32. Perkara Cium-Cium.

9.1K 948 51
                                    

"Mama? Lagi bikin apa?" Kepala Agnia menyembul dari kusen pintu dapur, membuat Maula yang semula sedang berjinjit-jinjit untuk mengambil mangkok dari kabinet atas, spontan menoleh untuk menemukan gadis kecil yang telah perpiyama bunga-bunga memandanginya malu-malu.

"Bikin popcorn. Agnia suka makan popcorn gak?" balas Maula, satu senyum lahir di bibirnya bersamaan dengan tangannya yang lantas membentuk satu gesture untuk meminta Agnia masuk dan mendekat.

Anak itu sesaat tampak ragu-ragu. Mungkin dia masih malu karena tadi dia sempat nangis-nangis tantrum gara-gara nggak mau ditinggal oleh Mama Maula ke Bali, tapi nggak mau ikut juga pas dia ditawari pergi. Jadi saja Mas Linggar yang sedang berada di Lampung sana terdengar merasa sangat bersalah, kikuk, dan nggak enak hati begitu dia menelpon Maula untuk meminta maaf sambil berjanji akan pulang menggunakan penerbangan paling pagi besok.

"Nia suka sih popcorn cuman Papa bilang jangan sering-sering. Soalnya ntar Nianya jadi nggak doyan makan nasi." Agnia menjawab lirih lengkap bersama dengan langkahnya yang terjejak ragu-ragu.

Maula tak menutupi-nutupi kikikannya begitu mendengarnya. Nggak menyangka juga sih ternyata Mas Linggar tipe-tipe orang tua penganut 'nggak nasi, nggak makan' persis tabiat yang setia dianut oleh Mbah Nung di sepanjang hampir 80 tahun hidupnya.

"Mama nggak marah gitu sama Nia?" cicit Agnia tak lama setelah dia sampai di sisi Maula dan langsung dibantu perempuan itu agar dapat duduk di stool.

"Kenapa mesti marah?" timpal Maula yang dalam satu gerakan udah berhasil menaruh popcorn yang tadi telah selesai digorengnya ke dalam mangkok untuk kemudian mengangsurkannya ke hadapan Agnia.

"Nianya kan udah nakal, Ma. Nianya nangis-nangis. Padahal kan Mama harus pergi tadi." Tak berani menatap Maula, Agnia menundukkan kepalanya dalam-dalam. Jari-jarinya yang mungil nan ramping Maula lihat mengukir-ukir abstrak di permukaan meja kitchen island.

"Agnia kan lagi sedih. Gak papa dong nangis," ujar Maula. Bukannya apa-apa, gadis ini bahkan nggak nangis saat dengan mata kepalanya sendiri dia melihat Mama yang melahirkannya dikubur kemarin. Uh, ya, benar-benar baru hari kemarin! Maula bukanlah Galaliel yang ahli mengenai psikologis manusia. Namun, jelas ada sesuatu yang tidak berjalan dengan senormalnya anak-anak lain dalam diri Agnia dan dunianya. Maula tak berniat ikut campur lebih jauh, tetapi dia mungkin akan sedikit mengobrolkannya dengan Mas Linggar nanti.

"Tapi kan gara-gara Nia, Mamanya jadi gak bisa pergi. Om Suami Mama juga pasti marah deh sama Nia."

Om Suami Mama? Em, Rikas? Dia mungkin sedikit ribet karena harus nge-reschedule beberapa hal termasuk merelakan duit untuk tiket pesawatnya yang nggak bisa balik sepunuhnya karena luput dia refund. Di mana kepada Maula, Mas Linggar secara pribadi udah berjanji bakal mengganti seluruhnya kalau ada kerugian akibat mereka gagal berangkat ke Bali sore tadi. Namun, sungguh, mustahil banget Rikas marah ke Agnia.

Iya, effort-nya terkesan sia-sia. Iya, semuanya nggak berjalan sesuai planning-nya. But, come on! Agnia masih anak-anak. Toh, semula Rikas berniat pergi bareng Teddy buat merayakan ulang tahun cowok itu. Salah sendiri kenapa dia malah jadi ngotot mau pergi bareng Maula di saat dia jelas bisa jalan sendiri.

Merasa bahwa Rikas bisa diurusnya nanti andai pun benar dugaan Agnia bahwa laki-laki itu bakal marah—meski kemungkinannya kecil—Maula lantas mengelus-ngelus pelan surai Agnia melalui sebelah tangannya layaknya yang sering dia lakukan kepada Kaisar. "Gak kok. Omnya gak pemarah," ujar Maula bukannya dia mau belain Rikas, tapi faktanya Rikas emang jarang banget marah kecuali ya malam itu pas dia ternyata mau nyamperin Teddy ke Apollo.

"Tapi Nia tahu Nia udah salah, Ma. Kata Papa nggak boleh bikin susah orang lain. Nianya minta maaf ya, Ma?" Agnia kali ini mendongak. Matanya yang jernih mencari-cari mata Maula yang rasanya sedikit nggak menyangka bahwa mereka yang bahkan baru kenal, belum genap satu bulan malah, tapi mereka sama sekali nggak ada canggung-canggungnya. Maula yang awalnya merasa aneh dengan sebutan 'Mama' yang Agnia labelkan, bahkan kini udah merasa biasa saja. Tidak merasa itu membebani atau nggak nyaman.

Sepantasnya Usai ( Selesai )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang