14. My Partner?

49 9 1
                                    

❤️❤️❤️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

❤️❤️❤️

Jangan lupa vote dan komenyaaa!! 😘

Happy Reading!

Arin menghadiri rapat seksi acara Diesnatalies sekolahnya. Dilihatnya orang - orang telah berkumpul di dekat bawah panggung yang ada di aula atas. Duduk bersila membentuk lingkaran besar.

Aku dateng terakhir pasti

Tebaknya saat dirasa orang-orang telah melaksanakan diskusi rapat tanpanya. Dirinya juga baru berkumpul setengah jam lebih telat dari yang telah ditentukan.

"Gue lanjut yaa, untuk rundown berarti udah aman kan?" kata salah satu temannya pemimpin rapat ini, karena memang dia koordinatornya.

"Ini udah bahas apa aja?" tanya Arin dengan berbisik setelah menempatkan duduk di sebelah teman yang cukup dia kenali di seksi acara.

Posisi duduk Arin paling belakang terpaut ada dua orang dari lingkaran paling dalam. Paling tidak jika dia akan mengajak bicara kedua temannya di sebelahnya ini, yang bermulut besar yang sudah seperti ember cucian itu tidak terlalu kentara. Dia tidak suka menjadi pusat perhatian ketika sudah datang terlambat, malah ngobrol sendiri juga.

"Baru bahas MC sama rundown acara,"

Arin memasang wajah heran setelahnya.

"Bukannya dah mulai dari setengah jam yang lalu? Kok masih itu yang dibahas?"

"Iyaa, soalnyaa..." ucap teman cowoknya yang menjeda saat teman ceweknya melihatnya dengan tatapan menusuk. Sudah ngewanti-wanti untuk tidak berucap asal.

"Lagi ghibahin lo dulu," ucapnya dengan enteng yang tentu saja mendapat hadiah pukulan di lengannya oleh teman ceweknya yang sudah bersiap sedia.

"Diem aja bisa gakk?!"

"Emang bener kokk!"

Ribut keduanya dengan volume suara cukup keras.

"Ehh btw, lo yang jadi MC waktu pensinya ya?" kata teman ceweknya mengalihkan topik disaat Arin akan mencoba melerai mereka yang takutnya akan mengganggu rapat.

Untung saja orang-orang masih meributkan perihal jumlah submission yang akan ditampilkan. Mengingat pendaftar yang sangat antusias kurang sepadan dengan waktu yang disediakan. Suara ribut dari kedua temannya tidak terlalu dihiraukan juga. 

"Kok gue?" Arin menunjuk dirinya sendiri dengan raut muka tidak tahu apa-apa.

"Siapa lagi diantara kita yang pinter ngomong di public kalo bukan lo?"

Pernyataan yang makin membuat Arin tidak mengerti. Sejak kapan orang ekstrovert yang supel macam dirinya disebut punya public speaking yang bagus?

Love Letter Gone WrongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang