3. Love Letter

144 19 2
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Happy Reading!


Melampaui tingkat akhir di Sekolah Menengah Atas, masa di mana mau tidak mau kita semua akan dituntut untuk selalu memilih sesuatu hal dengan tepat. Banyak orang berpikir keputusanmu setelah lulus dari SMA akan menentukan masa depanmu. Anggapan itu yang cukup Arin bebankan saat ini.

Menentukan masa depanmu?

Masa depan yang Arin bayangkan bukan hanya tentang dirinya, melainkan dengan melibatkan keluarganya. Sudah bisa ditebak sekali. Tidak lain dan tidak bukan, pemikiran ini muncul dari anak yang paling tua dikeluarganya. Meskipun secara biologis bukan Arin orangnya.

Di usia peralihan antara remaja dan dewasa, masa di mana kita masih terbiasa dengan hal-hal yang menyenangkan untuk bermain-main dengan teman sebaya kita, juga memikirkan kewajiban-kewajiban yang sudah mulai ia pundak. Harus bisa menyeimbangkan antara keduanya itu tidaklah mudah.

Disaat dia seharusnya belajar dengan bersungguh-sungguh untuk masa depan yang sudah dia rangkai sedemikian rupa, pikirannya juga terpenuhi dengan hal yang umumnya sedang dilakukan seusianya.

Tempat yang aman dan strategis :

1. Laci

2. Loker

3. Tas... ini aku cari mati keknyaa... huft...

Bukannya membedah soal yang diberikan oleh guru matematikanya, Arin berpikir keras sampai mencorat-coret halaman buku paling belakangnya di mana dia akan menaruh surat cinta yang dititipkan oleh sahabatnya, Naya.

"Ini udah lewat jamnya gak sih?"

Teman kelasnya yang duduk depan bangkunya persis tiba-tiba membalikkan badan untuk mengeluh padanya, ketua kelas. Mungkin, dia ingin Arin untuk mengingatkan Guru yang sedang mengisi di depan bahwa waktu untuk pembelajaran beliau sudah berakhir.

Arin sedikit terkejut awalnya, namun dia tak terlalu fokus untuk bisa menanggapi apalagi mengerti maksud dari perkataan temannya. Pikirannya masih pada surat cinta itu.

"Kamu nulis apa sih?"

"Hmm?"

Pertanyaan dari temannya seakan menyadarkan dari lamunannya dan langsung mengganti ke halaman depan bukunya.

"Nggak kok," jawabnya dengan menggeleng.

"Tadi kenapa?" tanya Arin dari perkataan temannya yang sempat tak dia dengar dengan seksama.

"Kapan seleseee??" rengeknya pada Arin. Berharap mata pelajaran matematika dengan tiga jam mata pelajaran ini lekas selesai.

"Sepertinya sampai di sini saja ya, pembelajaran kita hari ini?" ucap bu guru di depan.

Love Letter Gone WrongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang