"Lupa." Rikas mengangkat dua jarinya, ragu-ragu membentuk tanda swear. "Udah lupa," imbuhnya kelewat cepat.
Namun, duduk di bagian terujung sofa, Maula tampak tak percaya. Cewek itu terus saja menyipitkan matanya ke arah Rikas hingga membuat pria itu tak nyaman, sebab merasa sedang dikuliti dan akhirnya menyerah terhadap elakannya guna secara gamang berkata, "Oke, mungkin masih perlu sedikit waktu buat lupa." Satu ringisan kaku bahkan Rikas ukir demi menenangkan hati cewek itu.
Oh, ya. Masih untung dia hanya dilempari sabun sih tadi. Menilik dari tabiat Maula, Rikas kira dia bakalan dikasih bertubi-tubi bogem mentah gara-gara telah menyaksikan bagian terahasia dari tubuh milik gadis itu tanpa izin.
Shit! Lagi, bagaimana mungkin nggak ada selang sepuluh menit Maula berharap dia bisa semudah itu lupa? Rikas punya ingatan yang tajam. Dia bahkan masih ingat semua menu yang mama mertuanya hidangkan di kali pertama mereka mengadakan acara makan bersama sebagai perayaan penanda resminya dia menjadi bagian dari keluarga. Semangok besar rawon dengkul dengan aroma rempah supertajam, orem-orem yang bikin Rikas malu-malu minta nambah dua kali, damn, dia bahkan belum lupa corak batik pring sedapur warna biru yang dikenakan oleh Mbah Nung malam itu. Lalu, sekarang, bagaimana caranya Rikas bisa tiba-tiba melupakan penampakan dada Maula yang menggan—for God's sake, mati saja lah Rikas.
"Lo baru pertama ngelihat cewek bugil?"
"Hah?"
Rikas refleks mengedip-ngedipkan matanya. Dia nggak salah dengar kan? Kenapa Maula malah mendadak nanya begitu?
Rikas masih tercengang kebingungan, sementara Maula yang telah rapi berpakaian menumpuk dua lengannya di dada sembari sesekali meringis nyeri. Bagian di sepanjang kaki hingga pinggulnya yang tadi jatuh menghantam keramik kamar mandi gara-gara terpeleset belum diolesinya dengan salep. Oh, tentu, karena salep yang dia perlu saat ini masih saja dipegangi oleh Rikas.
"Lo ... selama ini kalo nonton mesum ya gay porn kan? Belum pernah ngelihat barangnya cewek?"
"Astagfirullah, Maula language, please!" Rikas menebarkan pandangannya dengan ngeri ke sepenjuru arah termasuk ke arah kamar Maula berisi Agnia yang masih tidur dengan pintu dibiarkan terbuka.
"Tapi, bener kan?" tuntut Maula bersama cengiran beraroma ngeledek yang amat menjengkelkan.
"Terserah. Gimana lo mau menanggapinya aja deh."
Dan, Maula pun langsung terkekeh-kekeh kesenangan. Dasar aneh!
"Oke, gue maafin. Karena, itu pengalaman pertama elo. Udah gitu nontonin sisy sama miwmiw cewek toh nggak bikin lo tegang ini. Mirip-mirip kayak lagi nontonin gedebok pisang kan, ya? Sama-sama telanjang, tapi nggak bikin horny!"
Rikas rasanya ingin mengurut dahinya sendiri. Pakai cangkul kalau perlu! Sisy? Miwmiw? Oh, astaga! Bagaimana mungkin ada cewek kayak Maula yang menyamakan dirinya dengan gedebok pisang? Benar-benar deh!
"So, tunggu apa lagi?" Maula yang sejak tadi duduk dengan posisi selonjoran di sofa sehingga hanya menyisakan sedikit ruang untuk Rikas duduk di pojokan, tiba-tiba kembali mengageti pria itu menggunakan pertanyaan-pertanyaannya yang lebih dar-der-dor dari petasan.
Rikas yang ditanya tentu reaktif mendongak. Membalasi tatapan Maula yang seolah sedang menunggunya melakukan sesuatu.
"You want me to ...." Pria itu tanpa sadar mengeja perkataannya. Sedang, Maula cuma menelengkan kepala, menanti Rikas menyelesaikan kalimatnya atau bergerak demi menuruti apa yang dia mau. Dan, Rikas memilih buat meneruskan guna berujar, "S-sisy and miw—"
Maula segera berdecak sebelum Rikas selesai dengan asumsinya. "Ngapain lo ngurusin sisy sama miwmiw gue? Ini loh!" Cewek itu dengan gemas lantas menggerak-gerakan kaki kanannya. Tanpa bicara dia meminta Rikas buat buru-buru mengoleskan salep pereda nyeri yang sedari tadi hanya lelaki itu genggami. Syukur-syukur kalau sekalian diurut sebelum keseleonya makin menjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sepantasnya Usai ( Selesai )
Ficção GeralWhy do people get married? Atau .... Why did she want to marry him? Maula bahkan harusnya ngerasa trauma kan? Dia udah dua kali loh menghadiri acara pesta pernikahan yang digelar mantannya. Namun, dalam kesadaran penuh dia toh tetap memilih berakhir...