39. Sad Story.

7.3K 845 23
                                    

Maula bisa melihatnya, kerut-kerut di dahi Rikas yang jarang sekali timbul, juga urat-urat di sekitaran pelipisnya yang ukurannya seolah mengganda sehingga menonjol ke permukaan.

"Lo gak mau cerita?" todong Maula akhirnya, selepas menit-menit berganti, tapi tak ada satu suara pun yang berhasil keluar dari celah bibir Rikas.

Ugh, bukannya cewek itu nggak pengertian. Rikas mungkin masih kaget begitu mendengar hipotesis dadakannya. Cuma, mau berdiri tolol dan mingkem sampai kapan kiranya dia? Rici Milendaru bahkan tampak tak menyerah, namanya tiada henti menghiasi layar ponsel milik Rikas yang masih tergeletak dengan melakukan berkali-kali panggilan.

Maula sendiri mulai merasa nggak tahan. Dia gerah, ingin segera mengenyahkan kebisingan yang ditimbulkan oleh Si Rici-Rici itu. Sialnya, dia juga tak mau jika harus melangkahi Rikas—mematikan handphone yang bukan miliknya di hadapan pemiliknya, ck, bukannya apa-apa siapa tahu sehabis itu Rikas justru jadi punya pikiran kalau Maula suka diam-diam, tanpa sepengetahuannya doyan memegang atau parahnya berani mengintip ponsel milik laki-laki itu. Ewh, nooooo!

Jadi, mau tak mau pada akhirnya dia hanya bisa mengulang demi mendesak Rikas, "Beneran gak mau cerita ada apa ini?"

"Bukan." Dan, finally, suara serak Rikas yang terdengar macam orang tercekat datang. Lalu, meski sedikit patah-patah dia pun mengimbuhi, "Gue bukan ... nggak mau."

Ogh! Maula udah hapal ini. "Ini juga kayak kasus 'rahasia kecil'-nya Mas Linggar yang elo gak bisa ceritain?" Ada nada sangsi dalam kalimatnya.

"Maula ...." Rikas memelas.

Namun, Maula yang tak tahu mengapa serasa mendapati adanya gejolak bak gunung mau meletus di dadanya, nggak kepingin mengasihani. Karena, entah mengapa mendadak di matanya Rikas malah terkesan sedang egois—atau, justru Maula lah yang egois di sana—sehingga dia menyerbu bak serdadu, "Lo pikir kalo elo sampai ketahuan nantinya bakal elo doang yang rugi? Kalo Si Rici-Rici ini ember dan kebetulan Bang Miko tahu, terus keluarga gue tahu, gue gak akan mati berdiri? Elo gak pernah mikirin ya saat lo pacaran di luar sana dan gak hati-hati lalu ketahuan sama orang, gue juga mungkin bakal ikutan habis!"

Maula tahu bahwa sebaiknya dia mungkin tidak boleh berkata-kata begitu pada Rikas. Tapi, udah terlanjur. Seberapa pun Maula ingin menyedot kembali semua kalimatnya ke dalam mulut dan menelannya kalau perlu hingga perutnya penuh nan kembung, tak ada yang bisa dia ubah. Semuanya udah tumpah.

Sementara itu Rikas yang sepertinya ikut tenggelam dalam kubangan lava yang Maula cipta bisa jadi telah terlalu terlambat untuk keluar dari jilat panasnya. Tak aneh bila suaranya terdengar sama emosionalnya bahkan malah sedikit bikin menggigil ketika dia membalas culas, "Lo tahu dari awal sebelum menerima gue dan melakukan pernikahan ini tentang adanya risiko itu."

Maula sungguh mengerti bahwa seharusnya dia tidak perlu meladeni. Apa yang mereka hadapi ini bukanlah sesuatu yang tidak bisa mereka selesaikan jika tanpa berperang. Mereka bisa duduk bersama dan bicara pelan-pelan. Namun, itu jelas cuma terjadi andai badan mereka tidak keburu terbakar oleh panasnya api emosi yang saling mereka lempar.

Maka, bukannya mencoba cooling down lebih dulu, Maula malah menyeru, "Sekarang elo anggap gue Tukang Ngerengek?"

Rikas meremas surainya. Terlihat gemas sekali. Maula tentu mengira laki-laki bakal langsung meledak kayak ranjau. Tetapi, ternyata bersama intonasinya yang lebih terukur Rikas memilih untuk menutur, "Nggak, Ula. Ah, shit. Gue nggak ngumpat buat lo." Dia buru-buru menjelaskan ketika mata Maula udah terpindai membesar. "Gue bakal selesaikan urusan Rici," sambungnya kemudian dengan hati-hati.

"Gimana cara lo selesaiin kalo ngeliat mukanya aja elo gemetaran?" tuding Maula. "Dia gak sekadar tahu kalo elo gay kan? Mami juga dia telponin melulu. Mami ... juga kenal sama Rici. Ada apa sih sebenernya?"

"Ini bukan urusan lo. Just stay away," Rikas memperingati.

Maula tentu kaget Rikas bicara setajam itu. Sehingga dengan tipis dia berujar, "Lo pikir karena gue bego gue gak bisa bantu? Karena, IPK gue cuma dua? Karena gue selalu gagal di tes CPNS yang gue ikutin selama sepuluh tahun ini?"

"Astaga." Rikas kontan menyugar wajahnya menggunakan dua tangan. "Gue nggak pernah menganggap lo bego. Oke? Rici bukan tipikal orang yang bisa dengan mudah lo urusin," ujar Rikas coba memberi pengertian.

"Gue bisa nyewa jasa detektif swasta," serobot Maula. "Bang Miko pernah nyewa kok. Walau susah gue akan bujuk Bang Miko buat bagi kontaknya. Bang Miko mungkin gak bakal langsung mau, apalagi kalo alasan gue gak jelas, tapi gue pasti nemu caranya. Rici sebahaya itu?" lanjutnya yang mendadak diterjang rasa ngeri.

Dan, di luar dugaan Rikas justru terkekeh mendengar omongan panjang-lebar Maula. Dia juga lantas berkomentar geli, "Lo kira lo lagi main film Conan?"

Entah ke mana larinya gelembung emosi Maula tadi. Cewek itu kini beralih mengerucutkan bibir dan menyeru geregetan, "Rikaaas!"

Kali ini Rikas yang udah bisa menguasai diri sepenuhnya menyentuh dua bahu Maula. Merematnya lembut. "Dia nggak akan bilang ke siapa pun kalau gue gay or ya whatever lah. Dia hubungin bukan untuk masalah itu. Dan, akan gue beresin semuanya. Lo nggak akan keseret atau terluka. Gue janji. Hm?"

"Tapi, gue mungkin bisa bantu," Maula masih kekeuh. "Dia teror Mami! Dia juga kan pasti yang udah bikin Mami opname kapan hari! Dia tega sama Mami! Gue mau nolongin."

"Lo mau nolongin?"

Maula mengangguk.

"Peluk," kata Rikas pendek.

"Hah?"

"Peluk gue. Mau nggak? Biar gue tahu kalau ada lo di sini yang seenggaknya em, bakal bantu doa."

Maula sontak mendecih.

Tapi, Rikas tak mempermasalahkannya. Maju satu langkah, dia makin rapat pada tubuh Maula. Mengamati sekilas wajah perempuan itu, Rikas langsung mengalungkan dua lengannya ke punggung Maula. Menempatkan dagunya di atas bahu istrinya.

"Sorry tadi omongan gue sempat kasar dan menyinggung lo. Tapi, buat gue lo nggak pernah jadi orang bego. Sumpah," gumam Rikas, suaranya sedikit teredam di kulit Maula.

Sedang Maula membiarkan mereka saling berdiam diri sesaat. Hingga tak lama dia membisik lirih, "Kalian keluarga, ya?"

"Hm?"

"Lo sama Rici Milendaru Harsodjo?" Tangan Maula yang tadi bergeming di sisi tubuh kini merambat ke atas, tepatnya ke punggung Rikas. Dia mengelus-elus pelan di sana.

Rikas menghirup napas di sekitar leher Maula. Bikin cewek itu merasa geli dikit. "Mungkin," balasnya kemudian.

"Tapi, mereka gak datang pas lo nikah. Berarti sejak awal emang bermasalah, ya?"

"Mami nggak mau ketemu mereka lagi sejak gue mungkin usia lima tahun."

"It was sad story?" timpal Maula gundah.

"Terrible sih."

Maula mengangguk mengerti satu kali. "Okay. Gue gak akan tanya lebih jelasnya soal ini buat sekarang karena itu bakal bikin elo keingat sama yang buruk-buruk lagi kan?"

"Hm." Rikas menyetujui. "Tapi, Maula?" tuturnya buru-buru.

"Apa lagi?"

"Jangan tinggalin gue, ya? Gue benar-benar butuh lo, kalau-kalau lo perlu gue kasih tahu."

Tanpa kata-kata, Maula hanya membalasnya dengan kian mengeratkan pelukan di antara mereka.

***

Extra babnya baru sampai bagian 5 ya di sebelah haha. Masih ada sisa 6 lagi yang belum diupload.

Gimana udah gemas belum Ula? Tokoh utama wanita di cerita simbaak yang kisah cintanya paling unch unch tanpa air mata kan? 🤣

Cetak Ula? Kayaknya harus mundur sih ke Agustus karena persiapannya belum beres.

Makasih udah mengikuti perjalanan Ula yang landai-landai saja sampai konfliknya tidak terlalu berasa hehe 💚💛💚

Sepantasnya Usai ( Selesai )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang