Bagian 2': Kevoul Honorich
"Karena, ketika aku bersikap baik, disitulah titik kelemahanku akan timbul."
***
Aku berbalik arah saat menunggangi kudaku ketika aku tidak melihat pelayan itu berada di belakangku. Awalnya aku hanya menunggu agar dia cepat datang. Namun, beberapa menit kemudian, tak ada tanda-tanda kemunculannya.
Ia menghilang dan aku mulai panik. Ini alam bebas. Ia bisa saja dimakan oleh hewan yang buas dan liar disini. Aku tak bisa menunggu terlalu lama, hingga akhirnya aku memutuskan untuk berbalik arah.
Menunggangi kudaku mencari keberadaannya. Tadinya aku hanya ingin mengerjainya. Ia pelayan pribadiku yang baru. Aku butuh masa orientasi untuknya agar ia mengerti dan mengetahui siapa aku. Walaupun aku juga mengerti bahwa ia adalah seorang gadis. Aku hanya ingin mengetahui batas kemampuan dan besar atau kecil tekad yang ia miliki. Namun sekarang ia hanya bisa menyusahkanku.
Aku mengedarkan pandanganku. Masih tidak menemukan dimana keberadaannya. Jika dipikir-pikir, gadis itu memiliki mata yang sama dengan ayahku. Aku melihatnya dengan jelas. Warna abu-abu kebiruan yang cerah. Sedari tadi aku pusing memikirkannya. Aku tahu bahwa mata seperti itu tidak hanya dimiliki oleh ayahku. Tapi, aku juga mengerti bahwa mata seperti itu sangat jarang ditemukan. Dan ia memiliki mata itu.Aku kembali memikirkan ibuku yang telah meninggal 16 tahun yang lalu akibat pemberontakkan berdarah yang pernah terjadi di kerajaan ini. Saat itu, umurku baru menginjak 2 tahun. Dan aku bingung dengan suasana yang seperti itu. Semua porak-poranda. Aku dibawa ke tempat dimana aku sendiri pun tidak tahu. Sementara ibuku berlari dengan bayi yang masih 1 bulan baru di pegangnya. Adikku.
Saat keesokan harinya, aku mendapat kabar bahwa ibuku telah mati. Ia disiksa lalu kemudian dibunuh dengan kejam bersama adikku. Aku yang baru berumur 2 tahun tidak mengerti apa-apa. Yang aku tahu bahwa ibu dan adikku sudah pergi jauh dan tidak akan kembali bersamaku selamanya.
Mayat ibu dan adikku terlihat hanya tinggal tulang belulang. Mereka mati karena dibakar sampai habis. Sampai sekarang aku masih tak mengerti bagaimana hati mereka yang telah membakar seorang ibu dan anak sampai hanya menyisakan tulang dan abu. Pemberontakkan 16 tahun yang lalu adalah pemberontakkan terbesar sepanjang sejarah kerajaan ini. Semua berawal dari kelompok yang menyatakan anti pada pemerintahan ayahku. Mereka membuat kerusuhan di negara mereka sendiri. Aku masih tidak mengerti dimana pikiran mereka. Hingga akhirnya, hari itu tiba. Mereka menyerang semua orang yang pro pada pemerintahan yang dipimpin ayahku. Mereka membunuh secara massal atau membakarnya.Aku tahu. Mereka itu gila.
Hingga akhirnya mereka kalah dan dijatuhi hukuman setimpal. Yaitu nyawa mereka. Seusai pemberontakkan terjadi, semua warga masih menderita. Ekonomi menurun. Tak ada apapun yang bisa mereka makan. Semua orang banyak kehilangan. Tak terkecuali aku yang kehilangn ibu dan adikku. Dari sana, aku dikirim oleh ayahku untuk mengikuti pelatihan di kerajaan lain saat usiaku menginjak 7 tahun. Aku dididik keras untuk menjadi orang yang kuat. Aku bertekad sendiri pada diriku bahwa tak akan ada lagi pemberontakkan yang seperti itu. Aku tak mau lagi merasakan kehilangan yang terlalu dalam. Aku harus kuat dan tidak tampak lemah. Aku tidak peduli bagaimana tanggapan orang atau warga lain yang mengatakan bagaimana dingin dan ketusnya aku. Aku tidak peduli ketika orang berbicara bahwa aku adalah pangeran yang kejam.
Karena, ketika aku bersikap baik, disitulah titik kelemahanku akan timbul. Sadar atau tidak sadar.Aku kembali mengedarkan pandanganku saat aku melihat seorang gadis yang tersungkur jatuh. Aku menghampirinya dan melihat ia sudah tidak sadarkan diri. Gadis ini adalah pelayanku. Walaupun aku tidak mengetahui siapa namanya. Dan aku juga tidak begitu peduli. Pelipisnya berdarah. Aku pun mulai menggendongnya naik ke kuda yang aku tunggangi untuk kembali ke kerajaan dan membawanya ke balai pengobatan.
Aku memang orang kejam dan tidak pedulian, namun ini semua karena perbuatanku. Dan aku berhak untuk bertanggung jawab di dalamnya.
***
"Pelipisnya sudah saya perban dan tak lama lagi mungkin akan sembuh. Luka-lukanya juga sudah saya obati. Mungkin yang sulit adalah kakinya yang retak dan tulang yang bergeser. Namun, saya sudah menanganinya. Hanya waktu pemulihan yang memakan waktu lama. Jika tubuhnya berkontraksi cepat dengan obat yang saya berikan, ia bisa sembuh 9 atau 10 hari lagi. Ia harus menggunakan tongkat. Dan..."
"Cukup." Ucapku menyela perkataan panjang lebarnya. Aku mengerti. Tidak perlu membuang waktuku dengan pembicaraannya yang sepanjang itu. "Berikan ramuan obat yang dibuat tabib kerajaan ketika ia bangun. Mungkin besok ia sudah langsung sembuh." Sambungku.
"Tapi, pangeran. Ramuan tabib hanya untuk keluarga kerajaan dan para bangsawan. Dan gadis ini hanyalah pelayan." Ucapnya yang membuatku menoleh padanya.
"Lakukan apa yang aku perintahkan!" Ucapku memandangnya skeptis. Ia menganggukkan kepalanya patuh. Obat tabib kerajaan adalah obat yang paling mujarab. Ramuannya sudah tidak diragukan lagi. Untuk apa memakai obat dari perawat ini jika kerajaan memiliki tabib? Yeah, itulah jawabannya.
Tabib hanya untuk keluarga kerajaan dan para bangsawan.
Aku terdiam sejenak. Memandangi gadis itu yang sedang terbaring lemah di atas ranjangnya. Aku pun berpikir untuk menghampirinya. Saat aku melihatnya dari jarak dekat, aku menyadari keberadaan gelang yang ia pakai. Gelang yang persis sama dengan gelang milik ibuku yang pernah aku lihat di sebuah foto. Ayahku juga pernah menceritakannya bahwa gelang itu diberikan untuk ibuku oleh ayahku. Gelang yang ikut menghilang dengan hancurnya tubuh ibuku. Tanganku mulai menyentuh gelang itu. Dandelion putih yang sempurna. Aku tak mungkin salah. Masalahnya, mengapa bisa gelang ini berada padanya?
Aku menghela nafas, berpikir. Lalu berbicara lagi, "jangan bilang bahwa aku yang mengantarkannya kesini. Terserah apa katamu, nantinya. Yang terpenting, jangan biarkan dia tahu. Kau mengerti?" Wanita di depanku mengangguk paham. Aku pun beranjak pergi meninggalkannya. Masih dengan perasaan bingung tentang keberadaan gelang itu.Mungkin aku harus menghadap ayahku.
***
To be continued.
Leave your vote and comments this story for next part.
Thanks!
![](https://img.wattpad.com/cover/40249130-288-k64192.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Requeena (New)
RandomAku manusia. Aku memiliki hati yang tidak sekeras batu granit. Bagaimana cara aku mendengar setiap perkataan mereka. Bagaimana dengan caraku menyikapi setiap perilaku mereka. Aku hanya bisa diam dan berpura-pura tidak memperdulikan mereka. Namun, h...