7.

2.8K 188 3
                                    

Kelas masih lumayan sepi hanya beberapa siswa saja yang tampak sudah duduk ditempat mereka, dapat dipastikan mereka tengah mengerjakan PR matematika yang diberikan oleh pak anton seminggu yang lalu. Namun yang membuat afgan terdiam adalah 3 buah bangku yang terletak dibagian ujung kelas, pertanyaan terus menghiasi pikiran afgan.

'untuk apa ketiga bangku itu disana?'

'mengapa bangku itu tak ada jarak seperti bangku yang lainnya?'

'apakah ada perubahan tempat duduk?'

Afgan digiring oleh kedua adiknya menuju bangku tersebut, tanpa banyak kata afgan dipaksa untuk duduk ditengah-tengah antara arka dan raka.

"eh kok duduk disini sih? Kan aku duduknya dibangku kedua kok sekarang jadi paling belakang?" bingung afgan dipaksa duduk oleh kedua adik kembarnya.

Lagi-lagi dirinya harus pasrah berada diantara kedua adiknya yang sama-sama overprotective terhadap dirinya, sebenarnya disini bukan tempat duduk yang menjadi masalah namun dirinya yang tak akan bisa bebas bergerak bila terus terpantau oleh mereka berdua.

Pikirannya kembali berkelana memikirkan kedepannya apakah ia bisa melakukan kenakalan lagi atau tidak, entah sudah berapa kali ia menghela nafas sedari pagi.

"baby mengantuk?" tanya raka melihat kakaknya yang tampak lesu dan bahkan beberapa kali ia memergoki kakaknya tengah menghela nafas.

Apakah adiknya saat ini tidak melihat wajah lesunya? Dan Apa-apaan tadi? Baby? Didepan banyak teman sekelasnya? Mau ditaruh dimana muka tampannya ini?

"aish jangan memanggilku baby bila dilingkungan sekolah!" rajuk afgan.

"memangnya mengapa baby? Kau harusnya senang bila kami berdua satu sekolah denganmu bahkan satu kelas sekarang, bukankah kau yang meminta kami untuk segera kembali?" tanya arka sambil mengelus rambut kakaknya yang halus ditangannya.

Memang benar bila afgan yang meminta mereka kembali bahkan bisa dibilang setiap kali mereka melakukan telpon, tapi bukan begini juga maksut dirinya! Ia hanya rindu dua adik kembarnya yang manis.

Tapi sekarang apa yang ia lihat? kedua adiknya bahkan terlihat lebih tampan dan jangan lupakan mereka yang jauh lebih tinggi darinya! Haruskah ia bersyukur sekarang ketika kebebasannya semakin menghilang?

Bel pertanda masuk sudah berbunyi dan afgan masih saling lirik dengan kedua sahabatnya yang tengah duduk tak jauh dari tempatnya, mereka hanya saling melempar tatapan seolah mampu untuk bertelepati padahal yang sebenarnya mereka sama-sama tak mengerti arti tatapan satu sama lain.

"itu si afgan ngapain sih daritadi kedip-kedip mata sama gue?" bisik ilham ke telinga agim disampingnya, mereka memang duduk bersebelahan.

"ngga tau tuh, lagian lu juga ngapain daritadi ikut-ikut kedipin mata?" tanya agim balik sambil berbisik namun natanya juga ikut berkedip seolah menjawab kedipan afgan.

"iya juga ya? Ngapain dari tadi gue kaya orang kelilipan gini sih?" bingung ilham.

Baru saja ilham menyadari sesuatu yang janggal disini, "kenapa afgan duduk dibelakang ya gim? Udah gitu duduknya ditengah lagi kaya bocil!"

"gue baru nyadar njir, afgan kan duduknya dibangku kedua." agim menepuk jidatnya pelan.

Mereka berdua mengakhiri acara berkedip dengan afgan namun mereka lebih memilih menggibahkan afgan yang terlihat tengah putus asa.

"mereka sebenernya paham ga sih kode dari gue?" lirih afgan memandang kedua temannya yang kini mengabaikan keberadaannya yang sedang membutuhkan bantuan keduanya.

"kenapa baby? Apakah kau membutuhkan sesuatu?" tanya arka memandang pemuda disampingnya yang tengah menggerutu, namun dimatanya kakaknya terlihat berlipat semakin menggemaskan.

Hening...

Keadaan menjadi hening setelah arka berbicara, kedua sahabatnya yang tadu mengabaikannya kini memandang horor kearah meja afgan, bukan hanya kedua sahabatnya namun seisi kelas juga memandang kearah afgan membuat pemuda itu menunduk malu.

"mau pulang?" tawar raka mengamati perubahan ekspresi kakaknya.

"no, aku pengen sekolah." jawab afgan yang terkesan nyolot.

Sudah sedari pagi afgan merasa kesal namun baru sekarang ia bisa mengeluarkan kekesalannya, melihat ekspresi kedua adiknya membuat afgan merinding karena ekspresi marah keduanya yang menakutkan.

"coba ulangi sekali lagi!" pinta raka yang mencoba menghalau emosi di dadanya.

"maaf!" ucap afgan sendu, ia menyesal mengeluarkan nada tadi meskipun beberapa saat lalu ia merasakan kelegaan.

Tak ada jawaban apapun dari kedua adik kembarnya membuat afgan semakin merasa bersalah dan takut, hingga kedatangan seorang guru kedalam kelas mengalihkan atensi afgan.

"selamat pagi anak-anak, sepertinya kita kedatangan teman baru. Bisa perkenalkan dirimu didepan?" pinta sang guru membuat raka dan arka berdiri lalu berjalan perlahan kearah depan kelas dengan malas.

Arka menatap semua teman barunya dengan dingin, tak berbeda jauh dengan raka yang menatap tajam seluruh sisi ruangan.

"perkenalkan saya Arkara Hermanlio Fernandes!"

"dan saya Araka Hermanlio Fernandes."

Perkenalan mereka singkat yang membuat seisi kelas terdiam, mereka bertanya-tanya didalam hati siapa kedua pemuda itu? Kenapa mereka memiliki marga yang sama dengan afgan?

"baiklah, apakah ada yang ingin ditanyakan kepada kedua teman baru kita?" tanya sang guru menatap anak muridnya yang sepertinya tengah memiliki banyak pertanyaan yang ingin segera mereka utarakan.

"saya bu!" angkat tangan seorang siswa yang duduk dipaling depan membuat kedua kembar itu menatap tak suka.

"baiklah silahkan bertanya rio."

"kalian siapanya afgan?" tanya rio yang sudah sangat penasaran meskipun ia takut dengan tatapan yang tidak bersahabat dari kedua orang didepan.

"kami saudaranya!" jawaban singkat dari raka memukul telak rasa penasaran rio bahkan pemuda itu memilih menghindari tatapan membunuh dari kedua orang didepannya.

"ada yang lain?" tanya sang guru namun tak ada lagi yang bersuara membuatnya mempersilahkan kedua anak didik barunya kembali ketempat duduk mereka.

"baiklah mari kita lanjutkan pembelajaran kemarin, buka halaman 54 ya." sambung sang guru ketika keadaan kembali kondusif.

Raka merasa bosan melihat guru yang tengah menjelaskan materi didepan, fokusnya lebih kearah afgan yang terlihat serius mendengarkan sembari sesekali mencatat hal penting yang dijelaskan.

Tak berbeda jauh dengan arka yang juga sudah merasa jenuh dengan ruang kelasnya sekarang, bisakah ia untuk pergi sekarang?

Afgan sedikit gugup karena ditatap intens oleh raka, jujur saja tangannya sudah bergetar dan berkeringat namun ia mencoba tetap fokus mendengarkan penjelasan dari sang guru.

.
.
.
.
.
.
.
TBC

Makasih buat yang udah setia nunggu cerita afgan update🤗

AfganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang