Siang ini, afgan duduk disebuah kursi pada taman di rumah sakit, kakinya masih belum bisa digerakkan. Netranya mengedar mengamati sekitarnya yang lumayan ramai dengan beberapa orang yang berlalu lalang, dengan beberapa orang yang juga mengenakan pakaian yang sama sepertinya bersama anggota keluarga mereka.
Menghela nafas lirih melihat tawa seorang anak kecil yang berlarian dengan riangnya, dirinya juga ingin bisa tertawa dan berlarian seperti anak itu. Namun bisakah?
Plukkk...
Sebuah tepukan mendarat dibahunya, mengalihkan atensi kearah dua orang remaja disamping kanan dan kirinya. Matanya membola kaget sekaligus senang mendapati kedua orang remaja tadi adalah sahabatnya.
"gimana kabar lu?" tanya agim sambil mengambil posisi duduk disamping kanan afgan.
Masih menatap kedua sahabatnya bergantian dengan mata berbinar, afgan menjawab dengan lesu. "ga tau tapi kayaknya makin buruk deh."
Sejenak ilham dan agim menghela nafas lirih, mereka juga tak tau apa yang menyebabkan keadaan afgan semakin memburuk bahkan mereka saja tak bisa mengetahui penyakit yang diderita afgan.
Dalam hati ilham dan agim merasakan kesedihan karena kondisi sahabat baik mereka, namun sebisa mungkin mereka akan membuat afgan selalu bahagia dan tertawa, mereka tak ingin memikirkan kemungkinan-kemungkinan buruk lainnya yang akan mendera afgan karena hal itu malah membuat mereka semakin merasa tidak berguna untuk afgan.
"udahlah ga usah dipikirin, mungkin aja itu cuma halusinasi lu aja." ucap agim berusaha menghilangkan pikiran buruk afgan, apalagi dia tau mungkin memang kondisi afgan semakin memburuk hanya dengan menatap wajahnya yang pucat sekali.
"iya tuh, lu hanya harus terus berusaha agar cepet sembuh dan lu hanya harus selalu ingat kalo kita akan selalu ada disamping lu." sambung ilham yang tak ingin afgan terus bersedih dan mengingatkan bahwa dirinya tak sendiri.
"thank you guys, sayang kalian banyak-banyak!" seru afgan memeluk agim disamping kanannya dengan erat mengabaikan tatapan yang tertuju pada mereka karena berpelukan ditengah taman.
Dari jarak lumayan jauh dari taman, terdapat dua orang anak kembar yang menatap tak suka kearah afgan dan kedua sahabatnya namun mereka tak punya pilihan selain membiarkan mereka saling berpelukan meskipun hatinya sudah terbakar akan rasa marah dan tak suka. Dua orang itu tak lain arka dan raka, mereka melihat abangnya yang tengah berpelukan dengan kedua sahabatnya.
"menurut kamu, apakah kita harus memisahkan mereka berdua?" tanya arka yang hatinya sudah sangat panas dan dongkol.
Sebab prinsip arka adalah apapun yang menjadi miliknya akan selalu menjadi miliknya dan orang lain tak boleh menyentuhnya, ya dia tau bahwa dia adalah orang yang egois namun itulah sifat aslinya yang bahkan abang kecilnya itu tak tau. Dia tak jauh berbeda dengan kembarannya.
"sudahlah untuk saat ini biarkan mereka melepaskan rindu."
Yah untuk saat ini raka berusaha menekan rasa marah dan bencinya ketika afgan disentuh dan dipeluk orang lain, karena sepertinya kedua sahabat adiknya bukanlah orang yang buruk meskipun begitu ia tetap tak suka.
Biarlah mereka, kedua sahabat afgan melepaskan rindu setelah afgan yang tak sadarkan diri selama seminggu penuh setelah dari kantin waktu itu karena ada sesuatu hal yang harus dijalani afgan tanpa diketahui anak itu.
Back to afgan.
"agim, sebenernya gua udah berapa lama sih tidurnya kok sampe kaki gua ga bisa digerakkin kaya gini ya?"
Pertanyaan afgan tentu saja membuat kedua orang yang menjabat sebagai sahabat afgan kebingungan menjawab, tak mungkin mereka menjawab jujur karena itu akan membuat afgan kembali bersedih dan mungkin saja akan membuat kondisinya down kembali.
"kenapa kalian ga jawab sih? Apa yang kalian sembunyiin dari gua?" desak afgan ketika melihat kedua sahabatnya yang melamun.
Rasa penasaran afgan sudah sampai diujung batas, apalagi sedari bangun tak ada yang mau menjawab pertanyaan yang ia lontarkan mengenai kondisinya. Mereka akan langsung berkelit ataupun mengubah topik pembicaraan yang justru membuatnya semakin curiga.
Dari sudut hati kecilnya ia merasa bahwa mereka tak mempercayainya karena bagaimanapun kondisinya bukankah ia berhak tau? Akan tetapi pikirannya mengatakan bahwa semua itu demi kebaikannya.
" ayo anak mama sekarang waktunya makan siang."
Suara hani membuat kedua remaja yang bingung menjawab pertanyaan afgan langsung menghela nafas lega karena panggilan itu dapat mengalihkan fokus afgan.
Agim segera berdiri memberikan ruang kepada hani untuk duduk dan menyuapi afgan, setelahnya mereka pamit undur diri karena sudah mendapat pesan dari orang tua mereka untuk kembali pulang.
Kini tinggallah afgan dan sang mama yang sama-sama terdiam, bedanya sang mama yang diam karena sibuk menyuapi afgan dan sosok yang disuapi tengah berpikir disamping mengunyah makanan.
Tak ada yang tau apa isi dari kepala mungil yang berusaha diajak berpikir itu, namun raut imut yang ditampilkan menarik atensi banyak orang dari taman yang ia singgahi.
"baby io." panggilan dengan suara berat memecahkan pikiran afgan membuat remaja itu menatap sosok yang kini duduk disamping kirinya.
"papa!" teriak afgan kelewat antusias, ia sangat merindukan papanya padahal baru ditinggal beberapa jam karena papanya harus ke kantor tadi.
Dengan mudah candra mengangkat tubuh mungil afgan dan mendudukkannya diatas pangkuannya dilanjut memeluk tubuh kecil sang anak.
"udah mama, afgan udah kenyang." tolak afgan ketika sang mama menyodorkan sesendok bubur didepannya, sungguh perutnya sangat kenyang jikalau dipaksa mungkin saja ia akan muntah.
"yaudah sekarang minum obatnya dulu ya baby." ucap hani menyodorkan satu sendok obat dalam bentuk sirup kearah bibir mungil afgan.
Setelah menelan obat sirup yang rasanya pahit, afgan kembali menatap sang papa hendak menuntut jawaban sebelum nantinya ia mengantuk kembali.
"papa!" panggil afgan kearah sang papa yang kini mengubah posisi duduk afgan menghadap kearah dadanya.
"yes baby, ada apa?" tanya candra merasa gemas dengan anak tengahnya yang memainkan kancing bajunya sambil sesekali menguap lebar.
"berapa lama aku tertidur sampai-sampai kedua kaki ku tak bisa digerakkan?" tanya afgan diambang batas pertahananya menahan rasa kantuk.
Candra maupun hani hanya terdiam sambil mengelus punggung dan rambut afgan, selang beberapa menit suara dengkuran halus terdengar lirih. Mereka berdua menyadari putra kecil mereka sudah kembali terlelap.
"kau hanya harus terus bertahan baby, tak semua hal harus kau tau karena itu akan membuatmu merasakan sakit biarlah kami yang berjuang dan kau hanya perlu tetap bertahan." bisik candra ditelinga putra tengahnya kemudian menggendongnya kembali kearah ruang rawat yang ditempati afgan.
"Tuhan tolong jangan ambil putraku, dia adalah hal yang berharga untuk keluarga kami, ijinkan kami untuk terus menjaganya dan berikan ia kesembuhanmu." doa hani sebelum mengikuti langkah suaminya.
.
.
.
.
TBCAda yang mau double up?
KAMU SEDANG MEMBACA
Afgan
Fiksi RemajaHei asal kalian tau, aku bukan lagi bayi yang harus dijaga dengan begitu ketat apalagi aku ini cowo bukan cewe. "jangan membantah baby!" "menurutlah agar kau tak dihukum, mengerti?" "mengapa kau nakal sekali, apakah kau rindu hukumanmu?" yah...dan i...