Need a Hug?

17 4 0
                                    

Hi guys Nisa kembali

Jangan lupa follow aku dan lleaam ya

Vote dulu aja takutnya lupa

Komen dulu yuk yang banyak biar aku semangat :)

"Bolehkan bilang capek? Bolehkan nangis?"— Faleesha Sastrana Jingga

•••

"Kamu—"

"Pergi!" Gilang menatap Yunita dengan tatapan kaget.

"Pergi kamu dari rumah saya kalau kamu memang tidak mau mengikuti peraturan saya di rumah ini." Yunita berkata dengan penuh penekanan diakhiri dengan senyuman miring.

"Dasar anak nggak tau diuntung! Sudah dibesarkan tapi tidak patuh sama sekali."

Deg.

Gilang menatap wanita di depannya tak percaya, tangannya terkepal kuat hingga kukunya memutih, dadanya mendadak sesak sesekali ia memejamkan matanya, kilas ingatannya seolah kembali ke masa lalu di mana papanya pernah berkata demikian. Gilang kira ketika ia sampai rumah ia bisa mendapatkan sapaan hangat tapi ah sudahlah, ini hal biasa yang Gilang rasakan tak perlu dibawa ke hati, HAL BIASA katanya.

Detik selanjutnya ia tersenyum sinis, "Oh gitu."

Yunita memandang remeh putra sematawayangnya itu, "mau jadi gelandangan huh? Kamu tanpa saya bisa apa Gilang? Dari kecil kamu selalu berkecukupan, saya kasih kamu uang, kebutuhan, motor, mobil apalagi? Dan menurut saya kamu nggak akan sanggup pergi dari sini."

"Terus? Menurut mama Gilang mau? Gilang mau duit-duit mama itu? Nggak mah! Gilang cuma mau mama balik kaya dulu mah! Udah, nggak ada yang lain, dan oke Gilang bakal pergi, Gilang bakal keluar dari rumah ini, tapi nanti setelah Gilang beres-beres baju, oh iya mah satu lagi semoga mama senang karena berhasil membuang sampah kaya Gilang!" ucap Gilang melarikan diri masuk ke dalam kamar untuk membereskan baju-bajunya.

"Berhenti kamu!"

Gilang menghentikan langkahnya, kemudian menengok lagi ke arah belakang, "apalagi?"

"Kamu cuma boleh bawa uang cash, saya akan blokir semua kartu debit kamu," ujar Yunita sambil bersedekap dada.

"Nggak masalah."

Yunita menatap Gilang yang menghilang dari tatapannya, kata-kata yang keluar dari mulutnya tadi hanya sekilas keluar begitu saja tanpa dipikirkan terlebih dahulu, ia sadar ada setitik rasa iba dan khawatir jika Gilang di luar sana hidup sendirian. Tapi di sisi lain, Ia tidak suka jika Gilang ada di hadapannya, entahlah sejak Gilang beranjak dewasa sifatnya semakin menjadi pembangkang, saat ia berhadapan dengan Gilang yang kini beranjak dewasa membuatnya mengingat suaminya yang telah menorehkan luka terdalam baginya.

"Maafkan mama nak," gumamnya dalam hati.

Gilang keluar dari kamarnya membawa satu koper dan ransel di punggungnya, menatap Yunita dengan tatapan nyalang. Hanya ada tatapan kecewa dan kecewa. Berulang kali ia disakiti oleh mamanya, ingin menangispun percuma, Gilang rasa itu tidak ada gunanya, semua seperti hal biasa.

"Gilang pergi dan Gilang mungkin nggak akan pernah muncul di hadapan Mama, kartu debit ada di atas meja belajar, Gilang cuma bawa uang cash."

"Gilang izin bawa vespa." Lanjutnya.

Gilang menyeret kopernya keluar dari rumah tanpa melihat ke belakang sama sekali. Ia menarik napasnya panjang lalu membuangnya, berjalan dengan tegap keluar rumah. Ia memilih menggunakan motor vespa nya kali ini, karena hanya motor inilah yang muat untuk kopernya. Yunita memandang kepergian Gilang sekilas kemudia langsung pergi ke dalam.

Lose Perfect (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang