Eca, don't cry baby

16 5 0
                                    

Hi guys balik lagi bersama saya

Seperti biasa jangan lupa tekan bintangnya

Komen yang banyak biar aku semangat

Jangan lupa follow aku dan temanku lleaam

Siapa yang udah nunggu cerita ini

Lets go

"Hidup itu seperti teka-teki, bahkan hal di luar pemikiran pun kerap terjadi membuat tercengang tanpa tapi. Nyatanya yang terlihat baik belum tentu baik, begitupun sebaliknya."

~ Lose Perfect.

"Eca harap mama tau, Eca selalu sayang mama, kapanpun di manapun."— Faleesha Sastrana Jingga.

•••

Netranya tak bisa terpejam, berulang kali retinanya menatap keempat sahabatnya yang sudah memejamkan matanya, tertidur dengan posisi duduk. Mata Gilang memanas, sungguh jika tidak ada mereka segelap apa hidupnya kini. Baginya mereka adalah segalanya. Matanya beralih menatap langit-langit kamar sambil sesekali menghela nafasnya kasar.

"Mama bahkan nggak peduli sama sekali sama gue, tapi kalian bener-bener sayang sama gue, gue beruntung banget punya kalian," lirih Gilang kembali menatap keempat sahabatnya, baru setelahnya perlahan menutup matanya.

•••

Eca berulang kali bergumam tak jelas, menggerutu. Pasalnya sejak tadi ayahnya tak kunjung kembali ke rumah sakit, entahlah sejak ia melihat kedatangan polisi di rumah sakit, ayahnya mendadak ada urusan di kantor. Padahal di sini ia dan mamanya sangat membutuhkan kehadiran sang ayah.

"Selamatkan mama Eca ya Tuhan, Eca nggak sanggup." Eca bergumam lirih ada kepasrahan di setiap kata yang ia lontarkan.

Mulutnya tak berhenti bergumam merapalkan doa untuk sang mama, di dalam hati Eca hanya ada segenap kekhawatiran tentang keadaan mamanya, pertanyaan-pertanyaan bahkan bersarang di kepalanya, bagaimana jika mamanya tidak selamat? Bagaimana jika nanti mamanya trauma? Dan segala macam pertanyaan lainnya.

"Ayah di mana?" Gumamnya lirih sambil menutup wajahnya yang penuh dengan ketakutan dan kekhawatiran.

"Keluarga pasien, silakan masuk." Suara suster tersebut membuat Eca mendongak dan membuatnya tergesa memasuki ruangan.

Eca berjalan dengan kaki yang masih bergetar lemas, ia menutup mulutnya tak percaya,air matanya meluncur tanpa permisi ketika melihat tubuh mamanya terbaring dengan infus di tangannya tak hanya infus bahkan bunyi monitor serta oksigen di hidung mamanya membuatnya tak bisa berkata-kata. Dadanya sesak, sakit, bahkan kejadian ini sangat di luar pemikirannya. Melihat mamanya begitu menyedihkan membuatnya merasa bersalah, seharusnya ia di rumah, jika ia langsung pulang, kejadian itu tidak mungkin terjadi, namun ia tak menyalahkan siapapun.

Eca masih terisak, dengan perlahan meraih tangan mamanya untuk ia genggam erat, air matanya bahkan masih menetes, "Ma? Mama denger Eca ma? Hiks, siapa yang berani ngelakuin ini sama mama? Eca jahat ya ma? Harusnya Eca jagain mama, harusnya mama nggak ada di sini, ini salah Eca kan ma?"

Matanya yang penuh air mata masih memandang sang mama, tidak ada respon, tidak ada gerakan yang membuat Eca semakin terisak, di rengkuhnya tubuh sang mama perlahan dan ia menangis sejadinya, ia tak tau apa yang sebenarnya Tuhan gariskan.

"Mama, mama sayang Eca kan? Mama janji ya harus bangun, mama harus janji sama Eca, nanti kalau mama bangun Eca bakal lukisin mama lukisan paling bagus, ya ma, ya? Bangun ya ma? Hiks ma, ayo bangun ma!" Tangisnya semakin pilu, merasa tak sanggup jika membayangkan mamanya membutuhkan pertolongan namun di rumah sepi. Pikirannya seakan merujuk kemana-mana, jika saja ia tidak pulang mungkin mamanya akan tenggelam sampai besok pagi.

Lose Perfect (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang