16. Bencong Kampret.

7.6K 948 35
                                    

Maula udah berpisah dengan kakak iparnya dari kurang lebih setengah jam lalu. Sebelumnya, mereka bersama-sama memutari kawasan Housewares and Kitchen Supplies. Menyita hampir empat puluh menit dari total satu jam waktu istirahat makan siang yang dimiliki kakak iparnya demi menemaninya keliling-keliling mal, akhirnya Maula enggaklah pulang dengan tangan kosong.

Dia berhasil memboyong satu standing mixer berkapsitas lima liter yang dilengkapi fitur 3D Planetary Mixing ala-ala bakery—niatnya sih bakalan dia persembahan sebagai kado di acara anniversary Mama, meski kalau dibandingkan sama tas Dior pemberian Rikas yang Maula bantu belikan di Banananina, mungkin kadonya terkesan jomplang. Tetapi, seengganya kado itu berasal dari jerih payah Maula yang mengumpulkan uang dari sisihan gajinya mengajar. Dia enggaklah sekadar mendompleng nama!

Huhu!

Maula sedang berjalan sambil mengamati angka-angka yang tertera dalam cetakan struk kala telinganya yang super-sensitif—terlebih semenjak dia tinggal sama Rikas yang kamarnya berada tepat di sebelah ruang tidurnya, serta kerap menyuplai suara-suara aneh khususnya bila ada Teddy yang singgah di rumah—seolah dapat bergerak-gerak kayak kuping kelinci sewaktu dia mendengar seruan lantang ini, "MAMAAAAAAAAAA!!"

Anjir! Bukan Maula kan ini yang dipanggil?

Cewek itu ragu-ragu celingak-celinguk. Berharapnya sih ada anak-anak yang sekarang lagi digandeng Emaknya gegara tadi sempat kepisah. Namun, nyatanya?

Persis banget di depan gerai es krim dalam rotasi 90 derajat dari posisi Maula berdiri saat ini terdapat sesosok anak kecil. Sayangnya, nggak bareng Emaknya seperti harapan Maula, anak itu justru tengah berdiri sambil berdadah-dadah heboh ke arahnya, seraya cuma dilihatin dan dimesem-mesemin sama Omnya!

Si Anjrit!!

Maula mendadak bingung. Orang-orang yang lewat di sekitarnya satu-dua ada yang sengaja nengok. Dia mau mengabaikan bocah yang masih saja memanggil-manggilnya dengan sapaan 'Mama' sembari cekakak-cekikik, tapi ya apa Maula tega?

Kepada Rikas yang nggak jelas aja dia banyak nggak teganya apalagi cuma kepada anak-anak kan? Anak-anak kayak Kaisar? Uh!

Jadi, kendati itu berat sekali, Maula tetap mengangkat satu telapak tangannya ke udara untuk balas melambai lemah.

Dia kira gitu aja udah beres. Maula bisa lanjut jalan keluar dari mal buat pulang. Namun, anak yang dia balas lambaiannya itu malah buru-buru berlari meninggalkan gerai es krim beserta Omnya demi menyongsong cepat ke arahnya.

Maula sontak gelagapan. Dia melirik-lirik lorong di lantai dasar mal yang bisa saja dia gunakan buat menelan sosoknya untuk segera menghilang dari sana. Namun, rencana hanya tinggal wacana. Maula terjebak. Kakinya yang baru beberapa hari kemarin dipeluk dengan cara yang sama, kini kembali merasai hal yang tak jauh berbeda.

"Mama!" Dan, repitisi panggilan ini entah mengapa bikin dia terus-terusan merinding bahkan sejak kemarin-kemarin.

Lalu, bicara soal kemarin maka, tak ubahnya pengalaman kali pertamanya, tangan Maula pun tetap menggantung kaku di sisi tubuhnya. Biar pun dia sedang dipeluk erat-erat, dia sama sekali nggak berani buat membalasnya. Bahkan, ketika wajah bocah kecil yang memegangi kaki Maula itu tahu-tahu mendongak, mempertontonkan ekspresinya yang begitu polos nan menggemaskan mirip Kaisar, dia hanya menyambutnya dengan satu senyuman kecil.

"Papa bilang, Mama di mall. Nia gak percaya eh, bener ternyata, hihihi." Gadis itu, Agnia, terkikik hingga kelopak matanya menyipit bak bulan sabit.

Tentu Maula akan heboh bertanya-tanya andai dia baru tahu hari ini. Maksudnya, tentang Agnia yang ujug-ujung memanggilnya Mama. Faktanya, dia memang telah melakukannya—bingung bertanya-tanya hingga terkaget-kaget—dan, berhasil melaluinya di hari pertamanya mengajar anak itu.

Sepantasnya Usai ( Selesai )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang