29. Bloody Damn.

7.3K 955 63
                                    

"Nggak berubah, ya?"

Maula yang semula menatap kosong daun pintu sontak mengerjap beberapa kali sebelum lehernya membuntuti pergerakan Rikas yang sedang menyapukan matanya ke seisi ruangan.

"Ingat waktu kita tidur bareng di sini buat pertama kalinya?" Rikas menanyakannya sambil membungkuk, menepuk-nepuk pelan ujung kasur queen size milik Maula, yang dulu bikin Rikas mudah banget ngegelundung ke lantai gara-gara dipan kabinnya memang dirancang kelewat rendah.

"Pas bangun-bangun elo udah ngelingker di lantai kayak uler keket?" timpal Maula dengan setengah tertawa.

"Bloody damn!" Rikas sama sekali nggak menahan umpatannya. Mungkin karena dia mendadak ingat kalau Maula terus menendang-nendang tubuhnya dalam kondisi tertidur. Oh, bukan berarti Maula jarah hanya saja malam itu emang rasanya sedikit lain. Untuk pertama kalinya dalam hidup dia mesti berbagi ranjang dengan seorang pria. Meski, Maula tahu bahwa Rikas nggak mungkin grape-grape secara Maula bukan tipe pasangan idealnya—lebih-lebih bisa membangkitkan gairah seksual lelaki itu. Cuma, ya tetap saja alam bawah sadar Maula boleh jadi refleks memberi awarness.

"Lo benar baru pertama tidur sama cowok hari itu?" gumam Rikas, netranya menilik Maula dengan cara yang sama dengan saat Maula mengaku jika dia punya mantan pacar lima; penasaran.

"Iyalah! No sex bebas. No sex before marriage, even setelah merit juga tetap gak bisa nge-sex sih, hehe. Gini-gini gue anak Tuhan yang taat tahu!" Maula melipat dua lengannya di atas dada. Mengangkat dagunya tinggi-tinggi dia berjalan untuk mengempaskan tubuhnya yang ringan di bibir ranjang.

Detik berselang Rikas yang masih terkekeh-kekeh merdu mengikuti langkahnya untuk duduk tepat di sebalah Maula, bahkan hingga bahu keduanya nyaris bersentuhan.

"So, are you okay?" He suddenly whispered.

"Karena gak bisa nge-sex sehabis nikah?" balas Maula dalam nada bercanda yang hanya Rikas deliki. "Sejauh ini masih tahan sih. Mungkin karena gue emang gak ada experience juga. Ntar deh kalo rasa penasaran gue gak lagi bisa tertahankan, gue ajuin gugatan cerai. Brace yourself!"

"Shit! Hope that day never comes."

"Anjir!" Maula melotot galak. "Emangnya elo mau gue doain gak bisa ngentot lagi sama Si Teddy?"

"Nggak perlu lo doain kan memang udah putus. Segitu nggak percayanya?"

Maula mendecih. Entahlah. Rasanya aneh. Dua tahun lebih pacaran masa begitu saja putus sih? Mana masalahnya juga nggak jelas. Mau ber-positive thinking juga nggak bisa soalnya Teddy dan Rikas dulu kelihatan saling bucin banget!

"So, would you like to talk about it?" ujar Rikas, kepalanya yang sejak tadi tertoleh ke arah Maula entah mengapa terasa makin mendekat sampai-sampai Maula seolah bisa membaui aroma segar dari napas lelaki itu.

"Apa?" sahut Maula kemudian seraya mengeluarkan satu dehaman.

"Your feelings. Tadi apa yang diomongin Bulik memang udah keterlaluan."

"Oh." Bahu Maula hanya mengedik pelan. Suaranya pun santai waktu lanjut mencetus, "Udah biasa kok. Acara kumpul-kumpul keluarga besar emang suka begitu kan? Banyak banget dramanya. Dari kecil kuping gue udah terlatih meski kadang ya ... baper juga sih, hehe."

"That's not your fault."

"Hm?"

"Mereka ngomong begitu karena mereka nggak pernah lihat sendiri kerja keras lo. You did such a well done job and I have seen it. Hasilnya nggak harus selalu diukur dalam bentuk uang. Anak-anak yang lo ajarin gue lihat mulai dari Agra lalu yang terbaru Agnia ...."

Sepantasnya Usai ( Selesai )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang