Why do people get married?
Atau, dalam hal ini ....
Why did she want to marry him?
Maula bahkan harusnya ngerasa trauma kan? Dia udah dua kali loh menghadiri acara pesta pernikahan yang digelar mantannya—augh, Giri malah masih berstatus sebagai pacarnya sih pas ujug-ujug memberinya sepucuk undangan, dan meninggalkannya tanpa pamit buat nikah sama cewek lain. Seolah enam tahun kebersamaan mereka cuma pariwara iklan yang bisa dengan mudahnya dia abaikan.
Sementara, Ezio ... laki-laki itu emang nggak pernah secara de facto maupun de jure mengemban predikat sebagai kekasihnya. Tapi, kan ya tetap aja toh itu nggak lantas menggugurkan fakta kalo pernikahan pria itu juga sempat—fatalnya mungkin justru masih—bikin Maula sakit hati. Di samping itu, biar pun bukan mantan pacar, tapi Ezio tetaplah mantan first crush and kiss-nya kan?
"Kaos polo ijo kenapa nggak langsung ditaro keranjang cuci?"
"Baru sekali dipakai."
"Ya terus mau lo pake lagi?"
"Iya."
"Bau asem kali! Ih jorok banget! Keringet dan bakterinya walau dipake sekali tuh tetep nempel tahu nggak sih lo?! Nggak usah dipake lagi, pake yang lain aja!"
"Oh."
"Ini lagi kolor birunya Si Teddy, ya?!" Di sofa sedang menghadap layar laptop yang menyala, satu-satunya lelaki di rumah itu cuma melirik malas ke arah Maula yang barusan saja terdengar mengegas. Detik berselang dia bahkan udah langsung sibuk balik ketak-ketik. Memperdengarkan suara sentuhan keyboard yang cukup berisik.
"Kenapa nggak dia bawa balik aja sih?!" Namun, ternyata Maula masihlah sangat semangat mengomel.
"Ntar gue yang nyuci."
"Ya bukannya perkara lo yang nyuci, ya! Lagi, siapa juga mau nyuciin celana yang banyak lendir keringnya begitu?"
"That was pre-cum, Maula."
Di depan pintu kamar Maula refleks memberi gesture muntah. "Bodo amat! Lagian, ngapa sih pacar lo kebiasaan banget ninggal-ninggalin bekas percintaan begini? Biar apa coba?!"
"Gue cuci. Oke?"
Menanggapinya, Maula hanya menjejalkan secara kasar handuk basah yang tadi berhasil dia temukan di atas kasur kamar bawah ke dalam keranjang yang dia pakai mungutin baju-baju kotor.
"Bodo!" Perempuan yang masih mengenakan piyama dalam ukuran dua kali lebih besar dari tubuh kurusnya itu nyaris berlalu ke ruang laundry buat mengawali harinya dengan aktivitas cuci-cuci, tapi sontak berhenti karena dari arah sofa dia mendengar lelaki itu kembali mengajaknya bicara.
"Oh, ya. Semalem Nyokap lo nelpon."
"Gue punya hape. Mama bisa nelpon gue ke nomor gue sendiri."
"I know. Tapi, untuk acara anniversary orang tua lo, Mama juga berharap gue datang." Lelaki itu mengatakannya tanpa sedikit pun berhenti dari kegiatannya, lebih-lebih menoleh ke arah orang yang diajaknya mengobrol.
"Gak usah. Lagian, acaranya barengan sama ultah pacar lo. Bukannya kalian udah janjian mau ke Bali?"
"Teddy yang bilang?"
Maula mengedikan bahunya—tak peduli bahwa lelaki itu nggak bakal melihatnya—sambil kemudian membalas, "Ntar gue cari alasan."
"Gue bisulan di bokong dan mau pecah? Seriously? Nggak ada yang lebih proper? Tahun lalu lo pakai alasan itu!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Sepantasnya Usai ( Selesai )
General FictionWhy do people get married? Atau .... Why did she want to marry him? Maula bahkan harusnya ngerasa trauma kan? Dia udah dua kali loh menghadiri acara pesta pernikahan yang digelar mantannya. Namun, dalam kesadaran penuh dia toh tetap memilih berakhir...