Keesokan harinya.
Entah apa yang sedang terjadi saat ini. Aku duduk di meja rias dengan memakai gaun yang mewah dan didandani oleh beberapa pelayan kerajaan? Sebenarnya apa yang sedang terjadi? Mereka tidak mau memberi tahuku. Sungguh tidak adil berprilaku seenaknya dengan apa yang aku miliki. Mereka menyentuh tubuhku, rambutku, sampai kuku-kukuku. Dan aku hanya bisa diam dan tidak berkutik?
Oh aku lupa.
Sebenarnya aku sudah memberontak sedari tadi. Mecoba untuk kabur dari tangan-tangan lentik mereka. Namun kemana aku harus kabur? Tempat ini sangat luas. Lagipula aku tahu pintu depan ruangan ini dijaga ketat oleh beberapa pengawal kerajaan. Aku tidak mengerti maksud mereka.
Kemarin aku sudah mengikuti rangkaian aktivitas yang tidak aku mengerti. Aku hanya tahu bahwa aku sedang tes darah. Entah mengapa, aku mengharapkan hasilnya cocok dengan darah raja. Setidaknya, jika benar semua perdebatan mereka, bahwa aku adalah anak sah dari Honorich tidak membuatku merasakan kecewa.
Tapi, tidak. Aku bukan bermaksud untuk menjadi puteri di negeri ini. Aku hanya ingin bertemu dengan orang tua kandungku. Dan kalaupun itu bukan Honorich, aku akan baik-baik saja. Karena aku tidak mengharapkan kehidupan dimana aku akan selalu diagungkan. Jika orang tua kandungku adalah rakyat biasa, mengapa tidak? Mereka orang tua kandungku, dan aku ingin hidup seperti anak normal lainnya. Hidup bersama mereka.
Sentakkan pintu membuatku tersadar dari lamunanku. Muncullah seorang pria yang kuingat bernama Mr.Fallesh. Aku tidak mengerti atas tatapannya yang diberikan kepada beberapa pelayan. Yang aku tahu, aku disuruh berdiri lalu mengikuti beberapa pengawal yang memandu jalanku.
Aku baru tersadar dengan indahnya gaun panjang yang aku gunakan. Atau riasan saat aku bercermin sebelum aku berdiri. Rambut panjang yang tergerai dengan sedikit kepangan anggun. Dan sepatu cantik yang biasa dimiliki oleh seorang puteri. Aku tidak mengerti apa arti dari dandanan heboh seperti ini. Apalagi dengan kawalan beberapa orang yang mengawalku dengan rapi. Aku merasa seperti seorang puteri. Untung saja kakiku sudah tidak pincang. Lucu sekali jika seorang puteri yang anggun namun pincang. Semuanya akan rusak, 'kan?
Oh apakah menjadi puteri itu sebahagia ini?
Aku mengernyit saat melihat pintu yang ingin aku masuki. Pintu yang sama tingginya dengan ruangan raja. Namun, tentu saja ruangan ini berbeda. Aku digiring untuk masuk. Seketika itu pula, aku melihat banyak orang yang berada diruangan ini. Aku merasa seperti sedang berada di stadion bola. Kurasa, tempat duduknya bahkan sama. Namun, tentu saja. Yang ini lebih mewah tiga kali lipat. Beberapa tatanan emas mengilau dimana-mana. Guci serta lampu yang mewah juga tidak luput dari pandanganku. Aku rasa mereka sedang mengadakan pesta formal atau apa?
Aku tersadar saat tiba-tiba saja suara terompet melingkupi telingaku. Aku menoleh, dan masih melihat beberapa orang yang memandu jalanku. Aku kembali mengedarkan pandanganku. Baru tersadar bahwa mereka semua memandangiku.
Seakan aku adalah bintang utamanya disini.
Aku merasa gugup. Apalagi aku tidak mengerti untuk apa aku berada disini.
"Sambutlah, seseorang yang kita tunggu." Seseorang berbicara entah berada dimana. Namun suaranya bergema di ruangan yang tak bisa kusebut ruangan karena saking besarnya. Aku melihat raja yang duduk di kursi tahtanya, jauh di depan sana. Pangeran Honorich juga berada di sana. Duduk di samping raja. Kakiku masih melangkah mendekati mereka. Dengan arahan beberapa orang yang mengantarku. Teriakkan dari mereka membuatku tambah tidak mengerti. Aku masih tidak yakin apa arti dari riuhan itu. Apakah mereka senang terhadapku atau justru berteriak menyorakiku karena rasa ketidak sukaan mereka?
"Tolong tenang." Raja berbicara dengan wibawa dan ketegasannya. Seketika, tempat menjadi hening. Tak ada satupun dari mereka yang bersuara. Raja mulai berdiri dari kursi tahtanya. Sementara aku masih berdiri di depannya. Dengan beberapa orang yang berada di belakangku yang berbaris dengan rapi.
"Aku ingin mengumumkan suatu hal untuk kalian semua. Masyarakat The Kingdom Of Vic Proudly. Dan semua penjuru dunia yang menyiarkan tayangan ini." Ucapnya lagi sambil memandang kepenjuru tempat. Aku baru tersadar bahwa banyak kamera yang sudah berada di sini. "Gadis yang berada di hadapanku." Matanya mulai melihatku.
"Sebenarnya adalah anakku yang dikabarkan mati 16 tahun yang lalu." Seketika, suara kembali riuh. Sementara aku masih terdiam dan tidak berkutik. Terdengar suara teriakkan seperti 'apa-apaan ini?' Namun, raja kembali berbicara,
"Tolong tenang," ia berhenti sebentar sambil menunggu ketenangan. "Aku melakukan tes darah untuk gadis ini. Dan ternyata, darahku cocok dengan darah yang ia miliki. Ia adalah anak kandungku. Bukan rumor yang beredar terhadap mendiang istriku." Sambungnya. Suara kembali riuh. Memperdengarkan ketidak setujuan mereka. Namun, raja tidak menghiraukannya. Ia menoleh kepada Pangeran Honorich yang diikuti dengan anggukkan. Dan justru kembali berbicara,
"jadi, mulai sekarang. Aku, sebagai Raja Honorich The Kingdom Of Vic Proudly. Mengangkat, Queena Honorich. Gadis yang berada di hadapanku untuk menjadi puteriku yang sah. Dan mengangkatnya, sebagai seorang puteri yang berhak atas kerajaan ini. Serta mendapat keagungan dari semua masyarakat yang..."
Aku terkaget saat merasakan sesuatu yang menyentuh punggungku dengan tajam. Lalu tanganku bergerak menyentuh dadaku yang kini tengah terlumuri oleh darahku. Mataku membelalak. Aku tersadar bahwa baru saja sebuah anak panah meluncur menusukku.
Aku limbung.
Jatuh dengan lutut sambil masih memegang dadaku yang masih tidak berhenti mengeluarkan darah. Telingaku mendengar beberapa teriakkan. Termasuk dari Pangeran Kevoul Honorich yang seketika berada dekat denganku. Tangannya bergerak menggendongku. Mataku yang sayu melihat wajahnya yang pucat dan khawatir. Lalu aku kembali mengedarkan pandanganku pada semua orang yang mulai ricuh.
Ada apa ini?
To be continued...
KAMU SEDANG MEMBACA
Requeena (New)
RandomAku manusia. Aku memiliki hati yang tidak sekeras batu granit. Bagaimana cara aku mendengar setiap perkataan mereka. Bagaimana dengan caraku menyikapi setiap perilaku mereka. Aku hanya bisa diam dan berpura-pura tidak memperdulikan mereka. Namun, h...