Haloooo, gimana kabar kalian? Baik-baik aja kan?
Gimana nih 22 hari di tahun 2023? Masih enjoy atau udah lumayan banyak cobaan?
Happy Reading, hope you enjoy this part ya🥰
Mau komen yang banyak pokoknyaaa HAHAHHA
🍡🍡🍡🍡🍡
Tahun ini Lunar New Year jatuh di hari minggu, seperti tahun baru sebelumnya juga jatuh di hari yang sama, yang artinya ngga ada libur tambahan bagi para budak korporat. Termasuk Caesar, namun dia dan keluarganya menyempatkan diri mendatangani rumah Popo dan Bubu yang di Jakarta, karena istrinya Axel keturunan Chinese sehingga mereka merayakan Lunar New Year beberapa tahun terakhir.
Adalah Ceden, satu-satunya anak perempuan yang memakai gaun chongsam mengingat semua sepupunya adalah laki-laki. Dengan tangan mungil yang ditadahkan, ia meminta diberi Angpao oleh Bundanya Mas Abi.
"Bilang apa de?" pancing Deana, bungsunya sudah beberapa detik Ceden mengantri dengan muka sebal karena ia ada di urutan akhir.
"Dede minta ampao," ucap Ceden, masih dengan keningnya yang berkerut.
Deana berlutut di sebelah bungsunya. Padahal kemarin malam dan di mobil tadi sudah latihan cara meminta Angpao yang benar, tapi pas ngantri mukanya malah sudah ditekuk dan bete. Ibu tiga anak itu memeragakan kembali, satu tangan dikepal dan satu tangannya lgi memeluk kepalan tangan berikut, digoyang ke depan dan ke belakanag beberapa kali, "Gong Xi, Gong Xi, Angpao Na Lai."
Masih dengan muka becut-nya, Ceden mengulangi gerakan serta kata-kata yang baru dilakukan oleh Buyanya. Tak lupa setelah mengatak hal berikut, satu-satunya cucu perempuan itu langsung membuka tangan dan memalak Bundanya Mas Abi. "Bunda ... Abang sama Mas Ade udah dapat, Dede bulum."
Istri Axel itu tersenyum melihat Ceden. Pipi gembul anak di depannya semakin digembungkan karena lumayan kesal sudah ditinggal yang lainnya bermain. "Ini buat Dede."
Seketika muka cemberut Ceden berganti dengan senyum secerah mentari hari ini, setelah mengucapkan terima kasih, ia langsung berlari ke Buyanya. Bukan, bukan untuk memberikan amplop merah dengan motif tulisan dengan Bahasa China berwarna emas itu ke Buya-nya, anak itu sudah diajari oleh Abang Daffin tentang investasi bodong, dia cuman minta ganti baju karena ngga betah pakai dress chongsam. Maklum, di rumah dia seringnya pake pempers aja, kalau lagi ikut Buya jualan dia pun pake celana pendek. Jadi, baju chongsam yang lurus ke bawah ini ngga terlalu nyaman untuk dia.
"Buyaaaa, baju Dede mana? Dede mau main," ucapnya.
Deana mengambil baju yang ada di tas besar di sebelahnya. Hari ini dia ngga nginep karena suaminya besok masuk kerja, jadi dia cuman bawa 1 tas besar yang isinya perlengkapan ketiga anaknya. Dipilinhnya dress ngembang ketekan dengan panjang sepaha Ceden, untuk memudahkan anaknya lari-larian. "Angpaonya Buya pegangin dulu?"
"Dede pegang aja."
"Nanti kalo Dede main lari-larian sama Abang sama Mas, Angpaonya ilang loh?" bujuk Deana. Bukannya apa, dia paham betapa heboh anaknya kalau barangnya hilang, padahal yang ilangin juga dia sendiri, tapi seisi rumah diamuk.
Ceden berpikir beberapa detik. Ia teringat kata-kata Abangnya tentang investasi bodong yang dilakukan Buya-nya. Kalau dia dapet duit selalu dititip ke Buya, dia selalu bilang duitnya buat beli mainan, tapi setiap diminta beli mainan Buyanya selalu bilang uangnya ngga ada. Tapi dia juga bimbang, nanti kalau dia main terus Angpao hasil nunggu dia dengan cemberut ini hilang, gimana?
Kemudian ia menganggukan kepalanya. "Ini uang Dede ya Buya, ya, buat beli mainan," ucapnya entah sudah ke berapa kali selama ia menerima uang. Ceden masih sedikit ragu, namun dia juga ngga mau duitnya hilang. "Buyaa, masukin ke tas itu aja," tunjuknya pada tas baju.
"Iya Baweeeel," ucap Deana. Setelah menerima amplop anaknya dan dimasukkan ke tas baju, sesuai permintaan si Princess, ia memakai baju ke anaknya. Tak lupa ia menuangkan body cologne ke tangannya, dan ditepuk-tepuk ke baju anaknya. Cantik itu bonus, tapi wangi itu wajib.
"Dah gih, main sana."
🍡🍡🍡
Caesar, Deana, Daffin, Aaron dan Ceden sampai rumah pukul 9 malam. Ketiga Mocci keadaannya jauh dari kata ngantuk karena sepanjang perjalanan dari Jakarta ke Bandung sudah mereka habiskan dengan tidur. Dan sekarang, mereka malah membuka amplop merah yang mereka dapatkan hari ini.
Dari ketiganya, yang sudah bisa menghitung uang pastinya baru Daffin. Aaron dibantu Ayah, dan Ceden dibantu sekaligus dipangku Buya. Meskipun sudah yakin hasil yang mereka dapatkan sama, tapi tetap mereka hitung satu per satu.
"Ini uangnya ditabung ya..."
Mendengar kata 'ditabung' berhasil membuat Ceden langsung manyun. Anak itu sudah kepikiran mau diapakan duit yang dia dapat: jajan di lapangan.
"Iya Buya," ucap Mas Ade.
"Buya ... Abang titip aja, Abang mau beli sepatu futsal, minggu depan kita ke mall ya." Daffin berucap. Meskipun umurnya baru 10 tahun, namun anak itu sudah mencontoh ketegasan Ayahnya, kadang Deana pun takut ngebantah omongan si sulungnya.
"Okey Abang," senyum Deana pada akhirnya. "Dede duitnya mau ditabung ngga? Minggu depan beli mainan di mall."
Lagi-lagi Ceden berpikir. Dia kepengen janjan yang banyak di lapangan, karena selama ini Buyanya ngasih dia duit sedikit, jadi cuman bisa jajan telur gulung dan minuman, atau batagor dan minuman, atau lagi cilok dan minuman. Dia ngga pernah bisa jajan itu semua di waktu yang bersamaan. Tapi, kalau ditawarin minggu depan beli mainan, dia juga mau itu.
"Dede mau jajan, tapi Dede juga mau beli mainan," ucap Ceden bimbang.
Caesar geleng-geleng melihat ulah bungsunya. Apakah bisa anak perempuannya itu dinobatkan menjadi balita paling overthinking dan paling labil se-Bandung ini?
"Ya masa dijajanin semua De?" gemas Deana. Dia mengambil selembar uang kertas berwarna hijau lalu diberikan ke Ceden. "Dede jajanin ini aja ya, sisanya ditabung buat beli mainan."
Kening Ceden berkerut. Yang ia terima tetap 1 lembar, seperti hari-hari lainnya. Jadi, usaha dia pake baju yang membuat dia ngga nyaman selama beberapa jam, dan main yang ketahan lima menit itu cuman diberi uang 1 lembar? Dia cemberut.
"De, itu dua puluh ribu. Dede kalo jajan telur gulung bisa sampe bisulan," ucap Deana, ia berusaha menggambarkan kalau duit yang dipegang anaknnya ini banyak.
"Tapi Dede mau beli telul gulung, batagol sama cilok Buya..."
Deana menghembuskan nafas, sok dramatis. "Bisa ... Telor gulung goceng, batagor goceng, cilok goceng, masih ada kembalian goceng. Tenang-tenang, besok Buya yang bilang ke Mamangnya."
Meskipun kurang yakin, tapi Ceden memilih percaya. "Buya, Dede juga mau beli popas yang mmmm stobeli?"
Deana memicingkan mata ke Ceden yang memasang wajah polos. Rasanya ia ingin mengigit pipi gembul anaknya itu. Jangan salahin dia kalau anaknya gembul, karena meskipun dia skip kasih makan – ini andaikan aja ya, aslinya belum pernah skip kok – anaknya tetap bisa cari makan sendiri.
"Iyaaa, bisa juga. Dede pokoknya bisa jajan pake duit itu, sisanya ditabung, okey?"
Masih dengan manyun dan sedikit kurang rela, akhirnya Ceden menganggukkan kepalanya. Ia merelakan hasil kerjanya hari ini di tangan sang Buya, Semoga kali ini beneran beli mainan, itu harapnya.
🍡🍡🍡🍡🍡
Dear Mocci Gang...
Dear Ayah Mocci...
Dear Buya Mocci...
🦋22.01.2022🦋
Ta💙

KAMU SEDANG MEMBACA
Mocci Gang
Kısa HikayeKalau orang kaya diluar sana suka self-claim dirinya dengan sebutan "Gucci Gang", berbeda dengan tiga anak kecil berpipi bulat ini. Mereka ngga self-claim diri mereka dengan sebutan "Gucci Gang", tapi Ibu tersayang mereka yang ngeklaim kalau tiga an...