Part 3 : Requeen Nash's POV

124 10 0
                                    

Bagian 3 : Requeen Nash.


"Kerajaan menentangku atas nafas yang aku miliki. Penjuru dunia ikut menentangku atas kelahiran dan kehidupanku. Mereka menentang keberadaanku."

***

"Kau adalah adikku yang hilang, Quenna."

What the hell?

Sudah aku bilang, lelaki yang di hadapanku ini kepalanya sedang terbentur. Mungkin, ketika aku pingsan, ia jatuh dari kudanya lalu kepalanya terbentur batu granit yang besarnya 10 kali lipat dari besar kepalanya. Apakah ia bercanda atau sedang mencoba bermain denganku? Atau apakah ini caranya untuk minta maaf atas ulahnya terhadapku yang menyebabkan kondisiku harus menyusahkan seperti ini? Aku baru saja ingin membuka mulutku ketika pintu tiba-tiba terbuka lebar. Dan terlihat seorang pria yang berdiri lalu melangkah masuk. Yang Mulia Raja.

"Apa-apaan kau, Kevoul?" Nadanya terdengar geram dan marah. Ia menatap anaknya dengan sorotan tajam. "Jangan asal bicara. Jika semua orang mengetahuinya, kondisi kerajaan akan rumit, nak."

Sambungnya lagi menatapku. Aku baru menyadari bahwa manik matanya yang hangat memiliki warna yang sama dengan mata yang ku punya.

"Jika semua orang mengetahuinya?" Ulang pangeran lalu menyeringai.

Aku hanya terpaku dan diam melihat pertengakaran ayah dan anaknya. "Jadi, kau sudah sadar bahwa ia adalah puterimu yang hilang, dad?" Sambung pangeran. Aku jadi semakin bingung. Mereka membicarakanku atau apa?

"Dengar, Kevoul. Aku seorang ayah. Aku tahu bahwa ia memang puteriku sejak saat pertama aku melihatnya." Ucap raja. Aku kaget saat ia memandangku. Apakah raja juga bersekongkol untuk bergurau dengan pangeran? "Namun, disisi lain aku adalah seorang raja, Kev. Aku tidak bisa..."

"Tunggu-tunggu! Memangnya kapan dad pernah melihatnya sebelum ini? Saat kereta kuda yang Fallesh tabrakkan? Oh, jadi itu sebab dad memarahi Fallesh karena membawanya ke dalam istanamu? Kau sudah tahu dia anakmu?" Tanya pangeran memotong pembicaraan raja.

"Jangan pernah memotong perkataanku, Kevoul Honorich!" Bentaknya geram. Pangeran hanya diam. Ruangan hening selama beberapa detik.

Lalu raja kembali berbicara, "kau benar. Aku memang menyadarinya. Saat kereta kuda yang dikendarai Fallesh menabrak seorang gadis. Aku sadar bahwa ada suatu hal yang membuatku terus memikirkannya. Apalagi mata dan gelang yang ia pakai. Aku menyuruh Fallesh untuk mencari tahu semua yang berhubungan dengan gadis itu. Dan aku juga menyuruhnya untuk bertanggung jawab. Mungkin dengan mengganti rotinya yang hancur atau memberinya uang. Namun, pengawal itu justru menjadikannya pelayan pribadimu dan membawanya ke istanaku." Jelas raja. Aku hanya mengernyit dan membiarkan mereka bertengkar.

"Dan kau hanya diam saja? Dad, dia adalah puterimu yang dikabarkan mati 16 tahun yang lalu. Dan ketika ia berada di hadapanmu, kau justru membiarkannya?" Pangeran kembali angkat bicara.

"Karena itu aku membiarkannya, Kevoul. Semua orang tahu bahwa ia telah mati 16 tahun silam bersama ibumu. Tapi jika tiba-tiba aku mengabarkan pada dunia bahwa puteriku masih hidup, bukan sambutan yang akan mereka berikan, nak. Namun mereka akan mencoba melawan adikmu. Atau mencari cara untuk kembali memberontak melawan pemerintahan ini."

"Tapi, dad. Bagaimanapun ia adalah puterimu. Aku tidak peduli apa tanggapan orang tentangnya. Ia tidak bersalah. Mengapa semua orang seperti memusuhinya?" Pangeran seakan tidak terima dengan apa yang dikatakan sang raja. Aku mengikuti percakapan mereka. Tidak berniat ikut campur atau apapun itu. Walaupun apa yang mereka bicarakan adalah tentang diriku. Aku masih menganggap mereka tengah berakting untuk mengerjaiku. Yeah, aku berharap seperti itu.

"Kau tidak mengerti, nak. Semua lebih buruk dari perkiraanmu." Nada suara raja melemah. Kegetiran akan kesakitan sangat kentara di telingaku.

"Buatlah aku mengerti, dad. Seburuk apapun itu."

Raja melangkahkan kakinya. Beranjak duduk mendekatiku. Dan aku hanya diam. Memandangi sosok raja yang selama ini diagung-agungkan. Ia bukan benar-benar ayahku, 'kan? Semua hanya lelucon 'kan?

"Saat itu, ibumu tengah dikabarkan berselingkuh dibelakangku, Kevoul. Dengan kepala pengawal kerajaan. Sekarang sudah digantikan dengan Fallesh. Berita itu menyebar dengan cepat. Tak lama, ia pun hamil." Raja terdiam sesaat. Lalu kembali melanjutkan, "berbulan-bulan kemudian, anak itu lahir. Semua orang menganggap bahwa anak itu adalah hasil hubungan gelapnya dengan kepala pengawal. Maka banyak orang yang menentang ibumu. Tak lama kemudian, pemberontakkan dari kelompok tidak bertanggung jawab itu hadir.

'Di perparah lagi dengan berita itu yang menyebar cepat ke penjuru dunia. Aku tidak bisa melakukan apa-apa. Ibumu menyangkal hubungan itu. Ia mengatakan bahwa bayi itu benar-benar anakku. Dan aku pun masih mencintainya.

'Jadi, aku tetap mempertahankannya tanpa bertanya lagi apa yang sebenarnya terjadi. Aku tak pernah membahasnya. Aku mencintai bayi itu. Walaupun aku tidak yakin apakah bayi itu anakku atau bukan. Namun, aku tetap menyayanginya. Dan tidak pernah sekalipun menanyakan apa-apa lagi pada ibumu." Sambung raja.

Suasana seketika hening. Ketika pengeran kembali berbicara, "jadi, sebenarnya selama ini kau sudah mengetahui bahwa ia adalah adikku?" Tanya pangeran lagi. Namun raja hanya terdiam. "Bagaimana ia bisa berada di tangan Delovey Nash?" Sambung pangeran kembali bertanya.

"Aku tidak yakin. Mungkin, ibumu mengorbankan dirinya dengan memberi bayi itu pada Delovey Nash. Dan memberikan gelang pada bayi itu. Hingga jadilah seperti ini." Jawab raja. Aku masih tidak mengerti maksud mereka. Mengapa ia tahu Delovey Nash yang notabenenya adalah ibuku sendiri?

Ruangan kembali hening. Aku juga ikut terdiam. Aku tidak berani memandang siapa-siapa ketika tangan raja bergerak menyentuh kedua bahuku. "Queena, ini dadmu. Maafkan aku," mataku memandang matanya lekat. Aku harap ia hanya berakting dan memberikan lelucon yang sama sekali tidak lucu, bagiku. Namun, yang aku temukan hanyalah tatapan nanar dan rasa bersalah yang mendalam. Aku menghela nafasku.

Terdiam untuk berpikir. Semuanya terlalu aneh, untukku. Aku hanya pelayan disini. Dan aku lahir dari sebuah keluarga penjual roti. Aku bukan anak raja. Dan semua yang mereka katakan terdengar mustahil.

"Tidak, kalian keliru." Sergahku menggelengkah kepala.

"Aku hanya pelayan. Aku lahir dari anak penjual roti. Aku bukan golongan bangsawan. Apalagi anak dari raja. Kalian salah. Kalian memperdebatkan hal yang sia-sia." Sambungku pelan dengan airmata yang tak terasa jatuh membasahi pipiku. "Maafkan aku, Yang Mulia. Permisi."

Aku menunduk memberikan tanda hormat, lalu melangkahkan kakiku untuk pergi. Dengan susah payah menggerakkan tongkat yang menyangga tubuhku.

Aku masih berpikir tentang apa yang kini sedang menimpaku.

Aku baru dua hari berada di istana ini.

Apakah tak ada tempat yang membuatku nyaman dan terlepas dari beban yang bahkan tidak aku buat dengan sadar?

To Be Continued...

Requeena (New)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang