15.

1.2K 68 4
                                    

Tanpa di duga hari ini afgan sudah diperbolehkan untuk pulang dan hanya memerlukan rawat jalan saja, hatinya serasa tak tenang ketika harus mengingkari janjinya untul bertemu dengan paman jk.

Pandangan mata afgan mengamati keluarganya yang kini mengisi ruangan inapnya, dia merasa senang bisa keluar dari tempat berbau obat itu namun juga sedih karena tak bisa memepati janji serta mungkin tak akan pernah bertemu paman jk kembali.

"kenapa kau terlihat sedih baby? Padahal sebelumnya kau yang sangat menginginkan untuk segera pulang." pertanyaan dari sang mama membuat afgan merasa was-was apalagi kini ia tengah dipandangi seluruh keluarganya.

"a..aku hanya terkejut bisa pulang hari ini, itu saja ma." mata afgan berpendar menatap isi ruangan rawat inap untuk mencari alasan.

"sudah berani berbohong ternyata." suara arka dengan nada dingin dari sebelah kirinya membuat keringat tanpa sadar menetes dari dahinya.

"katakan apa yang kau sembunyikan dari kami!" sambung raka yang membuat afgan tak bisa berkutik, apalagi ia duduk diapit si kembar.

"a..aku memiliki janji bertemu seseorang." jujur afgan dengan suara lirih, daripada ia terus berbohong dan nanti akan mendapat hukuman homeschooling misalnya?

"siapa yang kau maksud?" pertanyaan dari sang papa tentu membuat afgan merasa ketakutan, selama 2 hari terakhir kemarin ia memilih diam-diam pergi ke taman tanpa dikawal ataupun diketahui oleh sah satu anggota keluarganya.

"i..itu paman jk." cicit afgan, mengucapkan kata 'paman jk' membuat hatinya kembali merasa bersalah mengingkari janji.

"sejak kapan kau mengenal orang luar baby? Kami tak pernah mengijinkanmu untuk keluar dari ruangan ini." geraman dari sang papa membuat afgan ketakutan, jujur ketakutan terbesar afgan adalah kemarahan sang papa.

"dua hari yang lalu." jawab afgan dengan lirih, bahkan ia tak berani menatap wajah anggota keluarganya.

"beraninya kau melanggar aturan dari kami afgan." suara sarat akan kemarahan dari sang papa berhasil membuat tubuh afgan bergetar menahan tangis, apalagi kini papanya memanggil namanya.

Tangis afgan tak lagi bisa terelakkan, bulir-bulir bening meluncur bebas melewati pipi mulus afgan, ia tau dirinya salah karena melanggar aturan keluarganya hanya saja ia juga butuh udara segar untuk menjernihkan pikirannya.

"dimana kau bertemu dengan pria itu?" suara dingin dari kakaknya dika yang biasanya hangat kepadanya membuatnya benar-benar merasa menyesal.

"di...taman rumah sakit." gagap afgan karena menangis dalam diam.

"shut tenang baby..atur nafasmu. Tarik nafas...buang lewat mulut secara perlahan." ucap deka memberikan instruksi yang sama kepada afgan berulang kali ketika melihat adiknya yang mulai kesusahan mengambil nafas.

"sudah tidak sesak lagi nafasnya?" tanya deka ketika melihat warna wajah adiknya tak lagi semerah tadi dan dada adiknya sudah naik turun secara normal.

Afgan yang merasakan sesak di dadanya menghilang merasa cukup lega, sesak nafas benar-benar membuatnya kesakitan dengan jantung yang berdetak cepat. Kini rasa kantuk menghampirinya matanya mulai sayu dan ketika tangan seseorang menggiring kepalanya kearah pundak yang ternyata raka ia hanya terdiam dan mulai memejamkan matanya.

"baby benar-benar membuat kesabaranku menipis." suara lirih dari sang kepala keluarga membuat sang istri dengan segera menenangkannya dengan tepukan ringan di bahu suaminya.

"tenanglah yang terpenting sekarang baby kita tidak kenapa-kenapa." suara lembut dari sang istri membuatnya kembali mendapatkan ketenangan.

"dika cari informasi terkait pria yang dipanggil baby dengan sebutan paman jk itu." perintah sang papa segera dilaksanakan dika tanpa berucap sepatah kata pun.

Disisi lain seorang pria tengah duduk santai di kursi taman rumah sakit menunggu kehadiran sosok yang kemarin berjanji akan menemuinya lagi di tempat yang sama.

Ponsel dalam sakunya berdering, dengan malas ia menerima panggilan yang berasal dari anak buahnya sendiri.

"ada apa?" tanya jk sambil sesekali melihat jam tangannya.

'tuan saya ingin mengabarkan bahwa tuan muda yang anda tunggu tak akan datang, karena sudah terlelap.'

suara anak buahnya membuatnya menghela nafas, sudah setengah jam ia menunggu seorang diri, namun ia memaklumi keadaan afgan yang memang mudah mengantuk lalu tertidur itu.

'tuan saya juga ingin memberitahukan bahwa salah satu anggota keluarga dari tuan muda itu akan mendatangi anda di taman rumah sakit.'

"biarkan ia datang." jawab paman jk dengan santai meskipun kini ia tak bisa bertemu anaknya, yah..ia sudah menganggap afgan anaknya sejak pertemuan pertama mereka.

Tutt....

Sambungan telepon terputus sepihak, dan tentunya sang pemutus sambungan adalah paman jk. Pria itu hanya perlu menunggu sosok yang akan menemuinya itu dengan duduk manis.

"hah...padahal aku sudah membawakan brownis kesukaannya seperti kemarin." suara sarat akan rasa kecewa terlontar dari mulut paman jk.

Tanpa di duga sosok dika sudah berdiri tegak disamping kanan paman jk mengamati pria itu yang ternyata adalah..

"KAU!" tunjuk dika mengarah pada pria yang kini menatap dika dengan pandangan meremehkan.

"hai musuh." sapa paman jk dengan ramah meskipun bibirnya tersungging seringai.

Mereka memang musuh sedari dulu, tak banyak yang tau jika keluarganya dengan pria itu merupakan musuh bebuyutan termasuk afgan yang memang tak mengetahui jati diri asli keluarganya.

"apa maumu mendekati adikku?" suara dingin dika tak membuat pria itu takut justru pria itu kini tertawa seolah kata yang diucapkan dika adalah lelucon yang sangat menggelitik perutnya.

"adikmu? Sadarlah dia mulai saat ini adalah putraku. Sebaiknya mulai sekarang kau perketat keamanannya sebelum aku bertindak untuk membawanya bersamaku." peringat paman jk kemudian berlalu meninggalkan dika yang mengepalkan tangan dengan emosi yang berada di ubun-ubun.

"berani sekali kau ingin membawa adikku sialan!" geraman dika tak dihiraukan paman jk, pria itu tetap melanjutkan jalannya tanpa menoleh sedikitpun kearah pemuda yang kini wajahnya sudah merah padam.

"sebaiknya kau ingat apa perkataanku saja, karena kau tau bahwa apa yang aku ucapkan akan selalu aku dapatkan meskipun dengan cara licik sekalipun." ucap paman jk kemudian pergi meninggalkan dika seorang diri.

"sial bagaimana bisa kami kecolongan." tangan mengepal dika ia arahkan ke pohon mangga disampingnya yang menjadi penghalang sinar matahari untuk orang yang duduk dibawahnya.

Puas melampiaskan emosinya kini ia kembali keruang rawat afgan dengan langkah yang cepat, mengabaikan tatapan orang-orang yang melihatnya serta mengabaikan luka di tangannya yang kini mengalirkan darah segar.

Dari jauh ia sudah bisa melihat keberadaan papanya didepan ruang rawat inap afgan, sepertinya mereka sudah selesai bersiap untuk pulang.

"papa!" panggilan dika mengalihkan atensi pria yang kini menatap dirinya dengan alis terangkat sebelah seolah bertanya 'apa!' tanpa suara.

"pria itu telah muncul kembali dan ingin membawa baby." sambung dika yang berhasil menyulut kembali emosi pria itu.

"perketat penjagaan untuk afgan." ucap sang papa yang dibalas anggukan dika.

"berani sekali dia muncul kembali di hadapanku dan berniat membawa putra kesayanganku!" geraman pria itu mengisi keheningan koridor ruangan VVIP.

.
.
.
.
TBC

Hallo,
Paman jk itu musuhnya keluarga afgan tapi afgan ga tau, ada yang mau ngasih tau afgan?

Makasih buat yang setia baca cerita ini.

Sampai jumpa dipart selanjutnya.

See you
papay.

AfganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang