11.

1.7K 115 0
                                    

Hari ini afgan akan mulai latihan berjalan kembali, dirinya sangat antusias karena ingin segera berangkat sekolah. Bahkan kini ia sudah siap melakukan pelatihan sejak satu jam sebelum jadwalnya.

"mama ini dokternya mana sih? Kok lama banget." dengus afgan merasa kesal ketika ia sudah merasa tak sabar ingin segera bisa berjalan kembali dengan normal.

"sabar baby, sebentar lagi pasti dokternya dateng." ucap hani sambil mengelus rambut afgan yang sedikit memanjang.

Tak lama pintu terbuka menampilkan kakaknya dengan seorang dokter lain yang entah siapa namanya, ia pun tak tau.

"hallo baby, sudah siap untuk latihan berjalan hmm...?" tanya deka kepada adiknya yang matanya berbinar membuatnya terkekeh ringan.

"siap dong!" sahut afgan antusias karena inilah yang ia tunggu sedari tadi.

Dengan rasa gemas yang tak terbendung deka mengecup kedua pipi adiknya dilanjut menggendongnya untuk dibawa menuju ruang latihan berjalan.

"kakak tadi kok lama banget sih? Aku capek tau nungguinnya." curhat afgan kembali kesal ketika mengingat betapa lamanya ia menunggu sang kakak yang tak kunjung datang.

"maaf baby, kakak harus memeriksa beberapa pasien tadi. Baby maukan memaafkam kakak?" pinta deka dengan raut wajah ysng dibuat sedih.

Melihat raut sedih kakaknya membuat afgan tak tega, apalagi kakaknya tadi juga harus memeriksa pasiennya jadi ia tak boleh marah lagi. Dengan segera ia mengangguk kemudian mengecup pipi kakaknya.

"oh iya dokter ini teman kakak?" tanya afgan menunjuk pemuda yang tak kalah tinggi dari kakaknya.

"iya, dia dokter fahmi." jawab deka dengan ogah-ogahan, sebenarnya ia merasa enggan untuk menyuruh pria itu mengajari adiknya berjalan namun ia sadar bahwa ia adalah dokter spesialis penyakit dalam.

"hai adik manis." sapa fahmi yang dibalas lambaian dengan senyum imut afgan.

"kamu mau coklat?" tawar fahmi menyodorkan satu batang coklat dari saku snelly yang tengah ia kenakan.

Belum sempat afgan mengambilnya suara berat dengan makna penolakan dari deka mengalun ditelinga afgan membuatnya kesal namun tak bisa membantah jika tak ingin diadukan kepada sang papa.

"yaelah lagian cuma coklat doang kok, masa ga boleh?" tawar fahmi tak ingin menyerah, melihat tatapan sedih dari afgan membuatnya tak tega apalagi mata anak itu yang berkaca-kaca.

"ga boleh."

"ck pelit banget sama adeknya, lagian cuma satu doang bukan satu truck coklat." kesal fahmi ketika ucapannya tak di tanggapi deka.

Tak ingin menyerah fahmi masih mencoba hingga akhirnya deka menyerah dan membiarkan adiknya menerima coklat dari fahmi.

Melihat afgan yang menikmati coklat hingga belepotan membuat fahmi terkekeh gemas dilanjut mengusap bagian yang belepotan dengan ibu jarinya.

"dia adek bungsu kamu?" tanya fahmi yang merasa anak yang digendong deka terlihat lebih kecil dibanding si kembar triplek yang ia temui kemarin.

"bukan dia anak tengah, yang bungsu itu si kembar." terang deka dengan sabar kepada sahabatnya.

Yah karena itulah sedari tadi fahmi berani berdebat dengan deka karena mereka sudah bersahabat sedari sma dulu namun fahmi tak pernah menemukan afgan ketika berkunjung, entahlah mungkin anak itu tengah tidur.

"masa sih? Kelihatannya dia lebih kecil dari si kembar."

Rasa tak percaya hinggap pada fahmi yang menatap afgan lamat yang masih asik menikmati coklat ditangannya bahkan kini tangannya ikut belepotan karena coklat.

"terserah." kesal deka mendengar ocehan sahabatnya yang merasa afgan tak cocok menjadi anak tengah karena tubuhnya yang mungil.

Bukan sekali ataupun dua kali keluarga fernandes ditanyai mengenai afgan yang dikira anak bungsu, apalagi perawakan anak itu yang sangat kecil dibanding saudara dan sepupunya yang diumur tujuh belas tahun sudah 170 cm tinggi badannya sedangkan afgan sendiri hanya 160 cm terakhir kali mengukur.

Tiba diruang latihan, afgan didudukkan terlebih dahulu di kursi istirahat yang tersedia. Coklat digenggamannya sudah habis tak tersisa dan hanya menyisakan bekas ditangan mungilnya, dengan segera deka membersihkannya menggunakan tissu basah yang selalu dibawanya akhir-akhir ini.

"sudah siap latihan?" tanya fahmi yang dijawab anggukam semangat afgan.

Untuk latihan pertama ia diajak berjalan dengan cara dituntun mengelilingi ruangan sebanyak 3 kali dilanjut istirahat sebentar ketika nafas anak itu sudah tak beraturan.

Setelah menghabiskan waktu hampir satu jam untuk latihan berjalan kini ia sudah dalam gendongan deka untuk kembali ke ruang rawat inapnya dengan di iringi pujian dari fahmi karena sudah menjalani latihan dan ya..pujian yang dilontarkan fahmi membuatnya malu.

Tiba diruang rawat inapnya, sudah ada sang mama yang menunggu sambil membaca majalah di sofa ruangan.

"mama!" panggil afgan merasa rindu hanya satu jam tak bertemu.

"bagaimana tadi latihannya? Apakah menyenangkan?" tanya hani menyusul sang anak yang di dudukkan deka diatas brankar.

"huum sangat menyenangkan, aku ingin segera bisa berjalan dan kembali bersekolah." ucap afgan gembira karena ia sudah merindukan masa sekolahnya.

Disisi lain kedua orang diruangan itu yang tak lain hani dan deka karena fahmi tadi langsung ijin untuk memantau pasiennya yang lain, keduanya terdiam dengan pandangan sendu melihat suara ceria dan antusias dari afgan

Cklekk...

Pintu terbuka menampilkan arka dan raka yang memasuki ruangan sambil membawa keranjang buah ditangannya mendekat kearah afgan kemudian mengecup bergantian wajah afgan.

"aku mau buah apel." tunjuk afgan kearah buah merah yang dibawa arka.

Afgan adalah salah satu pecinta buah apel, ia bisa memakan banyak buah apel maupun makanan yang diolah dengan tambahan buah apel apalagi pie apel buatan mamanya, itu adalah favoritnya.

"sini biar mama potongkan." hani mengambil sebuah apel dari keranjang yang dibawa putra bungsunya dilanjut mengupas dan memotong kecil-kecil.

"biar aku yang suapin mama." pinta raka yang diangguki hani.

"ayo sekarang buka mulutnya." sambung raka menyuapkan satu potong buah apel ke mulut mungil afgan yang disambut antusias.

"mama aku mau pie apel." pinta afgan mengeluarkan tatapan memelas sambil menerima suapan buah apel dari raka.

"baiklah mama akan meminta maid membuatkan pie apel kesukaan kamu yang nanti akan diantarkan ke sini."

Bagaimana hani bisa menolak keinginan anak kesayangannya yang kini menampilkan ekspresi memelas yang terlihat sangat menggemaskan dimatanya.

"yey terima kasih mama."

"iya sama-sama baby." ujar hani mengelus rambut afgan perlahan membuat anak itu nyaman meskipun mulutnya masih asik mengunyah apel terakhir.

"mau apel lagi boleh?" pinta afgan karena ia masih merasa ingin memakan buah yang manis itu lagi, ia tak akan cukup hanya dengan memakan satu buah saja.

"tentu saja baby, biar mama kupaskan dulu ya."

Ruangan afgan kini ramai dengan celotehan afgan yang terus bercerita panjang lebar, apapun ia ceritakan termasuk mimpinya sekalipun.

.
.
.
.
.
TBC

Ada yang sama seperti afgan yang suka menceritakan mimpinya kepada orang tuanya?

hallo aku double update, jangan lupa vote dan comment.

Oh iya selamat tahun baru semuanya, semoga menjadi tahun yang lebih baik dari sebelumnya.

Papay.


AfganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang