"Mau yang merah apa yang ini aja?"
Maula udah berhenti berlarian dan menggoda-goda Rikas. Namun, napasnya masih sedikit terengah. Dengan tangan yang bertolak di pinggang dia mengintip ke arah jari Rikas yang menunjuk satu sayur hijau dengan ujung daun-daun yang keriting, tampak crispy andai digigit, terpajang cantik di rak fresh market yang mereka sambangi.
"Emangnya mau bikin apaan sih?" tanya Maula karena sehari-hari dia jarang makan selada kecuali kalau Rikas sedang sok mau hidup sehat dan menghidangkan salad lengkap pakai bermacam-macam dressing buat sarapan di jadwalnya memasak.
Rikas terlihat mengangkat cuek pundaknya. "Samgyeopsal, maybe? Lo mau?"
"Yang manggang ntar siapa?" timpal Maula. Mulai membayangkan betapa bakal ribet kalau dia mesti menyiapkan ya hot plate, ya kompor, ya seluruh perkakas BBQ-an di atas meja makan mereka.
Tetapi, datang memecah gelembung ngenes itu, suara serak Rikas yang dengan yakin berkata, "Gue."
Senyum Maula pun kontan terbit sesegar daun-daun organik terbungkus plastik di sepanjang rak yang mereka susuri. "Oke deh, boleh kalo gitu mah. Tapi, nambah perilla dong satu pack."
"Sure."
Rikas lalu meraih sayur-sayur yang mereka sepakati dalam diskusi singkat ke dalam troli yang juga memuat sosok Agnia—gadis kecil itu lagi menjilati cone es krim, tampak bahagia, sambil sesekali saling bertukar candaan absurd bareng Maula.
"Apalagi yang habis?" tanya Rikas sembari kembali mendorong troli menyusuri rak-rak berisi sayuran yang ujungya seakan nggak kunjung ketahuan-saking luasnya tuh fresh market.
"Emangnya elo gak ada nge-list?" tanggap Maula.
"Dan, lo juga nggak nge-list?" ujar Rikas skeptis, kepalanya dia tolehkan ke arah Maula sehingga detik berselang laki-laki itu langsung bisa melihat betapa lebar cengiran macam kuda yang tercipta di bibir merah bata milik Maula. Uh, Sweet Jesus, itu sedikit bervolume dan sexy. Hampir-hampir Rikas terdistraksi.
"Beli yang mau dimakan tiga hari nyampe seminggu ini aja. Besok pas giliran gue masak biar gue belanja lagi kalo ada yang ke-skip gak kita beli," usul Maula, menggerakkan kembali bibirnya, serta bikin Rikas serasa dipaksa mendarat darurat di alam nyata.
"Berasnya kayaknya masih ada kan?" tanya pria itu lagi seusai berdeham ringan, melegakan tenggorokannya yang entah mengapa bak tercekat.
"Lupa, ya? Belakangan kan lo jarang banget makan di rumah. Pulang pagi melulu. Kayaknya sih tuh beras di rumah malah bakalan cukup buat dimakan dua bulanan deh."
Rikas kontan melempar tatapan tak menyangkanya.
"Udah gitu kan pas itu elo beli, gue juga beli. Jadi stock-nya double," jelas Maula kalau-kalau Rikas lupa bahwa mereka pernah miskomunikasi khususnya sewaktu dia sedang sibuk-sibuknya sayang-sayangan sama Si Teddy.
Laki-laki itu spontan mendesah lelah saat akhirnya berhenti di rak yang memajang daun bawang. Tanpa bicara dia mengambil beberapa ikat untuk dia pindahkan pada troli.
"Stoknya suka cepat abis. Diam-diam lo sering ngerebus mie instan, ya?" tuduh Rikas, lagi-lagi dia menengok ke arah Maula seolah hari ini cewek itu bahkan lebih menawan dari ranumnya sayur-sayur yang sedia mereka bawa pulang.
"Enak aja!" Maula mendelik. "Gak kok. Gue biasa masak daun bawang pake telor doang. Enak tahu!" bela Maula dengan lengan yang lantas dia lipat di dada setelah sebelumnya sibuk mengelap-elapi noda es di sudut bibir Agnia.
"Digoreng atau direbus?" kejar Rikas entah benar-benar mau tahu atau memang hanya ingin mengobrol panjang saja.
Maula sendiri tampak nggak keberatan untuk meladeni. Dia sambil sedikit menerawang-mungkin membayangkan wujudnya-berkata antusias, "Direbus. Daun bawangnya yang banyak. Pake kaldu, terus saos pedes. Beuh, mantap! Tambah nasi jadi makin-makin bikin kenyang!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Sepantasnya Usai ( Selesai )
Fiction généraleWhy do people get married? Atau .... Why did she want to marry him? Maula bahkan harusnya ngerasa trauma kan? Dia udah dua kali loh menghadiri acara pesta pernikahan yang digelar mantannya. Namun, dalam kesadaran penuh dia toh tetap memilih berakhir...