D U A P U L U H

3 0 0
                                    


Hari ke empat, hari terakhir mereka di bali, yah mereka akan pulang malam nanti, sama seperti jam saat mereka berengkat.

Pagi ini tak ada suara dari orang ke tiga itu, walaupun dering ponsel Niel terus saja berbunyi, bahkan sejak kemarin saat clara menelfon, Niel sengaja tak mengangkat telefon.

Afah sedikit bingung kenapa Niel tak mengangkatnya tapi sejak kemarin Afah enggan bertanya, karna dia fikir Niel dan Clara hanya sedang bertengkar.

Telefon Niel kembali bergetar dan di layar muncul nama Clara lagi, entah sudah yang keberapa kalinya, Afah sampai bosan melihat itu.

Niel? Sekarang pria itu ada di kamar mandi, membuat Afah ingin membanting ponsel Niel yang tak berhentinya berdering.

"Clara nelfon lagi nih, berisik tau!!" Ucap Afah sedikit berteriak agar Niel yang di dalam kamar mandi mendegar suaranya.

"Biarin aja" balas Niel juga berteriak.

"Berisikk Niel, Gue banting ni Hp tau rasa lo" ancam Afah yang sudah merai ponsel itu dan sedetik kemudian Niel keluar dari kamar mandi hendak mengambil ponselnya.

Niel keluar hanya memakai Handuk menutupi bagian bawahnya, sedangkan dada bidanya terpampang nyata di hadapan Afah.

Mata Afah membulat sempurna dengan dada yang berdegup kencang, ini kedua kalinya Afah melihat Dada bidang Niel, dan kali ini tidak berteriak.

"Ba..baju lo Pake dulu kek" Ucap Afah dengan sedikit gelagapan.

"Gue lupa bawa baju" jawab Niel santai, sambil berjalan ke hadapan Afah.

"L..lo mau ngapain" tak menjawab Niel terus berjalan hingga berada di hadapan Afah. Membuat Afah reflek menutup matanya.

Niel yang melihat Afah menutup mata sepertinya mengerti apa yang ada di fikiran gadis itu, Niel sedikit tersenyum kemudian mencubit hidung Afah yang Masih memejamkan mata.

"Gausah ge er gue gak minat Ngapa ngapain lo" Afah yang mendapat cubitan di hidungnya reflek membuka mata dan menatap kessal ke arah Niel.

"Sakit Niell" Protes Afah seraya memukul lengan Niel yang tentu saja tak berasa apa apa, Afah seperti tidak menggunakan tenaga saat memukul Niel.

"Siapa suru lucu". Ucap Niel membuat Afah sedikit salting.

"aa..apan sih, gue emang luc.." belum selesai berbicara Satu telfon masuk lagi di handphone Niel yang Afah yakini itu adalah Clara.

"Ngapain lo nelfon gue malem malem gini, kangen lo sama gue"

'Loo! Bukan temen kita lagi!' ucap Diki sedikit berteriak dari seberang telepon sana.

Niel refleks menjauhkan telfon dari telinganya.
"Apa apaansih, budeg gue denger suara lo, lagian kenapa sih teriak teriak segala?"

'kenapa lo ngak ngomong Hahh!!" Kini giliran Adrian yang berteriak membuat Niel sekali lagi menjauhkan telfon itu dari telinganya.

"Kenapa pada hobi triak triak sih lu pada, ada apa jelasin pelan pelan bangke". Kesal Niel.

'lo nikah? Sama siapa hah!!'

Niel yang mendengar itu kaget, dari mana dua orang ini tau tentang hal itu.

"Ka..kalian tau dari mana?" Tnya Niel dengan kikuk.

'gue tadi ke rumah lo dan nyokap lo bilang, kalo anaknya lagi bulan madu sama istrinya' ucap Adrian.

Afah yang melihat Niel panikpun bertanya dengan suara pelan.
"Kenapa?" Ucapnya dengan berbisik. Niel pun mengisyaratkan Afah untuk diam dulu.

"Nanti gue jelasin deh, kalo gue udah balik pasti gue jelasin, udah dulu yah bayyy.." ucap Niel mematikan telefon itu secara sepihak.

Afah yang melihat itupun mengernyit heran. "Ada apa, kok lo panik gitu?" Tanya Afah.

"Adrian sama Diki udah tau kalau gue udah Nikah" ucap Niel dengan nada frustasi.

"HAH... KOK BISA?" Teriak Afah, membuat Niel kaget.

"Ini pada jobi teriak teriak apa gimana sih!, Gak lo gak adrian gak Diki." Ucap Niel kessal.

"Ya maaf, gue kaget aja mereka bisa tau, kok bisa sih?"

"Dia ke rumah Mami, dan yah kayaknya mami gak sengaja ngasih tau deh"

Afah terdiam mendengar penjelasan itu, apakah dia harus memberitahu Niel juga bahwa bukan hanya Diki dan Adrian yang tau soal pernikahan ini, tapi juga Ririn dan sinta juga tau.

Afah memberanikan diri berbicara kepada Niel. Toh juga kedua sahabat Niel juga sudah tau.

"Gue mau ngasih tau sesuatu sama lo"

Niel mengerutkan dahi seraya bertanya. "Apaan?"

"Tapi janji yah jangan marah?" ucap Afah.

"Iya Afah apaan cepet deh"

"Lo inget kan pas lo ke mall sama clara dan gue larang lo supaya ngak pulang cepet cepet?" Ucap Afah.

"Iya inget, kenapa?" Tanya Niel.

"Sebenernya pas itu Ririn sama Sinta main ke Apart, dan mereka liat foto nikahan kita yang ada di kamar gue." Pernyataan Afah membuat niel mengeryitkan dahi.

"Maksud lo, Ririn sama Sinta juga udah tau?" Tanya Niel, dan Afah hanya bisa mengangguk pasrah. Niel melihat itu hanya bisa menghembuskan nafasnya kasar.

Tidak ada yang bisa mereka lakukan, toh cepat atau lambat semua juga akan tau tentang pernikahan ini.

"Maaff, gue lupa mindahin foto pernikahan itu." Ucapnya masih dengan kepala menunduk. Membuat Niel tak tega.

Niel berjalan ke arah Afah kemudian metai meraih wajah Afah agar melihat kearahnya.

"Heii..itu bukan salah lo, cepat atau lambat pasti mereka juga bakalan tau" ucap Niel dengan lembut menatap mata Afah, membuat sang empunya terkesima dengan suara lembut itu, dengan wajah Afah yang sekarang menatap Mata Niel yang indah, Niel pun sama terkesimanya dengan wajah Afah yang cantik itu.

Mereka saling menatap beberapa detik hingga akhirnya keduanya sadar, dan Afah reflek mendorong Niel menjauh dari hadapannya.

"Ihhh jauh jauh lo dari gue!" Kesal Afah, bukan karena apa, jantungnya seaakan ingin pindah ke usus jika lama lama di tatap oleh Niel.

Niel? Hanya diam saja, sedang mencerna apa yang barusan dia rasakan.

'ini jantung gue kok berdetak kenceng banget yah? Perasaan gue jarang ngerokok deh' ucap niel daman hari.

'apa jangan jangan jantung gue bermasalah? Wah gue harus ke dokter nih'.

"Woi.. pake bajuu sana, masuk angin ntar lo" tegur Afah.

"Ahh iya baju.." ucap niel sedikit gelagapan.

___________

Udah gitu dulu yaa babay....

Salam manis❤️



Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 30, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DEAR NATHANIELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang