" pinta afgan dengan ringan sambil mengecup pipi sang papa.

"apa yang kau katakan ini baby? Operasi plastik? Tapi kenapa?" tanya candra dengan penasaran meskipun nantinya ia tak akan pernah mengijinkan afgan untuk melakukannya.

"aku ingin menjadi lebih tampan. papa tau, aku merasa kalah tampan dari si kembar dan ini tidak bisa dibiarkan lebih lama lagi. Aku tidak ingin aura ketampananku memudar ketika selalu berada didekat mereka saat disekolah bahkan banyak siswi disekolah yang mengejar mereka padahal dulu mereka memberi banyak perhatian pada afgan."

Cerita afgan masih berlanjut dengan berjuta alasan disertai bumbu-bumbu agar sang papa memberikan ijin padanya.

"bukankah itu sangat jahat dan keterlaluan? Mereka mengambil ketenaranku, jadi bolehkah aku melakukannya papa?" pinta afgan dengan wajah penuh permohonan bahkan matanya berkedip lucu.

Candra hanya menggelengkan kepalanya pelan melihat kegigihan putranya yang bercerita penuh semangat dengan ekspresi yang berubah-ubah sedari awal.

"tentu saja... "

Wajah afgan sudah menunjukkan aura kebahagiaan dengan senyum yang sudah terlukis indah sebelum senyum itu luntur mendengar kelanjutan ucapan papanya.

"tidak! Papa tidak akan membiarkanmu melakukannya, kau cocok dengan wajah lucu dan menggemaskan ini." sambung candra sambil mencubit gemas pipi mochi afgan.

"aish papa~"

Suara rengekan afgan dan tawa dari candra menjadi satu-satunya suara didalam ruang kamar afgan, bahkan suara mereka terdengar hingga keluar ruangan karena pintu yang terbuka lebar memperlihatkan sepasang anak dan ayah yang tengah menghabiskan waktu bersama.

******

Dilain sisi sosok dengan jas mahal yang melekat di tubuhnya dengan segala pakaian mewah yang melekat ditubuhnya tengah memandang keluar jendela dari perusahaannya.

"padahal baru beberapa hari aku tak bertemu dengannya rasanya rinduku akan segera meledak karena tak bisa menampungnya lebih lama." ucap pria itu dengan suara rendahnya sambil membayangkan wajah mungil sosok yang menghantui tidurnya setiap malam.

"tunggulah kedatanganku baby~"

.
.
.
.
.
TBC
Sudah lama banget ya semenjak aku terakhir kali update afgan hehehe...

Aku kemarin fokus tamatin ocean dulu karena idenya lagi ngalir buat cerita ocean, jangan lupa mampir ke cerita Azriel Ocean ya.

Sampai jumpa di part selanjutnya.

See you
Papay.


AfganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang